Ketiga putera saya termasuk anak-anak yang aktif sejak kecil dan kerap diberi label lasak, tidak bisa diam, kayak cacing; dan bahkan disebut bandel oleh banyak orang yang gregetan melihat kaki, tangan dan mulut mereka yang tidak bisa diam. Ada saja barang yang dipegang, dibolak-balik, digoyangkan, dikomentari atau ditanyakan. Jarang sekali terlihat duduk manis dan diam lebih dari 10 menit. Hiperaktif? Eiittss….belum tentu setiap anak yang terlihat aktif langsung dikategorikan hiperaktif. Bisa jadi mereka kelebihan energi dan ‘hanya’ superaktif. Benarkah? Yang jelas, memang saya cukup kewalahan menghadapi anak-anak yang aktifnya melebihi ‘takaran biasa’ dan membuat saya harus lebih kreatif menghadapi mereka.
Superaktif vs Hiperaktif
Dalam keseharian kita lebih sering menemukan anak laki-laki yang lebih aktif dari anak perempuan. Tidak bisa duduk tenang, kaki dan tangan bergerak terus, tidak mengikuti instruksi, atau spontan berkomentar dan mengemukakan pendapat. Sering kali dicap sebagai pembuat onar (troublemaker) dan tidak disiplin karena akan memancing teman-teman lainnya untuk ikut beraksi.
Sejauh mana tindakan anak dianggap masih normal atau sudah masuk kategori hiperaktif? Anak superaktif adalah anak yang kelebihan energi, tidak memiliki gangguan dalam perilaku dan dalam hal konsentrasi. Ia bisa duduk diam beberapa jam ketika melakukan sesuatu yang ia minati seperti menyusun Lego atau puzzle, bermain game dan beberapa aktivitas lainnya.
Sementara anak hiperaktif memiliki ciri gangguan konsentrasi dengan hiperaktivitas. Coba perhatikan, anak yang hiperaktif akan terus melakukan kegiatan berulang-ulang tanpa ada maksud dan tujuan pasti, seperti: membuka dan menutup pintu berulang kali, menggerakkan kaki dan menendang barang di depannya, atau tangannya akan terus bergerak. Mereka mungkin melakukan kegiatan A, B dan C tanpa satu pun yang terselesaikan dengan baik. Yang satu belum selesai, sudah berpindah ke kegiatan lain. Anak superaktif justru bertindak sebaliknya. Gerakan atau kegiatan yang dilakukan memiliki tujuan dan maksud tertentu atau bahkan sudah direncanakan. Meskipun terlihat tidak bisa diam, namun ia bisa berkonsentrasi dan biasanya tingkat kecerdasannya juga lebih tinggi dari anak yang hiperaktif.
Gejala awal hiperaktif timbul sebelum usia sekolah, yakni sebelum usia tujuh tahun. Awalnya memang sulit membedakan apakah perilaku anak termasuk normal (superaktif) atau hiperaktif. Prinsipnya, jika anda menemukan hanya beberapa dari ciri hiperaktif pada anak dan timbul hanya sesekali saja, kemungkinan anak anda hanya superaktif.
Hiperaktif
Anak hiperaktif lebih sering menjadi problem bagi orang tua dan guru karena tindakannya mengganggu ketenangan lingkungan. Biasanya juga berdampak pada prestasi di sekolah, sering mendapat hukuman karena dianggap tidak tertib, sulit berteman ( tidak disukai oleh teman-temannya), bahkan bisa jadi target bully, karena dianggap mengganggu, akhirnya ia yang dibully sebagai tindakan balasan dari teman-temannya.
Gejala anak hiperaktif:
– Gelisah dan tampak tidak nyaman
– Sering meninggalkan tempat duduknya ketika diminta untuk duduk diam
– Terus bergerak dan suka berkeliling ruangan
– Suka berlari atau memanjat
– Sulit bermain dengan tenang dan rileks
– Bicaranya berapi-api
– Tampak terus ‘on’, tidak ada capeknya
– Cepat marah dan emosi
Selama ini, hal-hal yang dicurigai menjadi penyebab timbulnya hiperaktivitas pada anak, yakni:
– Tidak cocok pada makanan tertentu (food intolerance)
– Kadar gula darah yang rendah (hypoglycemia)
– Alergi
– Hipertiroid
– Masalah gizi
– Gangguan otak
– Kurang disiplin
– Kondisi dalam keluarga yang tidak kondusif (cekcok terus)
– Kecemasan
– Depresi
– Kurang tidur
– Obat-obatan
– Gangguan belajar.
Perhatikanlah kondisi anak jika terlihat sangat aktif dan tidak bisa diam. Bilamana gejalanya makin intens dan muncul pada setiap situasi: di rumah, di sekolah, di jalan, di mal, pada saat bermain, sebaiknya bawa anak untuk diperiksa lebih lanjut oleh profesional yang qualified dan berpengalaman. Terapis akan mendiagnosa sejauh mana tingkat keaktifan anak karena beberapa kasus bisa jadi mengarah ke Attention Deficit and Hiperactive Disorder (ADHD).
Add new comment