Seribu danau... sejauh ini tidak ada penjelasan kenapa dinamakan demikian karena pada kenyataannya hanya terdapat 100-an danau pada lintasan trek ini, tetapi nama inilah yang terus melekat hingga kini. Dagala adalah nama daerah tempat danau ini berada, di wilayah Thimphu, ibukota Bhutan. Dagala berkaitan erat dengan Dewi Jomo, penguasa danau tersebut. Setiap tahun penduduk Dagala mengadakan ritual penyembahan kepada Dewi Jomo untuk memohon keselamatan.
Konon danau-danau ini mendatangkan banyak kekayaan, diantaranya, Danau Tsha Tsho yang menghasilkan garam, Danau Se Tsho, penghasil emas, dan Danau Yu Tsho penghasil permata. Pada suatu hari, ketika Dewi Jomo ingin menghadiri sebuah festival, dia menitipkan danau ini kepada saudarinya untuk dijaga. Ternyata kedua saudarinya justru melarikan kekayaan danaunya, satu ke India dan lainnya ke Tibet. Itu sebabnya sekarang Bhutan harus mengimpor garam dari India dan daun teh emas dari Tibet karena kedua sumber ini telah dicuri dan dilarikan saudari Dewi Jomo ke negara tersebut.
Dagala trek adalah trek tersingkat dan termudah di Bhutan (5 hari). Jomolhari trek memerlukan 9 hari dan yang paling menantang adalah Snowman trek (20 hari). Kegiatan mendaki gunung terakhir kali yang saya ingat adalah 31 tahun yang lalu, ketika itu masih duduk di bangku SMA. Waktu itu sudah cukup kewalahan untuk sampai ke puncak Gunung Sibayak di Sumatera Utara yang tingginya 2.212 m di atas permukaan laut. Namun dengan meminjam semangat dan dukungan kedua putri saya, Klara dan Karina, saya membulatkan tekad untuk mewujudkan perjalanan ini. Kami tiba di Bhutan setelah transit dari Bangkok.
Hari pertama
Perjalanan diawali dengan naik mobil selama 1,5 jam dari Thimphu ke desa Gynekha. Setelah menyeberangi sungai, trek dimulai, melewati hutan pohon Jati dan pohon Kenari serta aneka tanaman lainnya. Bulan Juni dan Juli adalah musim mekarnya bunga blue poppy yang menjadi lambang bunga nasional negara Bhutan.
Hari itu kami bertemu dengan penduduk gunung yang sedang mencari jamur matsutake yang sangat populer di Jepang dan cukup mahal harganya. Di Bhutan hanya penduduk gunung yang diizinkan untuk memanen tanaman. Untuk membangun rumah, setiap orang boleh menebang pohon dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan izin ke departemen bersangkutan. Pohon itu akan ditandai dengan semacam stempel dan kemudian dikerat sepotong sebagai bukti kepemilikan sebelum ditebang.
Kami tiba di perkemahan Gur (3.290 m) setelah perjalanan lebih kurang lima jam. Semua tenda telah terpasang termasuk tenda dapur, tenda makan dan tenda toilet.
Pada trekking kali ini kami ditemani satu guide dari Wild Mountain Adventure, satu koki, satu horseman, satu kru dan tiga ekor kuda yang membawa segala perlengkapan. Kami tiba ketika matahari masih bersinar terang. Setiap orang tenggelam dalam keasikan masing-masing, bercumbu dengan alam, mendengarkan keheningan. Koki menyiapkan makan malam lengkap dari hidangan pembuka sampai hidangan pencuci mulut. Setelah makan malam, kami duduk menghangatkan diri di sekitar api unggun sambil bercerita hingga mata menyerah dan pergi tidur.
Hari Kedua
Setelah cuci muka dan sarapan pagi, kami semua sibuk berkemas untuk melanjutkan perjalanan. Waktu yang ideal untuk Dagala trek sebenarnya adalah bulan Juni dan Juli ketika bunga-bunga bersemi atau pertengahan September sampai Oktober ketika langit mulai cerah seiring berlalunya musim hujan. Kami datang terlalu awal (akhir Agustus) dimana kabut masih menutupi sebagian besar pegunungan dan hujan masih membayangi di sepanjang perjalanan.
