Tujuh jam sesudah saya menulis note tentang pemakaian kata “terdampar di tengah laut” di dalam berita yang lain saya menemukan kata aneh berikutnya, “terempas ke udara” ... (“Avanza Terempas ke Udara Setelah Tertabrak KRL di Pelintasan Tanah Kusir”, Kompas.com, 25 Desember 2015 --
Lagi-lagi kening saya berkerut, karena makna “hempas/empas” yang saya pahami tidak memungkinkan adanya kata “terempas ke udara” ataupun “terhempas ke udara”. “Empas” atau “hempas” adalah verba yang menunjukkan kejadian tentang sesuatu yang bergerak sangat cepat, tapi bukan atas kehendak sendiri, ke sesuatu yang bersifat seperti tempat/benda yang menunggu, sebagai tempat gerakan yang cepat itu berhenti, atau sebagai sasaran tempat sesuatu yang bergerak cepat itu mendarat.
+ A menghempaskan/mengempaskan buku itu ke meja.
+ Karena lelah B menghempaskan/mengempaskan tubuhnya ke kasur, setelah empat jam tersandera dalam kemacetan lalu lintas.
+ C mengempas-empaskan adonan martabak itu ke wadah seperti talenan besar yang terbuat dari plastik berwarna putih.
+ Sepeda motor yang ditunggangi D terperosok ke lubang jalan, dan D sendiri terhempas/terempas ke trotoir.
+ Judoka E menjadi pemenang setelah menghempaskan/mengempaskan lawannya, F, ke kanvas.
+ Entah tidak melihat atau entah karena tidak mengerti apa maksud caution sign bertuliskan wet floor, G jalan bergegas, terpeleset, dan terempas ke lantai.
+ Angin kencang yang datang tiba-tiba, menghempaskan/mengempaskan pesawat kecil itu ke tebing terjal di pegunungan Jayawijaya.
Rasanya tak pernah ada yang namanya “terempas ke udara” jika yang dimaksud adalah “terpelanting”, “terpental”, atau “melambung/terlambung/terlambungkan”. Jiaaaaaaaah ... itu mungkin perasaan saya saja, ya ...
Catatan : Tulisan ini sebelumnya muncul sebagai note di akun facebook penulis.
Tambah komentar baru