Backpacking ke Vietnam

Januari yang lalu ketika pulang dari Jepang kami transit di Vietnam, membuat saya langsung terkenang akan perjalanan backpacking tujuh tahun yang lalu bersama anak saya ke negeri yang hiruk pikuk ini. Sepertinya tidak banyak perubahan, kecuali penginapan dan sepeda motor yang semakin menjamur.

Vietnam adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang sedang menggeliat saat ini, berkejaran dengan negara tetangganya, Thailand, yang sudah lebih dulu melesat.

Saya ingat waktu check in di counter Air Asia, kami sempat ragu melihat beberapa orang Vietnam yang akan pulang ke negerinya. Fashion style mereka seperti  era tahun 70-an, dengan kemeja yang pas di badan (body fited) dan celana hala-hala, celana yang pipanya lebar di bawah (cutbray pants). Belum lagi tas president (ingat zaman sekolah SD dulu) bawaan mereka. Nggak salah tujuan nih…

Penerbangan dari Kuala Lumpur ke Ho Chi Minh (Saigon) memakan waktu dua jam. Tidak ada perbedaan waktu antara Indonesia dan Vietnam.  Walaupun di Vietnam US dollar diterima di mana-mana tapi sebaiknya tukar beberapa ribu dong untuk persiapan. Nilai tukarnya cukup bagus, jadi kami tukar di counter airport (1 US $= 16.000 dong di tahun 2008, 21.700 dong di tahun 2015).

Dengan tambahan biaya $10, kami dijemput oleh pihak Madame Cuc hostel, salah satu hostel pilihan Lonely Planet, satu jam dari airport. Suasana kota Ho Chi Minh yang hampir sama dengan kota Medan pada umumnya dengan banyak rumah toko membuat saya merasa kecewa. Untunglah penginapan yang lumayan memuaskan agak menghibur saya. Rasanya seperti tinggal di kamar kos, dengan deretan pertokoan di sekitarnya. Tuan rumah (ibu kos) yang merangkap sebagai resepsionis cukup ramah dan membantu, ada free internet. Sepertinya tempat ini banyak disukai turis backpacker terlihat dari banyaknya foto orang asing yang pernah menginap di sana.

Dengan tarif 25 US$ /malam kami mendapat sarapan pagi dan makan malam mie instan serta lumpia Vietnam. Cukuplah untuk ganjal perut. Kamarnya cukup bersih dan luas. Di sekitar hostel banyak agen perjalanan dan toko souvenir. Di ujung jalan ada bar yang ramai dengan orang kulit putih. Setiap sore lobby hostel ramai dengan tamu yang baru pulang dari bepergian untuk tukar cerita.

Saigon/Ho Chi Minh (Vietnam Selatan)

Apa yang menarik di Saigon ? Salah satunya adalah Ben Thanh Market. Setiap bepergian ke satu negara, berkunjung ke pasar adalah salah satu keasikan tersendiri. Karena di pasar kita dapat melihat kehidupan sehari-hari penduduk lokal. Pasar ini cukup lengkap. Bagi saya yang menarik adalah barang kesenian, buah-buahan dan bunga. Kami membeli tatakan gelas dari kain yang disulam, buah lengkeng yang besar-besar, tentu saja dibarengi dengan tawar menawar yang asik.

Vietnam

Dari pasar kami naik cyclo (becak) ke Parliamant House yang terkenal. Di sini dipamerkan photo dan dokumen bersejarah tentang perjuangan dan kemerdekaan Vietnam. 

Dan sesuatupun terjadi... Walaupun sudah diwanti-wanti oleh ibu kos supaya tidak naik cyclo, tapi terbujuk oleh keramahan dan wajah yang memelas, kami akhirnya setuju naik cyclo dengan perjanjian 100.000 dong untuk pergi ke museum dan katedral. Ternyata kemudian perjalanan berkembang ke makan siang di pho stand (Pho adalah mie kuah khas Vietnam), Pagoda dan kantor pos tanpa membicarakan penambahan harganya. Dalam hati kami berhitung, akh, paling tambah 150.000 dong lagi buat ongkos. Tapi ternyata perjalanan berakhir dengan pertengkaran sengit dan 800.000 dong untuk keseluruhan perjalanan tersebut. Selain itu mereka sering menurunkan kita tidak pada tujuan akhir dengan alasan becak tidak boleh masuk dan sebagainya. Jadi berhati-hatilah jika ingin naik cyclo di Vietnam.

Vietnam
Naik cyclo
Vietnam
Parliament House
Vietnam
Katedral Notre-Dame
Vietnam
Pho Stand

Saya terus berkata pada diri sendiri, sudahlah, anggaplah ini sumbangan untuk mereka yang kehidupannya memang masih miskin sekali, semata-mata untuk meredakan kemarahan dan kebodohan diri sendiri.