Perjalanan hari kedua ini ditandai dengan trek yang terus menanjak ke ketinggian 4.000 m. Nafas semakin berat dan terengah-engah membuat kami tergoda untuk menghentikan langkah. Trek yang seharusnya ditempuh dalam waktu 5 jam molor menjadi 8 jam untuk sampai di camp site berikutnya. Kepalapun mulai berdenyut, tanda berkurangnya oksigen. Kami berkemah di Labatama (4.600 m) dekat area penggembalaan yak. Di kejauhan terlihat gubuk penduduk. Udara semakin dingin dan tidak ada api unggun malam ini.
Hari Ketiga
Telepon genggam kami sudah tidak menyala sejak hari pertama. Tanpa jam tangan, saya mengandalkan terangnya langit sebagai pertanda hari telah pagi. Meskipun terbangun beberapa kali sepanjang malam dan hanya bisa menduga waktu, badan saya terasa segar ketika bangun pagi itu.
Saya keluar menyusuri sungai. Alam benar-benar sepi dan hening. Hanya suara air mengalir dan suara hati yang terus berbicara dengan diri sendiri. Hari ini kami tidak berpindah lokasi tetapi menaiki bukit dan mengunjungi danau. Dari sekian banyak danau, kami hanya berhasil melihat empat danau, itupun sudah cukup menguras energi. Saat menatap air danau saya baru mengerti, keindahannya terletak pada perjuangan dan usaha yang kita lakukan untuk mencapainya.
Dalam perjalanan kembali ke camp kami diundang mampir ke gubuk penduduk untuk minum teh susu dan keju yak. Mereka hanya punya satu ruangan di dalam gubuknya. Di situ mereka tidur, masak dan melakukan semua aktifitas lainnya. Orang Bhutan terkenal akan keramahan dan ketulusannya. Keluarga yang kami temui terdiri dari suami istri dengan satu putera dan satu puteri yang masih bayi. Tanpa ragu mereka meracik teh susu dan menyajikan keju yak. Potongan keju dimasukkan ke dalam teh atau dimakan begitu saja. Rasanya sedikit asin tanpa aroma. Jangan pernah meninggalkan sisa apapun di gelas anda karena itu akan membuat tuan rumah tersinggung.
Malam ini saya sama sekali tidak bisa makan, kepala semakin sakit, mual dan muntah-muntah. Sepertinya tubuh saya tidak berhasil menyesuaikan diri di ketinggian ini. Tidak ada yang bisa diperbuat, jalan satu-satunya adalah turun kembali ke ketinggian 3.000 an meter dimana terdapat lebih banyak pohon dan oksigen lebih tebal. Sepanjang malam saya didera rasa mual dan lambung yang terus berkontraksi.
Hari Keempat
Seluruh rombongan akhirnya harus kembali ke Gur, camp hari pertama. Sakit ketinggian ini membuat wajah saya melebar, istilah kerennya facial edema. Pada beberapa kasus bahkan dapat menyebabkan demam, kebingungan, pingsan, gangguan penglihatan, sesak, penumpukan cairan pada paru-paru maupun otak sehingga bisa berakibat fatal dan menyebabkan kematian apabila tidak segera mendapatkan pertolongan. Usia dan jenis kelamin tidak menjamin seseorang dapat terhindar dari sakit pada ketinggian. Yang terbaik adalah secara perlahan kita menaikkan level ketinggian tidak lebih dari 300 m setiap harinya agar tubuh kita dapat beradaptasi lebih baik.
Seandainya semua berjalan lancar, kami malam ini akan berkemah di Panka (4.000 m) dan malam terakhir di Goemba (3.080 m). Perjalanan rata-rata 5 - 6 jam untuk trekker yang sudah terbiasa, namun untuk trekker seperti kami perlu tambahan lebih kurang dua jam karena terlalu banyak berhenti untuk beristirahat. Kami sampai di perkemahan sebelum sore, saya langsung tergeletak tidur di tenda. Bangun sejenak dan memaksakan diri untuk makan seadanya dan tidur lagi. Sayup-sayup terdengar suara Klara dan Karina yang sedang ngobrol dengan Tandin, guide kami di depan api unggun.
