Pagi tadi pukul 05:00 ketika gadget saya on, ada satu chat panjang dari teman lama, curhat mengenai pacarnya yang ketahuan berbohong dan akhir ceritanya adalah bubaran (padahal sudah sampai pada tahap merencanakan pernikahan). Pagi-pagi disuguhi curhat yang membuat hati ciut, rasanya tidak tega jika saya diamkan saja. Di tengah “kerusuhan” rutinitas pagi, saya sempatkan untuk merespons sehangat mungkin untuk menenangkan hati sahabat itu.
Ada satu lagu yang cukup populer beberapa waktu yang lalu, Love the Way You Lie yang dibawakan oleh Emimem dan Rihanna. Saya bukan fans mereka tapi tergelitik untuk browsing dan mengunggah lagu ini karena pernah ada teman yang mengutip judul dan lirik lagu ini dan dijadikan status di Blackberry-nya. Mungkin sebagai curahan hati yang gundah karena ada kebohongan yang terungkap dari pasangannya. Because I like the way it hurts. Just gonna stand there and hear me cry. Because I love the way you lie…
Duh, saya koq miris membaca lirik lagunya? Apa memang kebohongan itu sudah menjadi sesuatu yang wajar dan normal, sehingga kita harus beradaptasi dengan segala macam kebohongan dan menganggap itu normal saja? Artinya semua kebohongan bisa ditolerir?
Dalam buku yang dirilis 26 Desember 2012: The Normal Bar: The Surprising Secrets of Happy Couples and What They Reveal About Creating a New Normal in Your Relationship, Chrisanna Northrup menuliskan beberapa hasil penelitian dari 100.000 responden. Salah satunya mengenai kasus berbohong. Hampir ¾ responden mengaku pernah berbohong pada pasangannya dan merasa itu hal yang normal. Mereka mengaku sebagai pasangan yang berbahagia dan tetap bersama sampai belasan tahun meskipun hidup dengan bumbu kebohongan. Surprised? Rasanya tidak.
Anda mungkin pernah mendengar apa yang disebut white lies. Ada kalanya kita menutupi atau sedikit merekayasa kondisi yang sebenarnya agar pasangan atau orang lain tidak resah. Ketika isteri anda menanyakan pendapat anda tentang masakan dia malam ini, anda mungkin akan menjawab: “Enak koq”, meskipun sebenarnya rasanya tidak karuan karena jika mengatakan yang sebenarnya, isteri akan ngambeg dan besok tidak mau masak lagi. Atau ketika dokter menjelaskan penyakit isteri anda, anda mungkin akan menyensor beberapa bagian agar isteri tidak stres jika mengetahui sebenarnya penyakitnya tidak bisa diobati lagi.
Nah, bagaimana dengan bohong tentang fakta? Masih ingat dengan kasus yang menghebohkan tentang perselingkuhan Bill Clinton dengan Monica Lewinsky? Bill dengan gigihnya mempertahankan kebohongan bahwa dia tidak berselingkuh, tidak punya hubungan romantik dengan Monica dan sebagainya. Akhirnya beberapa bukti mengungkapkan bahwa Bill tidak mengatakan yang sebenarnya. Ini adalah contoh berbohong tentang fakta.
Setiap pasangan hendaknya membuat semacam deal sejauh mana tingkat kejujuran yang dibutuhkan untuk tetap mempertahankan hubungan. Sejauh mana dan jenis kebohongan bagaimana yang bisa ditolerir. Saya menetapkan zero tolerance untuk kebohongan tentang fakta, khususnya fakta yang sangat krusial misalnya tentang relasi dengan orang lain atau soal finansial. Lebih baik hati saya hancur mendengar fakta yang menyakitkan dan mengiris hati yang disampaikan dengan jujur, daripada dibohongi, demi menghibur saya. Atau, jika merasa tidak nyaman untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya, lebih baik diam saja dan tidak usah dijawab, daripada mengarang cerita atau skenario baru. Bisa juga dijawab dengan cara lain, misalnya, kalau ditanya, 'Berapa gaji suamimu?' atau 'Apa kamu tidur sama dia?' Kita bisa memilih bertanya kembali, 'Mengapa kamu ingin tau?' Atau lihat mata penanya beberapa saat tanpa berkedip lalu bilang, ' Maaf, aku tak bersedia menjawab.' Atau 'Aku akan anggap tak pernah dengar pertanyaan itu.'
Suatu kebohongan butuh kebohongan lain untuk menutupinya dan itu akan terus berlanjut sampai suatu ketika anda sendiri lupa episode berbohong telah sampai pada bab berapa dan endingnya harus bagaimana. Saya lebih menghargai orang-orang yang masuk dalam kelompok ¼ bagian yang tidak pernah berbohong. Katakanlah yang sebenarnya. Meskipun mungkin ada saat marah dan emosi meluap, tapi percayalah, setelahnya hubungan akan lebih baik apalagi jika kedua pihak bisa duduk dan membahas lebih lanjut apa dan bagaimana langkah selanjutnya.
Hubungan tanpa kebohongan adalah hubungan yang paling sehat.
Catatan: Tulisan ini pertama muncul di blog lama Patahtumbuh pada tanggal 28 Agustus 2013.
Baca juga: Mendeteksi Kebohongan
Add new comment