Begitupun, ada juga pengalaman yang sangat berkesan seperti  waktu mengunjungi Museum of War, benar-benar menggugah hati. Museum ini sangat mencerminkan Vietnam masa lalu yang sebenarnya. Saat pertama menginjakkan kaki ke Vietnam saya mencoba menggambarkan Vietnam dalam satu kata, motorcycle ? cyclo ? kemiskinan ? Tidak ada yang terasa tepat sampai saya berkunjung ke museum ini. Perang !! Itulah kata yang akhirnya saya pilih sebagai satu kata yang paling tepat menggambarkan Vietnam.

Hoi An (Vietnam Tengah)

Perjalanan ke Danang dengan Pacific Air lebih kurang 1 jam 30 menit. Orang Vietnam memang rusuh, bahkan ketika antri di counter tiketpun masih diserobot. Lapangan udara di Danang lebih sederhana. Kami dijemput oleh Madam Cuc dari Saigon. Dari Danang ke Hoi An lebih kurang 45 menit perjalanan dengan mobil.

Hostel di Hoi An lebih bagus dan lebih bersuasana resort. Pelayanan juga jauh lebih baik. Belum sampai di hostel kami sudah diajak membuat baju di toko teman Madam Cuc. Karena sudah janji, setelah check in saya mampir ke toko teman baru ini untuk dijahitkan baju cheongsam. Semuanya siap dalam satu hari. Asik kan…

Hoi An dalam bahasa Vietnam berarti 'tempat pertemuan yang damai'. Kota Hoi An termasuk UNESCO World Heritage Site. Pada abad pertama, pelabuhan kota Hoi An yang pada masa itu masih bernama Champa City (Lam Ap Pho) adalah pelabuhan terbesar di Asia Tenggara. Antara abad ketujuh dan sepuluh, penduduk Cham menguasai perdagangan rempah-rempah, karena itu mereka sangat kaya.

Vietnam
Hoi An

Tujuan kami di Hoi An tidak lain tidak bukan adalah kota tua. Udara benar-benar panas menyengat di bulan Mei. Di sini tidak ada cyclo maupun taksi, semua dilakukan dengan jalan kaki. Memasuki gerbang kota tua, pengendara sepeda motor akan mematikan mesin dan menuntun motornya. Sebuah penghargaan yang tinggi terhadap kebudayaan sendiri. Penjelajahan ini benar-benar menyenangkan, seperti terlempar kembali ke masa lalu. Kota Tua Hoi An sangat terpelihara membuat pengunjung dapat merasakan pelabuhan perdagangan Asia Tenggara dari abad 15 - 19.

Vietnam
Kota Tua

Malam hari sambil minum bir Heineken kami duduk santai di resto depan hostel menikmati white rose, makanan khas di Hoi An, yaitu daging cincang yang dibungkus dengan kulit dari tepung beras kemudian dikukus; dihidangkan dengan taburan bawang goreng dan saus cabai yang asam pedas. Sungguh malam yang menyenangkan…

Keesokan paginya kami terbangun oleh suara genderang, sepertinya ada keramaian atau upacara. Walaupun masih ngantuk kami coba mengintip dari jendela, ternyata ada upacara pengantaran jenazah. Terasa mengharukan sekali karena masih dilakukan dengan tradisi yang kuat. Terlihat dari atas seorang wanita (kemungkinan besar istri) yang menangis meraung-raung di samping peti jenazah membuat hati tersayat, kertas kertas sembahyang beterbangan mengiringi mobil jenazah dan langkah keluarga yang mengantar. Suara gendang dan terompet menambah kepiluan di pagi hari.

Hanoi (Vietnam Utara)

Dibandingkan dengan Saigon/Ho Chi Minh, Hanoi memberikan nuansa yang berbeda. Saigon ada di Vietnam Selatan, Hoi An di tengah-tengah dan Hanoi letaknya di utara Vietnam berbatasan dengan Cina. Udaranya juga jauh lebih sejuk.

Hostel yang kami dapatkan tidak sebersih dan senyaman seperti di Saigon maupun Hoi An, tetapi lokasinya strategis dan harganya juga murah, 50 USD untuk tiga malam.

Tidak jauh dari hostel ada teater tempat pertunjukan Water Puppet, kesenian tradisional Vietnam. Sebuah kesenian yang luar biasa, dimana semua pemain wayang ini sembunyi di balik kain di dalam air. Inti pertunjukannya sebetulnya adalah Hoan Kiem Lake yang memberikan banyak kontribusi untuk Hanoi, kesuburan, kegembiraan dan sebagainya. Tetapi coba bayangkan apa yang terjadi dengan pemain wayangnya yang selama hampir dua jam terendam air, dua kali sehari sepanjang tahun.

