bersama Rose Chen
Selama ini kalau kita mendengar ‘pemanasan global‘, yang terlintas di pikiran adalah efek dari industri yang berkembang pesat, kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil yang menghasilkan gas karbondioksida (CO2) yang sebenarnya adalah gas yang dibutuhkan oleh tanaman, namun seiring berkurangnya hutan, CO2 akhirnya melayang bebas dan memenuhi atmosfir, menyerap dan memerangkap radiasi, sehingga bumi makin panas. (kok kayak film jadul ‘Bumi Makin Panas’?)
Sebenarnya disamping CO2, ada gas yang lebih berbahaya jika melayang bebas di atmosfer, jangka hidupnya lebih singkat, namun punya kemampuan memerangkap radiasi (heat trapping) 23 kali lipat lebih ampuh dari CO2 , yaitu gas methane (CH4).
Dalam keseharian, methane digunakan sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, misalnya gas alam untuk memasak, industri, dan lain-lain. Sisa pembakarannya (CO2) tidak sebanyak bahan bakar fosil.
Dalam alam methane adalah gas yang dilepas oleh makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang mati dan membusuk, juga sawah ladang yang habis dipanen. Dari semua itu, yang paling handal dalam pelepasan gas methane ke atmosfir adalah binatang memamah biak, (ngunyah, ngunyah, telan, keluarin dan kunyah terus untuk sejumput rumput sampai bakteri makin berkembang dan berkembang, kemudian mereka sendawa dan kentut.) Dan diantara semua tukang kunyah itu yang jadi kambing hitam utama dalam hal pemanasan global adalah sapi. Menurut survey satu ekor sapi membuang gas methane sebanyak 250-500 liter setiap hari. Bandingkan dengan tangki mobil.
Apa Arti ‘Global Warming’
Global Warming adalah peningkatan suhu bumi (kira-kira 1°C) dalam waktu relatif singkat (satu hingga dua abad) yang diakibatkan perbuatan manusia.
Hah? Satu abad kok dibilang singkat?
– Kan saya bilang ‘relatif’…
Cuaca, bersifat lokal dan menerangkan jangka waktu yang singkat. Misal, hari ini Jakarta berawan dan hujan, suhu sekitar 29°C. Itu cuaca. Iklim menerangkan keadaan dalam waktu yang panjang dan area liputan yang lebih luas. Misal, iklim Indonesia adalah tropis. Sepanjang tahun panas dan lembab. Suhu rata-rata sekian derajat. Nah, panjang waktu dalam membicarakan iklim itu berabad-abad, sehingga jika ada perubahan suhu rata-rata 1 derajat saja, adalah sangat besar artinya.
Pada bulan Februari 2007, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu grup yang terdiri dari kira-kira 2500 ilmuwan dari seluruh penjuru dunia, berkumpul di Paris untuk mendiskusikan dan membandingkan catatan mereka. Kesimpulannya, bumi memanas 0,6° C antara tahun 1901 dan 2000. Tetapi pada perhitungan antara tahun 1906 hingga 2006, kenaikan temperatur adalah 0,74°! Dari penelitian mereka, jelas bahwa pada tahun-tahun terakhir suhu bumi meningkat semakin cepat. Hasil penelitian mereka bisa dibaca di situs NASA.
Penyebab global warming adalah greenhouse effect.
Apa Arti ‘Greenhouse Effect’ ?
Bayangkan satu mobil di parkiran terbuka di siang hari. Setelah beberapa jam, waktu kita masuk kembali ke dalam mobil itu, suhu dalam mobil jauh lebih panas dari suhu di luar. Ini terjadi karena sinar matahari yang masuk diserap oleh tempat duduk, dashboard dan semua bagian dalam mobil.
Bagian-bagian dalam mobil ini memancarkan panas juga, tetapi gelombang panasnya beda dengan gelombang sinar matahari. Panas yang dipancarkan bagian dalam mobil, tidak semua keluar dari kaca jendela, tapi sebagian terpantul kembali ke dalam, sehingga panas lebih banyak masuk daripada keluar.
