Pukau dan Tak Tepermanai

Catatan: Tulisan ini pertama muncul di akun Facebook Penulis pada tanggal 10 Mei 2019.

Dua atau tiga tahun yang lalu --saya merasa tidak pasti-- seorang mahasiswa saya memakai kata “terpukau” dalam naskah yang dia tulis. Saya bertanya, apa arti “terpukau”. Dia katakan, artinya terpesona, kagum. Mahasiswa itu dapat menerangkan bahwa “terpukau” adalah keadaan yang menunjukkan bahwa seseorang seperti tersihir, agak heran, dan mengagumi apa yang dia lihat/dengar yang sifatnya agak luar biasa. Kemudian saya tanya lagi, apa arti “memukau”. Jawaban dia, membuat orang terpesona dan kagum. Dia benar.

Pertanyaan saya berikutnya, apa arti kata “pukau”. Sayangnya, mahasiswa ini terdiam, senyum agak malu dan menoleh kepada teman di sampingnya. Dia tak dapat menerangkannya. Saya tanya mahasiswa yang di sampingnya itu. Mahasiswa kedua ini juga tidak tahu. Mahasiswa ketiga pun demikian. 
Akhirnya saya minta kepada semua mahasiswa di kelas itu (sekitar 30 orang; generasi kelahiran 1998/1999), agar tidak melihat HP serta menutup laptop, dan jika ada yang tahu makna “pukau” silakan bicara. Semuanya diam. Artinya, tidak ada yang tahu, tapi mengerti arti dan biasa memakai kata “terpukau” dan “memukau”.
Saya menduga ada banyak kata dasar yang tidak dikenal oleh pemakai bahasa sekarang, tetapi dipahami artinya dan dipakai setelah kata itu mendapat imbuhan.

Di kampung saya --di Sumatera Barat-- sekian puluh tahun yang silam orang percaya bahwa pencuri sering memukau penghuni rumah sebelum dia beraksi pada malam hari. Rumah di kampung itu kebanyakan rumah panggung. Menurut cerita, pencuri biasanya masuk ke kolong rumah dan meniupkan pukau (ada yang mengatakan lewat asap rokok) lewat celah-celah lantai yang terbuat dari papan. Karena pukau itu para penghuni rumah tertidur dan si pencuri dapat beraksi leluasa. Sama sekali saya tidak tahu apakah cerita itu berangkat dari kejadian yang sebenarnya atau hanya cerita dari mulut ke mulut yang dipercayai.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) saya temukan makna “pukau” ada dua: tepung dari biji kecubung yang dipakai untuk memabukkan atau menyebabkan orang tidur nyenyak (dipakai oleh pencuri); daya tarik atau pesona. Makna yang pertama sesuai dengan cerita yang pernah saya dengar dulu.

Apakah anda mengerti makna semua kata dasar untuk kata berimbuhan yang sering dipakai dalam media massa ataupun dalam percakapan sehari-hari sekarang? Mungkin tidak, tapi saya berharap saya salah.

*

Kasus berikutnya adalah cerita dari dialog pakai SMS (waktu itu belum ada WA) dengan mantan mahasiswa saya (angkatan 1980; generasi kelahiran awal 1960-an). Saya tidak ingat, topik dialog itu. Waktu saya menyebut sesuatu yang elok, dan saya tulis “indah tak tepermanai”, lawan dialog saya bertanya, “Apa itu tepermanai?” Saya balik bertanya, apakah dia tak pernah membaca/mendengar kata itu. Dia jawab, “Nggak pernah.” Maka saya jelaskan, “Artinya, tiada tara.”

Menurut KBBI, makna “tepermanai” (dengan memberi catatan “entri varian: tiada tepermanai”) adalah tiada terbilang (banyak sekali); tiada ternilai (berharga sekali dan sebagainya). Jika makna ini yang dipakai tentu bentuk “tak tepermanai” tidaklah tepat dan cukup dipakai “tepermanai”.
Ini mirip dengan kasus kata “bergeming” (diam, tidak begerak sedikit pun) yang dulu kerap dipakai dalam bentuk “tidak bergeming” untuk menyatakan tidak surut, tidak gentar walaupun diancam, atau bertahan tak memberikan respons. Saya tidak tahu pasti pendapat ahli bahasa Indonesia tentang “tak tepermanai” dan “tepermanai” ini.

Barangkali banyak kata dalam bahasa Indonesia dulu yang kini tidak lagi anda ketahui karena tidak pernah membaca dan mendengarnya. Atau jangan-jangan jumlahnya banyak nian, tak tepermanai? Mudah-mudahan, saya salah lagi.

Buah Kecubung
Buah kecubung. Sumber: Pixabay

 

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

Recretional Vehicle (RV) adalah kendaraan yang telah dimodifikasi sedemikian rupa...

Rose Chen

Aktris Dian Sastrowardoyo berbicara blak-blakan tentang putera sulungnya yang didiagnosis autis...

Lilian Gunawan

Saya pernah menulis mengenai ramalan pengarang dan sejarawan Amerika Serikat, Jared Diamond...

Rose Chen

Baik format JPG mau pun PNG merupakan format file untuk gambar atau...

Aldus Tolvias

Saya ke Manila memenuhi undangan untuk suatu acara. Berhubung waktu terbatas dan tidak mau...

Lilian Gunawan

Foto oleh Clement Tanaka

Lilian Gunawan

Liburan musim panas di bulan Juni 2019, kami memutuskan untuk  trekking ke gunung yang sering...

Lilian Gunawan

Catatan: Tulisan ini pertama muncul di dinding Facebook Penulis pada tanggal 5 Juli 2019. ...

Rose Chen

FaceApp adalah aplikasi mobile yang tersedia baik di iOS maupun Android yang dikembangkan oleh...

Aldus Tolvias