Pernah merasa cemburu pada pasangan? Pada saat kita cemburu, hati akan selalu gelisah dan penuh curiga. Sudah jelas, perasaan cemburu itu tak enak! Siapa yang suka perasaan cemburu atau keadaan diri sedang cemburu? Tak ada! Karena itu, kita harus usahakan untuk mengatasinya. Bagaimana caranya?
Pertama, kita harus tahu sebab mengapa kita cemburu. Dari sebab itu kita akan mencari tahu bagaimana cara mengatasi rasa cemburu ini.
Biasanya akar dari rasa cemburu adalah karena kita merasa memiliki pasangan kita, baik itu pacar atau istri. Yang pada kenyataannya kita tidak benar-benar memiliki seseorang. Dia adalah individu yang berbeda, diluar dari diri kita. Bagaimana kita bisa memiliki seseorang? Saya pernah membaca makna dari “memiliki seseorang”. Memiliki berarti kita berhak atas jiwa dan raga orang tersebut. Apakah mungkin kita berhak atas jiwa dan raga pasangan kita? Apakah kita berhak untuk memukul pasangan sesuka hati kita? Kita berhak apabila kita benar-benar memiliki dia. Kita berhak untuk memotong lengannya, pokoknya sesuka hati kita melakukan apa pun terhadap dirinya, bahkan membunuhnya. Apakah itu benar? Tentu tidak! Karena kita bukan pemilik pasangan kita.
Tapi perasaan memiliki itu ada. Coba kita telusuri hati kita, bagaimanakah rasanya perasaan memiliki itu. Misalnya, kita tidak ingin pasangan kita berciuman dengan orang lain, dengan pria lain, apabila pasangan kita itu adalah seorang wanita, karena kita mau bibirnya adalah hanya untuk kita. Kita mau berkuasa atas dirinya, dalam hal ini, bibirnya. Sekarang pertanyaannya, apakah itu yang dinamakan cinta? Tidak! Itu namanya ingin menguasai. Secara tidak sadar, kita haus akan kekuasaan. kekuasaan untuk siapa? Untuk diri kita, bukan untuk pasangan kita. Artinya kita tidak mencintai pasangan kita, melainkan kita hanya memikirkan diri kita sendiri.
Bila kita mencintai seseorang, kita ingin dia bahagia. Kita akan berusaha mati-matian untuk itu. Kita akan berjuang dengan segala kemampuan kita untuk membuat dia bahagia. Itulah cinta. Jadi kalau kita mau tahu apakah dia benar-benar cinta, cukup perhatikan apakah dia pernah berusaha membuat kita bahagia. Apabila tidak, dia tidak pernah benar-benar mencintai kita! Dia hanya mencintai, mungkin harta atau penampilan kita. Dia bangga pada saat berjalan bersama kita bertemu dengan teman-temannya. Ujung-ujungnya adalah rasa bangganya itu. Berarti dia tidak benar-benar mencintai kita.
Mencintai itu adalah memberi. tapi kita merasa tidak bisa memberi, tidak bisa mencintai apabila orang tersebut tidak mencintai kita juga. Ini berarti cinta kita bukan cinta yang sesunguhnya. Bisa dikatakan bahwa kita adalah pedagang, karena kita memberi dan mengharapkan imbalan. Kita memberi cinta sebesar 50 dan berharap pasangan memberikan cintanya 70. Kita merasa beruntung jika pasangan memberi lebih besar. Itu adalah pedagang, bukan cinta. Cinta yang sesungguhnya memberi secara tulus. Apabila orang tersebut tidak mencintai kita, tidak masalah. Itu wajar, lumrah. Dan lumrah juga apabila kita dan dia saling mencintai dengan tulus. Itu adalah normal, alami.
Dalam mencintai seseorang, kita tidak boleh punya perasaan memiliki. Malahan harus siap untuk “kehilangan” orang tersebut. Bagaimana kita bisa katakan kehilangan kalau kita tidak pernah memiliki. Jadi apa yang hilang? Mungkin cintanya, mungkin pertemanan dengannya, yang jelas, bukan dirinya.
Apakah kita siap untuk mencintai seseorang dengan cinta yang sebenarnya? Saya pribadi akan mencoba. Untuk apa? Apa manfaat dari mencintai yang sebenarnya? Tentu ada. Tapi mengapa mempertanyakan manfaat? Kalau kita hanya ingin melakukan sesuatu yang berguna untuk diri kita, bukankah itu namanya egois? Secara naluriah mungkin kita cenderung egois, tapi kalau kita berpikir lebih jauh, mengapa kita tidak mencoba untuk melakukannya? Mencintai dengan tulus?
Tambah komentar baru