Berhubung saya sedang berupaya mengubah gaya hidup menjadi minimalis, saya mulai banyak membaca tulisan tentang pengalaman orang lain yang telah lebih dulu menerapkannya. Gaya hidup minimalis menjadi semakin populer dan dianggap sebagai reaksi atas semakin tingginya tingkat stres yang disebabkan oleh keinginan untuk memiliki lebih banyak barang. Seperti hasil survei beberapa peneliti, materialisme dan konsumerisme meningkatkan stres. Stres karena tidak punya cukup ruangan tempat barang, tidak cukup uang untuk memenuhi keinginan berbelanja barang baru, tidak cukup waktu untuk merapikan dan membersihkan barang-barang dan sebagainya. Akhirnya semua berujung pada stres.
Dengan berkurangnya keinginan memiliki hal yang bersifat materi, kebutuhan juga berkurang dan hidup bahagia dengan barang secukupnya. Inti dari gaya hidup minimalis:
1. Lebih menghemat uang karena daftar belanja sudah banyak berkurang.
2. Pengembangan pribadi dan apresiasi yang lebih baik terhadap segala sesuatu yang berguna dan dibutuhkan.
Joshua Fields Millburn dan Ryan Nicodemus yang tinggal di Montana, Amerika Serikat, banyak menulis tentang hidup bahagia dengan sedikit barang dan mengulas berbagai hal mengenai gaya hidup minimalis bagi empat juta pembacanya dan menjadi trending topic di berbagai media seperti: ABC, CBS, TIME, Wall Street Journal, Forbes, New York Times, The Atlantic, USA Today, NPR dan National Post. Menurut Millburn dan Nicodemus, minimalisme bukanlah gaya hidup yang radikal, tapi merupakan alat untuk melepaskan diri dari barang-barang yang tidak diperlukan dan menjalani hidup yang lebih bermakna, lebih bahagia, lebih bebas. Fokus hanya pada hal-hal yang penting saja: kesehatan, hubungan interpersonal, passions, pengembangan diri dan apa yang bisa menjadi kontribusi kita terhadap lingkungan dan orang lain.
Ada tiga kategori individu ketika dihadapkan pada pilihan mengubah gaya hidup:
1. Tipe OK : Barang-barang ini mau disumbangkan ke siapa?
2. Tipe Si Ogah : Aku ga punya masalah dengan tumpukan barang-barang ini. Yang aku butuhkan hanyalah gudang yang lebih gede, rumah yang lebih luas.
3. Tipe Gimana Ya : Aku sih tertarik tapi aku ga tau harus mulai dari mana.
Beberapa poin yang akan saya contoh dari gaya hidup minimalis dari orang-orang yang telah menjalaninya:
1. Tidak memiliki barang lebih atau ekstra. Menyimpan dan memiliki barang-barang yang sering dipakai dan menambah nilai dalam hidupnya, jadi tidak ada cadangan dan tidak menyimpan item ‘siapa tau suatu saat butuh’.
2. Tanyakan pada diri sendiri:
- Apakah saya masih membutuhkan barang ini?
- Kapan terakhir saya menggunakannya?
- Apa yang terjadi jika saya membuangnya?
- Adakah orang lain yang lebih membutuhkan barang ini dari saya?
3. Tidak memberi arti sentimental pada setiap barang yang dimiliki karena semua barang bisa digantikan. Jadi jika kehilangan barang karena dicuri atau rusak, kita bisa mendapatkan yang baru.
4. Mencatat dan memperhatikan barang atau hal apa saja yang membuat kita harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli atau merawatnya. Jadi barang yang membutuhkan biaya pemeliharaan tinggi atau konsumsi listrik besar misalnya, lebih baik tidak saya gunakan lagi.
5. Jaga jarak dengan teman-teman 'palsu', yang 'beracun' atau hubungan yang tidak sehat. Seleksi lingkaran teman-teman dan juga kenali mana yang tulus dan mana yang bertopeng. Tidak perlu menguras emosi dengan memikirkan dan mempertahankan hubungan yang tidak sehat seperti itu.
