Asmara yang Kenal Logika

Zaman saya SMA dulu, tahun delapan puluhan, ada lagu yang cukup populer dari Vina Panduwinata, "Logika". Cuplikan liriknya begini, "asmara tak kenal dengan logika". Saya kembali ingat lagu itu setelah acara curhat-curhatan dengan teman-teman dan debat kusir tentang cinta vs logika dalam konteks memilih pasangan hidup. Nampaknya mereka fans Mba’ Vina yang mengamini cuplikan lirik itu. Cinta itu bukan matematika, tidak bisa dilogikakan. Cinta hanya bisa dirasakan, tidak bisa dijabarkan, tidak bisa diukur dalamnya, tidak tahu kenapa aku bisa cinta sama si dia.  Jadi kesimpulan sobat-sobat saya itu, menikahlah dengan orang yang kita cintai karena cinta akan menjadi fondasi yang kuat untuk menopang hubungan antara dua manusia. Hal-hal lain di luar cinta akan bisa diatasi, jadi tidak perlu bermain logika dalam memilih pasangan.

Kapan Logika Harus Terlibat?

Cinta memang memberi "nafas segar" dalam suatu hubungan, membuat orang dekat secara fisik maupun emosional.

Menurut teori cinta dari psikolog Robert Sternberg,  cinta itu terdiri dari tiga komponen:

1. Passion – Ketertarikan fisik
2. Intimacy – Rasa dekat
3. Commitment – Komitmen.

Dari mata turun ke hati. Itu pepatah populer yang menunjuk pada ketertarikan kita pada orang lain bermula dari faktor fisik. Setelah timbul ketertarikan awal, kita akan mencoba mencari jalan untuk mengenal orang tersebut lebih jauh. Jika semakin banyak hal yang klop dan cocok dengan diri kita, akan terbentuk chemistry dan chemistry akan makin tebal jika kemudian ada intimacy. Tahapan selanjutnya adalah keinginan kita untuk berkomitmen.  Sebelum sampai pada tahap komitmen, ada masa dimana logika berperan. Pada tahap ketertarikan fisik dan timbulnya rasa dekat, bisa jadi unsur logika belum banyak bermain karena unsur perasaan lebih mendominasi. Menurut Sternberg, inilah tipe cinta yang tahan lama jika ketiga komponen ini hadir dalam suatu hubungan romantik. Kuat atau tidaknya komitmen menjadi prediktor utama dalam menilai apakah suatu hubungan akan langgeng atau tidak. Konsekuensi positif lainnya termasuk menambah rasa percaya diri.

Many lovers grow strong together, but many falls down because they don’t have any reason to stay.

Kutipan anonim ini menyiratkan bahwa untuk mempertahankan hubungan, harus ada alasan yang kuat agar hubungan itu tahan lama, tahan banting, tahan segala cuaca. Alasan itulah yang berhubungan dengan logika. Awal jatuh cinta, mungkin tidak terpikir soal logika atau kenapa aku bisa jatuh cinta padanya, bukan pada si B. Pokoknya aku cinta. Titik. Yang ada dalam pikiran hanya rasa bahagia saja, belum terpikir bagaimana kalau kisah cintanya tersendat-sendat dan bagaimana mempertahankan rasa cinta itu. Ketika kisah cinta tak sampai, karena seribu alasan, di sini logika akan berperan untuk menentukan apakah hubungan itu pantas diperjuangkan atau dibiarkan meredup dan mati. Seberapa banyak toleransi dan pengorbanan yang diperlukan, seberapa banyak tarikan nafas panjang untuk meredam emosi, seberapa banyak energi dan emosi yang harus terkuras untuk mempertahankan hubungan.

Sementara itu, Psikiater Daniel Casriel mendefinisikan logika cinta sebagai logika rasa bahagia dan sakit hati. Kita cenderung untuk mencari rasa bahagia dan menghindari hal-hal yang membuat sakit hati. Cinta seharusnya datang dari antisipasi rasa bahagia itu. Untuk mempertahankan kobaran cinta itu, butuh komunikasi efektif, tingkat pengertian yang tinggi dan keahlian penyelesaian masalah yang ‘sehat’.

Menurut  Mario Teguh, jatuh cinta itu indah sekali (awalnya) karena belum ada keharusan untuk bayar sewa rumah, rekening listrik, perbaiki pompa air yang rusak, mertua yang ikut campur, isteri boros dan berantakan, suami kasar, tak suka hobi masing-masing dan saling merahasiakan sms dan bbm. Nah, ketika urusan yang tidak menyenangkan harus kita hadapi berdua, barulah muncul keluhan ini itu. Baru sadar kenapa dulu jatuh cinta tok, tidak pakai pertimbangan A dan B untuk menakar sejauh mana kekuatan hubungan itu. Pertimbangan-pertimbangan itu sifatnya rasional, butuh logika.