Selain itu ada pasar malam yang buka setiap hari Sabtu. Hingar bingar dengan barang-barang yang murah meriah. Belum lagi kios-kios yang menjual aneka sandal dan sepatu, tas, lukisan, baju kaos dan lain sebagainya.  Sandal dan sepatu bisa ditempa dan siap satu hari. Mantap…

Aneka makanan khas Vietnam tersebar di sepanjang jalan dekat Hoan Kiem Lake, tahan pilih. Walaupun bahasa menjadi kendala yang paling besar (bahasa Inggris mereka sangat sederhana dan beraksen kental, 'nice' kedengaran seperti 'nai'… Nah lo... susah kan menebak artinya.) sehingga kami terpaksa memesan dengan menggunakan bahasa tubuh seperti menunjuk makanan dan minuman yang dipesan tamu lain. Akhirnya kami ditraktir makan oleh orang lokal yang “kasihan” melihat kebingungan kami. Sayur-sayuran mentah yang dibungkus kulit dari tepung beras dengan saus kacang asam pedas. Sangat menggugah selera…

Suasana pagi hari di Hanoi persis sama seperti di kampung dulu. Para encim memakai bakiak keluar membawa bangku kecil, duduk di emperan sambil kipas-kipas. Kadang sambil sarapan dan menggossip. Kami sudah book paket tour ke Ha Long Bay seharga 25 USD/orang termasuk transpor, guide, kapal dan makan siang. Semua diantar-jemput dari hostel/hotel masing-masing sehingga harus berangkat pagi-pagi.

Perjalanan darat lebih kurang tiga jam ke pelabuhan, kemudian ditransfer ke kapal. Sepengamatan kami, turis yang berkunjung ke Vietnam kebanyakan adalah orang kulit putih, turis Asia mungkin hanya 40%.

Ha Long Bay mirip Gui Lin di Cina. Angin sepoi-sepoi membuat perjalanan terasa rileks dan menyenangkan. Manusia perahu di sini tidak jauh berbeda dengan yang di Thailand. Jangan mencoba membeli barang mereka kalau tidak mau berakhir seperti cycloist di Saigon. Ha Long Bay dalam bahasa Vietnam berarti 'teluk naga yang sedang turun'. Teluk ini adalah salah satu dari UNESCO World Heritage Site. Di teluk seluas 1.553 kilometer persegi ini ada hampir dua ribu pulau kecil yang kebanyakan adalah batu kapur yang beraneka ragam bentuknya. Sangat indah dan pantas dikunjungi.

Vietnam

Kadang-kadang saya merasa iba juga melihat mereka. Sekian lama perang saudara antara Vietnam Utara yang di-backing negara komunis dan Vietnam Selatan yang dibacking Amerika Serikat meninggalkan trauma mendalam baik fisik maupun psikis.  Untuk kelompok usia menengah ke atas, wanitanya lebih dominan dari pria; mungkin karena banyak pria pergi berperang di masa lalu, yang wanita harus mengambil alih peran sebagai kepala rumahtangga dan pengambil keputusan. Mereka menyimpan perasaan sentimentil tersendiri tentang masa lalu. Sementara itu, bagi generasi muda, masa lalu tidak penting, mereka sibuk mengejar teknologi dan materi.

Akhirnya di subuh yang dingin dan berkabut kami meninggalkan Vietnam dengan perasaan yang berkecamuk antara sedih, pilu dan cinta. Sisa-sisa reruntuhan bangunan yang ditinggalkan, coretan-coretan di dinding dan lagu sendu yang diputarkan supir taksi menambah kepiluan di pagi ini.

Tapi yang jelas, Vietnam sekarang sedang mengejar predikat penghasil beras nomor satu di dunia mengalahkan Cina. Tidak heran kalau di sepanjang jalan menuju lapangan terbang, kita bisa melihat lahan yang hijau oleh pertanian. Bunga yang dijual di pasar malam juga luar biasa indahnya. Delta Mekong memberikan andil yang cukup besar untuk semua kesuburan ini. Banyak pabrik dibangun di Vietnam karena baik tanah maupun tenaga kerja masih murah. Bisnis perhotelan dan pusat perbelanjaan berkembang pesat dibanding waktu kami berkunjung tujuh tahun yang lalu. Sepeda sudah banyak digantikan oleh sepeda motor. Menyeberangi jalan raya yang dilalui banyak sepeda motor merupakan seni tersendiri. Chao Vietnam !!

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.

Awal Maret 2024, untuk merayakan 30 tahun pernikahan kami, saya dan suami memutuskan untuk…

Rose Chen

Baca juga tulisan sebelumnya:…

Rose Chen

Hari pertama di Chiang Mai dimulai dengan shopping di Maya Lifestyle Shopping Center

Rose Chen

Pulau Keelung (Keelung Islet) adalah pulau kecil yang terletak lima kilometer dari…

Rose Chen

Di Taiwan sayur paku sarang burung adalah kegemaran orang lokal. Biasanya mereka tumis dengan…

Rose Chen