Kejadian hampir serupa terjadi pada bumi kita, bumi kita seperti bola raksasa yang terbungkus oleh atmosfir (satu lapisan terdiri dari beberapa jenis gas yang melindungi bumi dari sinar ultraviolet matahari). Tentu saja greenhouse effect (efek rumah kaca) jauh lebih rumit dari mobil yang jadi oven. Kira-kira 70% panas dari sinar matahari diserap oleh isi bumi, tanah, air, tumbuhan dan lain-lain, 30% dipantulkan kembali ke ruang angkasa. Yang 70% itu, lambat laun juga akan dipancarkan kembali, sebagian kembali ke ruang angkasa, tapi sebagian diserap oleh zat tertentu di atmosfir seperti karbon dioksida (CO2), nitrous oxide (N2O), methane dan uap air. Jadi sebenarnya efek rumah kaca itu penting untuk menjaga bumi tetap lebih hangat dari luar angkasa. (Ingatkan, bahwa semakin jauh dari permukaan bumi, udara semakin dingin. Sewaktu kita naik pesawat, biasanya pilot akan menyapa para penumpang dan menerangkan sedikit mengenai penerbangan termasuk suhu dalam kabin dan suhu di luar kabin). Jika tidak ada efek rumah kaca, wah, kita semua bisa membeku. Kata ahli, tanpa atmosfer, suhu permukaan bumi mungkin 30 derajat lebih rendah dari sekarang.
Hubungan Global Warming dengan Greenhouse Effect
Efek rumah kaca yang alami terganggu sejak revolusi industri. Produk sampingan berupa gas-gas terutama CO2 terlalu banyak terbuang ke atmosfer dan CO2 ini menyerap infra merah. Selain itu gas greenhouse lain yang penting adalah N2O yang kemampuan menyerap energinya 270 kali CO2. N2O merupakan produk sampingan pupuk nitrogen.
Gas lain adalah methane yang menyerap infra merah 23 kali lipat CO2.
Kata orang, yang berlebihan itu tidak baik. Global warming adalah greenhouse effect yang berlebihan.
Bukan tanpa alasan sapi jadi kambing hitam (Sapi ya sapi, kambing ya kambing, bagaimana nih menuduh sapi jadi kambing, hitam pula itu....), seiring dengan kebutuhan manusia akan semua yang menyangkut sapi, dari susu sampai daging, mau tak mau peternakan sapi digalakkan di seluruh dunia, urutan pertama penyebab deforestation (penebangan hutan, sekarang banyak disebut deboisasi) Amazon adalah cattle ranching (peternakan sapi). Semakin banyak sapi, sudah pasti semakin banyak yang sendawa dan kentut. Tahun 2003 New Zealand mengusulkan peternak dikenakan Flatulence Tax, atau sering disebut sebagai Fart Tax alias Pajak Kentut untuk sapi dan domba mereka tetapi mendapat protes dari publik. Pemerintah New Zealand terus menerus berusaha memperbaharui rencana ini dan mungkin akan benar-benar diterapkan sejak 2015. Kita tunggu saja!
Tentunya bukan cuma sapi, 7 milyar manusia juga tak lepas dari tanggung jawab, baik si pemakan segala maupun kaum vegetarian ataupun kaum vegan. Binatang yang mungil seperti kecoa juga tak luput dari tuntutan. Konon kecoa kentut 15 menit sekali, dan akan terus melepas gas methane sampai 18 jam setelah kematiannya.
Memang tak ada yang bisa melarang orang sendawa apalagi kentut. Jika methane bisa dipanen dari sisa penambangan batu bara, tentu beda kalau harus panen dari makhluk hidup yang sporadis. Beberapa cara telah dicoba oleh peneliti bekerja sama dengan peternak untuk mengurangi methane yang dihasilkan sapi-sapi ini seperti memberi pil dan mengubah dietnya. Dari penelitian, diketahui sapi yang makan rumput alami (tanaman liar), methane yang dihasilkan jauh lebih sedikit dari sapi yang makan rumput yang sengaja ditanam (rumput tertentu yang tumbuh cepat supaya banyak hasilnya). Selain itu juga telah dicoba untuk memerangkap methane dengan memelihara sapi dalam ruang tertutup (ugh). Untuk manusia, kalau sayang bumi dan tidak malu memanennya walau di depan umum… ada ini… hahahaha.
Mana tau beberapa tahun lagi kentut kita bisa dijual untuk dijadikan bahan bakar? wakakakaka…
Tulisan ini pertama muncul di blog patahtumbuh tanggal 28 November 2014
Add new comment