Membuat Hidup Jadi Menyenangkan

Sudah dua minggu saya ikut kelas malam pelajaran bahasa Mandarin yang diselenggarakan Community College di gedung sekolah sebuah SMP di kota saya tinggal. Sebenarnya saya sudah terlambat sekali ikut kursus yang dirancang khusus untuk pendatang di negara ini (Taiwan). Teman sekelas saya pada umumnya berusia jauh di bawah saya. Kursus ini sepenuhnya mendapat subsidi dari pemerintah Taiwan. Murid-murid di kelas saya ada yang dari Vietnam, Myanmar, Thailand, Filipina, dan yang paling banyak dari Indonesia. Dari beberapa orang Indonesia yang ada dalam kelas kami, seorang di antaranya adalah Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja merawat seorang tua.

Awalnya saya pikir kami hanya akan diajari membaca dan menulis bahasa Mandarin, ternyata lebih dari itu. Guru kami menggunakan alat bantu lihat (Visual Aids) yang semuanya dia buat sendiri, termasuk materi pelajaran. Semua dia susun sendiri agar sesuai dengan kebutuhan pendatang. Selain belajar dalam kelas, kami juga diajak jalan-jalan ke berbagai lokasi di luar kelas yang waktunya disesuaikan dengan jadwal kami. Tapi yang paling membuat saya terharu adalah apa yang dikatakan guru kami. Saya coba menuliskan inti uraiannya pada malam kedua saya ikut belajar di kelas itu. 

“Pemerintah Taiwan sangat memperhatikan para pendatang. Kami menerima kalian semua dengan tangan terbuka. Kami sangat gembira kalian memilih datang ke negara kami. Kami ingin kalian merasa nyaman tinggal di sini. Untuk itu penting bagi kalian bisa berkomunikasi dengan baik. Karena itu pemerintah membuat kursus-kursus seperti ini agar kalian bisa belajar bahasa Mandarin dan mengenal kebudayaan serta kebiasaan orang Taiwan. Bila komunikasi lancar, kalian juga bisa berbagi kebudayaan kalian kepada kami. Itu adalah hal yang sangat kami hargai. Sangat menarik bagi kami mempelajari berbagai kebudayaan dari luar. Dunia ini begitu menarik dengan beraneka ragam manusia dan kebudayaan masing-masing. Bila kita saling mengenal dengan baik, tidak akan ada lagi batas di antara kita. Kami tidak ingin ada ungkapan seperti “oh… kami orang ini, oh, kalian orang itu…” Kita semua sama, manusia. Sekarang kita semua tinggal di sini. Kita bisa membuat hidup ini menyenangkan dengan saling membantu dan saling mengasihi. Jadi, selamat datang dan mari kita belajar bersama-sama.” 

Guru

Ibu guru bicara panjang lebar, tapi tidak ada reaksi kecuali senyum dari para murid. Mungkin mereka tidak mengerti sepenuhnya, atau mungkin mereka tidak tahu mau bilang apa. Saya berkata, “Terimakasih, Bu Guru.” 

Catatan: Kisah ini pertama muncul di linimasa Facebook Penulis pada tanggal 25 Oktober 2018.

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.

Recretional Vehicle (RV) adalah kendaraan yang telah dimodifikasi sedemikian rupa…

Rose Chen

Aktris Dian Sastrowardoyo berbicara blak-blakan tentang putera sulungnya yang didiagnosis autis…

Lilian Gunawan

Saya pernah menulis mengenai ramalan pengarang dan sejarawan Amerika Serikat, Jared Diamond…

Rose Chen

Baik format JPG mau pun PNG merupakan format file untuk gambar atau…

Aldus Tolvias

Saya ke Manila memenuhi undangan untuk suatu acara. Berhubung waktu terbatas dan tidak mau…

Lilian Gunawan

Foto oleh Clement Tanaka

Lilian Gunawan

Liburan musim panas di bulan Juni 2019, kami memutuskan untuk  trekking ke gunung yang sering…

Lilian Gunawan

Catatan: Tulisan ini pertama muncul di dinding Facebook Penulis pada tanggal 5 Juli 2019. …

Rose Chen

FaceApp adalah aplikasi mobile yang tersedia baik di iOS maupun Android yang dikembangkan oleh…

Aldus Tolvias