Hari kelima
Pagi ini saya merasa lebih segar, walaupun lambung masih bergejolak. Karena tidak ingin menyia-nyiakan waktu, sayapun beranjak keluar menuju hutan, menikmati matahari yang perlahan-lahan muncul menyapa. Walaupun tidak berhasil menyelesaikan keseluruhan trek, saya merasa sangat bersyukur dapat berada di pelukan alam dan berjanji akan kembali untuk menyelesaikannya suatu hari nanti. Salut buat Klara dan Karina yang berhasil menjalani trekking ini tanpa masalah yang berarti.
Perjalanan pulang ini lebih banyak menuruni bukit, untuk kembali ke pos pertemuan ketika pertama berangkat. Pada saat kami sampai, tikar sudah digelar dengan aneka kue tradisional Bhutan dan teh susu yang segar yang dibawa oleh supir. Koki dan kru bahkan telah mandi di sungai dan berpakaian rapi sekarang.
Kami menghabiskan waktu bersama-sama sebentar sebelum mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan kepada koki luar biasa yang telah menyediakan ragam makanan selama empat hari, dan kru kami yang setia membawakan rantang makan siang selama perjalanan sehingga kami selalu bisa makan bersama di alam terbuka sambil memandang nun jauh ke bawah. Kalau waktu mengizinkan, kita akan bertemu kembali. Tashi Delek .
Peralatan yang diperlukan untuk trekking:
- Tongkat (Walking stick)
- Kantung tidur (Sleeping bag)
- Senter
- Sepatu trekking (sebaiknya yang waterproof)
- Kaus kaki
- Jaket gunung
- Thermal top
- Kacamata hitam
- Topi
- Jaket hujan (windproof)
- Sarung tangan
- Sun cream
- Krim anti nyamuk
- Obat-obatan
- Tisu basah
- Jangan lupa membawa jam tangan karena tidak ada tempat untuk mencharge baterai telepon genggam.
Gejala-gejala sakit pada ketinggian /Altitude Sickness atau Acute Mountain Sickness (AMS):
- Pusing atau sakit kepala
- Wajah 'melebar'
- Mual
- Muntah
- Kehilangan nafsu makan
- Kelelahan
- Kesulitan tidur
Tips sebelum trekking:
- Latihan fisik yang intens seperti berjalan paling sedikit satu jam sehari. Jika anda latihan menggunakan treadmill, bisa atur elevasi agar lebih menyerupai medan trekking.
- Latihan berjalan dengan membawa beban di punggung (misalnya ransel).
- Kurangi berat badan bila anda memiliki berat badan lebih tinggi dari berat badan ideal.
- Ibuprofen 600 mg tiga kali sehari yang mulai dimakan enam jam sebelum trekking dimulai, bisa mencegah gejala AMS. Ibuprofen harus dimakan sewaktu lambung berisi makanan. Jangan makan ibuprofen saat perut kosong.
- Beberapa peneliti mengatakan gingko biloba bisa mencegah AMS. Konsumsi dimulai lima hari sebelum trekking dan selama trekking, tapi ini masih kontroversi. Selain itu harus perhatikan efek samping dari ginkgo biloba.
Tips ketika trekking:
- Trekking sebaiknya dimulai pada ketinggian di bawah 1900 m. Semakin tinggi lokasi dimulainya trekking, semakin besar kemungkinan mendapat serangan AMS.
- Usahakan perhari tidak naik lebih dari 300 m.
- Minum banyak air putih, paling sedikit dua kali lebih banyak dari biasa.
- Banyak makan buah-buahan dan cemilan penambah energi.
- Kalau bisa, jangan minum kopi dan alkohol selama trekking.
- Segera turun ke ketinggian lebih rendah bila mengalami gejala: bingung, susah bernafas, kehilangan keseimbangan dan batuk terus menerus.
Tambah komentar baru