6. Belajar mengatakan tidak untuk hal-hal yang membuat hidup menjadi tidak nyaman seperti bergosip, melayani orang-orang yang bermaksud hanya mengambil keuntungan dari keberadaan kita.
7. Menyortir koleksi pakaian dan aksesoris lain-lain agar lemari pakaian lebih ‘lega’. Sebenarnya saya tidak perlu memiliki selusin blus putih, 6 celana hitam, 6 celana jins, aneka cardigan: panjang, pendek, tebal, tipis, celana casual full set: setengah paha, selutut, setengah betis, semata kaki, atau koleksi sepatu dan tas yang warnanya tidak kalah lengkap dibandingkan dengan koleksi pensil warna anak saya. Dengan memangkas isi lemari dan meninggalkan hanya item-item yang dapat saya kombinasikan pemakaiannya dengan sistem mix 'n match, saya yakin tetap bisa tampil chic dan percaya diri. Saya cukup menambahkan aksesoris, menyampirkan syal atau memakai blazer untuk acara yang lebih formal.
Salah seorang teman menerapkan sistem one in one out. Jadi setiap kali ia membeli satu blus baru, ia akan mengeluarkan satu blus lama dari lemarinya untuk dilungsurkan. Dengan sistem seperti ini, lemarinya tetap rapi, tidak kepenuhan. Ada juga kenalan saya yang menetapkan koleksinya untuk satu periode tertentu, misalnya enam bulan. Jadi selama enam bulan tersebut, ia akan memakai koleksi pakaian yang ada di lemarinya saat itu. Setelah enam bulan, semua isi lemari akan diganti dengan satu set item baru.
Thomas Gilovich, professor psikologi dari Cornell University, mempelajari tentang bagaimana pengaruh pengalaman dan kepemilikan terhadap tingkat kebahagiaan seseorang. Mengapa melakukan sesuatu yang disenangi membuat orang lebih bahagia daripada memiliki sesuatu? Jawabannya : Pengalaman menjadi bagian dari diri kita karena menambah koneksi sosial dengan orang lain dan tidak memicu rasa iri hati seperti perasaan yang kerap muncul ketika melihat orang lain punya lebih banyak materi dan hidup berkelimpahan.
Sebenarnya sejak tahun 2009 saya sudah mulai menerapkan gaya hidup minimalis dengan mengurangi nonton TV, tidak ada TV dalam kamar tidur, memaksimalkan penggunaan laptop (komputer desktop telah saya lungsurkan), berhenti berlangganan koran dan majalah dan beralih ke langganan media versi digital, banyak mengunduh e-books, menyortir isi lemari setiap enam bulan, beralih ke menu harian yang lebih praktis atau tidak banyak diproses dan kembali traveling. Dalam pergaulan sosial, saya mulai menyortir teman dan menjaga jarak dengan teman-teman yang selama ini hanya sekedar untuk urusan basa-basi dan memutuskan hubungan dengan yang benar-benar ‘beracun’ (toxic friends). Saya tidak perlu lagi menghamburkan emosi dan pikiran untuk hubungan yang tidak sehat seperti ini.
Ternyata setelah lima tahun menjalani hidup ala minimalis, saya merasa jauh lebih ‘ringan’ dan punya lebih banyak waktu mewujudkan beberapa obsesi saya yang tertunda selama ini. Hasilnya? Saya bisa tersenyum lega, lebih lebar dan lebih manis dari sebelumnya. Untuk tahun 2016 dan seterusnya, saya berkomitmen pada diri sendiri untuk lebih banyak dan lebih serius lagi menjalani gaya hidup minimalis.
Komentar
Saya juga pengen hidup…
Saya juga pengen hidup minimalis. Dari baca saja sudah kebayang enaknya.
Tambah komentar baru