Tidak semangat bangun pagi, malas pergi ke kantor, menjadi pelupa atau badan lesu mungkin pertanda adanya sesuatu yang mengganggu pikiran dan perlu ditangani segera.
Tekanan kehidupan atau biasa disebut stres, bukan fenomena baru. Dahulu stres bisa ditimbulkan oleh musuh/perang antar kelompok, kelaparan, serangan hewan liar, dan sebagainya. Saat ini, stres banyak muncul dari pekerjaan yang dikejar tenggat waktu (deadline), antrian panjang, birokrasi yang berbelit-belit, kekurangan waktu untuk bersantai, macet di jalan, bos yang galak, otoriter, dan sebagainya (faktor eksternal) atau dari dalam diri individu itu sendiri (faktor internal). Orang yang terlalu perfeksionis, atau yang kurang tegas dalam bertindak, pesimis dan mempunyai harapan yang tidak realistis, cenderung mengalami stres.
Stres adalah suasana hati yang sangat tidak menyenangkan karena berada dalam situasi yang tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan, atau bisa juga justru dari kejadian yang sangat menyenangkan yang datang dengan tiba-tiba seperti kejutan mendapatkan hadiah yang luar biasa. Hal yang menjadi pemicu kondisi stres disebut stressor.
Gejala Stres
Reaksi Terhadap Stres
Kejadian ekstrim, baik yang sangat tidak menyenangkan maupun yang luar biasa menyenangkan, menyebabkan sistem saraf kita bereaksi dengan mengeluarkan hormon adrenalin dan hormon kortisol. Kedua hormon ini akan menyalakan alarm tubuh sehingga tubuh berada pada posisi siaga untuk melawan atau menghindar dari situasi stres.
Detak jantung dan tekanan darah akan meningkat. Orang yang sedang stres jarang yang duduk diam saja. Mereka akan berjalan mondar-mandir dalam ruangan, gelisah, tangan berkeringat, raut wajah suram, otot menjadi tegang, nafas memburu, indera menjadi lebih peka dan konsentrasi terganggu karena sedang tidak fokus. Jadi ketika hormon ekstra itu masuk ke dalam darah dan tidak dipergunakan atau kondisi stres terus menekan, tubuh kita akan menjadi rentan terhadap penyakit.
Stres yang tidak ditangani dengan baik juga akan mempengaruhi fungsi mental individu. Gangguan keseimbangan mental akan membuat orang menjadi frustrasi dan menimbulkan reaksi seperti:
- Agresi: marah, jengkel, melempar barang, menyerang orang lain, melukai diri sendiri
- Depresi: murung, menarik diri dari lingkungan, sedih, tiba-tiba menjadi pendiam, mengurung diri di kamar
- Apatis: acuh tak acuh, tidak peduli dengan sekelilingnya, tidak mau mengikuti aturan
- Regresi: bertingkah laku seperti anak kecil, merengek-rengek, dalam artian mengalami kemunduran dari taraf perkembangan sebelumnya.
Respons tubuh terhadap stres merupakan cara untuk melindungi diri kita. Stres yang ditangani dengan baik dapat membantu individu menjadi lebih fokus, waspada, energetik karena kondisi stres memberikan kekuatan ekstra seperti refleks menekan rem untuk menghindari kecelakaan. Respons inilah yang mendorong kita untuk berkonsentrasi penuh saat bermain games supaya menang, meskipun jantung berdegup kencang, atau yang memaksa kita untuk belajar sebelum menghadapi ujian.
Faktor pencetus stres tidak selalu hal-hal negatif. Hal yang menyenangkan seperti pernikahan, prestasi yang luar biasa, liburan atau bahkan memiliki anggota keluarga baru, bisa menjadi pemicu stres tanpa kita sadari.
Pada tahun 1967, psikiater Thomas Holmes dan Richard Rahe melakukan riset terhadap 5000 pasien untuk menentukan sejauh mana faktor stres dapat mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Hasilnya dipublikasikan dalam suatu skala yang dikenal dengan Holmes and Rahe Stres Scale.Mereka menemukan korelasi positif antara peristiwa yang stresful dengan gangguan fisik. Skala ini berisi daftar beberapa peristiwa yang menjadi pemicu stres dan setiap peristiwa diberi nilai (units). Individu memilih peristiwa apa saja yang dialami selama setahun terakhir dan angka-angka itu dijumlahkan untuk mendapatkan nilai akhir. Dari nilai akhir akan diperoleh gambaran kasar tentang sejauh mana kondisi stres dapat mempengaruhi kesehatan orang tersebut.
Tabel Skala Stres
PERISTIWA | Nilai-Unit |
---|---|
Kematian pasangan hidup | 100 |
Perceraian | 73 |
Perpisahan (dalam perkawinan) | 65 |
Dipenjara | 63 |
Kematian anggota keluarga dekat | 63 |
Kecelakaan atau sakit | 53 |
Pernikahan | 50 |
Dipecat dari pekerjaan | 47 |
Rujuk dengan pasangan | 45 |
Pensiun | 45 |
Kondisi kesehatan anggota keluarga | 44 |
Kehamilan | 40 |
Gangguan seksual | 39 |
Kelahiran anggota keluarga baru | 39 |
Perubahan dalam bisnis | 39 |
Perubahan kondisi keuangan | 38 |
Kematian teman dekat | 37 |
Perubahan bidang pekerjaan | 36 |
Perubahan frekuensi bertengkar dengan pasangan | 35 |
Jumlah pinjaman bank yang besar | 32 |
Pelunasan kredit | 30 |
Perubahan tanggungjawab dalam pekerjaan | 29 |
Anak meninggalkan rumah | 29 |
Masalah dengan ipar | 29 |
Prestasi pribadi yang luar biasa | 28 |
Pasangan mulai bekerja atau berhenti bekerja | 26 |
Awal atau akhir masa sekolah | 26 |
Perubahan lingkungan hidup | 25 |
Perubahan kebiasaan | 24 |
Masalah dengan atasan | 23 |
Perubahan jam kerja atau kondisi kerja | 20 |
Pindah rumah | 20 |
Pindah sekolah | 20 |
Perubahan kegiatan mengisi waktu luang | 19 |
Perubahan kegiatan kerohanian | 19 |
Perubahan kegiatan sosial | 18 |
Jumlah pinjaman bank sedang | 17 |
Perubahan jam tidur | 16 |
Perubahan frekuensi acara keluarga | 15 |
Perubahan pola makan | 15 |
Liburan | 13 |
Hari besar/Hari raya | 12 |
Tindakan kejahatan yang ringan | 11 |
Nilai Akhir
Nilai 300+: Resiko tinggi, 80% kemungkinan sakit karena faktor stres.
Nilai 150-299: Resiko sedang, 50% kemungkinan sakit karena faktor stres.
Nilai <150: Resiko ringan, 30% kemungkinan sakit karena faktor stres.
Coba pikirkan apakah betul ketika anda mengalami salah satu peristiwa yang tertera dalam tabel skala stres itu, adakah unsur stres terselebung yang membuat anda gelisah atau tidak bisa tidur?Jika ada kondisi pemicu yang terasa mengganggu, kita dapat belajar untuk mengendalikan diri dan mengenal sejauh mana daya tahan kita menghadapinya.
Berikut: Menyiasati Stres (II)
Catatan: Tulisan ini pertama muncul di blog lama Patahtumbuh tanggal 2 Juli 2013.
Tambah komentar baru