Kata "mengkritisi/dikritisi" kian sering muncul di media massa. Kata ini kerap menimbulkan kesalahpahaman.
Dalam KBBI, 'kritis' sebagai dua lema. Pertama, lema bermakna dua yaitu 'dalam keadaan kritis, gawat, genting', dan 'dalam keadaan yang paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha'. Lema kedua memiliki tiga makna: 1. bersifat tidak lekas percaya, 2. bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan, 3. tajam dalam penganalisaan. Pada lema kedua, terdapat sublema bentukan dari 'kritis' yaitu 'mengkritis' (maknanya: menjadikan kritis terhadap) dan 'mengkritisi' (maknanya: menganalisis secara tajam, berusaha menemukan kesalahan atau kebenaran; mencermati).
Jadi "mengkritisi" adalah verba (kata kerja) yang dbentuk dari "kritis" (adjektiva) -- meng - kritis - i.
“Kritis” adalah adjektiva yang lahir sebagai sublema, dari kata dasar “kritik”. Kata ini kita serap dari bahasa Belanda, “kritik” (nomina) dari “kritiek”, dan “kritis” (adjektiva) dari “kritisch”.
Dalam bahasa Indonesia dikenal pembentukan verba dari nomina dengan cara “me + nomina + i".
Contohnya;
- mewarnai, dari nomina “warna”
- merestui, dari nomina “restu”
- menikahi, dari nomina “nikah”
- menghargai, dari nomina “harga”
- menandai, dari nomina “tanda”
Dalam bahasa Indonesia juga dikenal pembentukan verba dari adjektiva dengan cara “me + adjektiva + i".
Contohnya;
- menghormati, dari adjektiva “hormat”
- menyegani, dari adjektiva “segan”
- menakuti, dari adjektiva “takut”
- mencintai, dari adjektiva “cinta”
- menyukai, dari adjektiva “suka”
Semua adjektiva yang dijadikan verba ini adalah kata dasar, bukan kata turunan yang punya induk berupa nomina.
Oleh karena itu, jika hendak memilih kata yang maknanya “mempersoalkan/menilai/menimbang/menganalisis” sesuatu (pendapat, kebijaksanaan, karya, dan banyak lagi), kenapa orang-orang itu (para pemakai kata “mengkritisi” dan “dikritisi”) membentuk verba dari adjektiva yang berupa kata turunan (sublema): kritis? Kenapa pembentukan verba itu tidak lewat nominanya: kritik.
Jelasnya; kenapa “mengkritisi/dikritisi” yang dipakai jika kita bisa --dan lebih jelas-- mengatakan “mengkritik/dikritik”?
Ahli Bahasa Indonesia terkemuka --Prof. Jus Sjarif Badudu-- saja sampai terkecoh oleh pemakaian kata “mengkritisi”. Beliau menyangka “kritisi” di situ sebagai “kaum kritikus”, dan tidak menyadari bahwa “kritisi” adalah “kritis + i” (lihat J. S. Badudu, “Betulkah Bentuk Mengkritisi?”, Intisari, edisi Maret 2005, halaman 162 – 163).
Maka sebaiknya, daripada membuat ruwet bahasa yang dalam hal pemakaiannya saja sulit sekali untuk menjadi baik, apalagi benar, buang saja ke laut kata “mengkritisi” dan “dikritisi” itu – dan usahakan agar kata itu tidak kembali ke darat .
Comments
Saya suka argumen ini…
Saya suka argumen ini. Mantap..
Add new comment