Seorang teman berbagi kisah cintanya dulu semasa SMA. Dia sempat berpacaran lama dengan si pencuri hati yang beda keyakinan. Teman ini muslim,  dari keluarga Kyai besar di Jawa. Sementara sang pacar, beragama Hindu, perantau di kota J. Bisa dibayangkan bagaimana peliknya hubungan itu. Perbedaan paling ekstrim dan jelas adalah soal makanan. Yang satu mengharamkan, yang satunya justru menjadi makanan utama dan  banyak dibutuhkan untuk upacara adat. Atas  nama cinta, keduanya tetap nekad menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua (back street istilah kerennya) . Namun akhirnya, kisah kasihnya kandas karena ternyata logika juga yang mengambil alih keputusan untuk berpisah. Terlalu banyak kendala untuk terus mempertahankan hubungan. Bukan hanya soal beda keyakinan, tapi ternyata masih ada hal-hal lain yang sulit untuk dikompromikan.

Logika Cinta

Banyak pasangan lain yang bisa berjalan damai hingga ajal memisahkan mereka, meskipun beda keyakinan karena ada poin-poin kuat lainnya yang  mendukung hubungan itu, atau mungkin bagi mereka itu bukan kendala yang berarti. Kendala tertentu bagi satu pasangan, belum tentu merupakan kendala bagi pasangan yang lain.

Jeli Memilih Pasangan

Dalam budaya Jawa (dan Tionghoa juga), orang tua sering mengingatkan untuk mencari pasangan dengan memperhitungkan azas bibit, bebet, dan bobot. Bibit, artinya dari keluarga yang bagaimana orang itu berasal, apakah latar belakang keluarganya memiliki reputasi yang baik atau tidak. Bebet artinya kesiapan seseorang dalam memberi nafkah keluarga dan kesiapan pribadinya membina keluarga. Lebih dititikberatkan pada faktor ekonomi dan kematangan pribadi. Bobot artinya kualitas seseorang dalam arti yang luas, meliputi latar belakang pendidikan dan pergaulannya.

Selain faktor bibit, bebet, bobot, yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan adalah faktor karakter dan sikap (attitude) calon pasangan.
Yakinkan diri bahwa anda mengenal karakternya dengan baik dan dalam . Sejauh mana anda dapat mentolerir sifat-sifat buruknya dan tahu bagaimana harus menyeimbangkan ketimpangan atau perbedaan karakter antara anda berdua.  Mengenal karakter seseorang membutuhkan waktu dan mengalami banyak peristiwa bersama, dalam segala bentuk mood. Jadi bukan hanya pada saat happy-happy saja, tapi juga pada saat bête, saat berduka, saat frustrasi, saat emosi meledak, dan lain sebagainya.

Sikap adalah respons psikologis seseorang pada individu lain, objek ataupun situasi. Ada  tiga komponen utama yang terdapat dalam sikap yakni:

  1. Affective : bagaimana emosi atau perasaannya, baik atau buruk.
  2. Behavioral tendency : kecenderungan perilaku jika dihadapkan pada suatu situasi tertentu.
  3. Cognitive evaluation : bagaimana pandangannya  terhadap sesuatu yang didasari oleh nilai-nilai yang dianut selama ini.

Faktor-faktor lain yang kemungkinan juga bisa menjadi pemicu timbulnya friksi dalam hubungan jangka panjang adalah:

  • Perbedaan usia yang terlalu jauh.
  • Perbedaan keyakinan dan budaya.
  • Perbedaan tingkat ekonomi yang terlalu menyolok.
  • Perbedaan hobi dan ketertarikan (interest).

Butuh energi lebih untuk menyelaraskan langkah jika sejak awal telah banyak perbedaan dan kendala yang harus dileburkan dan butuh adaptasi dengan kondisi-kondisi tersebut. Memang tidak ada formula paten yang akan menjamin suatu hubungan akan langgeng, tetapi setidaknya kita sudah berusaha meminimalisir faktor-faktor pemicu ketidakserasian di kemudian hari. Jadi  sebaiknya mempunyai banyak poin dan alasan kuat dalam suatu hubungan romantik, selain rasa cinta semata. Tidak cukup hanya cinta. Asmara akan "mekar" lebih lama jika berteman dengan logika. Setuju?

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

Baca juga tulisan sebelumnya:...

Rose Chen

Hari pertama di Chiang Mai dimulai dengan shopping di Maya Lifestyle Shopping Center...

Rose Chen

Pulau Keelung (Keelung Islet) adalah pulau kecil yang terletak lima kilometer dari...

Rose Chen

Di Taiwan sayur paku sarang burung adalah kegemaran orang lokal. Biasanya mereka tumis dengan...

Rose Chen

Mungkin banyak yang belum pernah makan umbi bunga lily (bunga bakung). Umbi bunga lily bisa...

Rose Chen