Penghargaan, Imbalan, dan Sogokan

Hampir semua orangtua pernah menjanjikan dan memberi imbalan atas apa yang dilakukan/dicapai anaknya. Apakah itu salah? 

Orangtua sering khawatir dengan masa depan anak, ingin agar anak mendapat nilai baik di sekolah, agar bisa lulus dengan baik, dapat pekerjaan yang baik, dan hidup berkecukupan kelak. 

  • Jika kamu dapat nilai bagus ujian nanti, Mama belikan kamu HP baru. — Sogokan (Bribing) 
  • Wah, hebat Nak. Kamu maju pesat, dari ranking 15 jadi ranking 10. Ntar Mama beliin hadiah untukmu. Kamu pengen apa? Sepatu baru? Topi baru? — Imbalan (Reward) 
  • Wah, hebat Nak. Kamu maju pesat, dari ranking 15 jadi ranking 10. Mama senang sekali. Itu artinya kamu makin giat belajar. Mama sangat menghargainya. Ayo kita rayakan hasil jerih payahmu. Minggu ini kita makan di restoran. Kamu yang pilih di restoran mana, okay? — Penghargaan (Appreciation)

Anak-anak tidak suka “dikhotbahi” dengan pesan betapa pentingnya belajar dengan tekun. Mereka sudah dengar itu ratusan kali. Menyogok agar mereka belajar akan memberi hasil dalam jangka pendek, apalagi kalau nilai sogokan “besar”. Efek negatif menyogok adalah anak lebih fokus ke hadiahnya dari usahanya. Anak melakukan apa yang diharapkan orangtua hanya untuk mengejar hadiah. Sedang anak yang tidak dijanjikan apa-apa tetapi bila dia mencapai sesuatu atas hasil jerih payahnya sendiri, dan diketahui serta dihargai oleh orangtuanya, akan sangat gembira. Anak akan merasa diperhatikan, merasa bahwa apa yang dia lakukan tidak sia-sia. Itu akan menjadi motivasi baginya untuk berbuat lebih baik lagi. 

Di sekolah --Sekolah Dasar-- anak saya, setahun sekali diadakan bazaar besar dan murid ikut berpartisipasi. Kebetulan tahun ini diadakan sehari setelah murid kelas enam pulang dari perjalanan mendaki gunung. Anak saya tetap mau ikut walau awalnya saya sudah khawatir dia terlalu lelah. Tapi, tidak. Anak-anak memiliki energi yang seperti full-charged battery setiap hari. 

Pembukaan
Pembukaan bazaar: Sekelompok guru memukul drum dan kemudian dilanjutkan dengan semua guru menyanyikan Tomorrow Will Be Better.

Bazaar dibuka pukul 14.00 dan seharusnya berakhir pukul 16.00. Tepat pukul 16.00, semua stand mulai “tutup toko”. Kami akhirnya pulang pukul 17.00. Anak saya pulang dengan gembira. Saya lebih gembira melihat bagaimana sekolah ini mendidik muridnya melalui bazaar seperti itu. 

  1. Murid dididik bahwa dengan bekerja, mereka mendapat apresiasi berupa “gaji” yang dibayar per jam. 
  2. Murid belajar bahwa bekerja harus mentaati aturan, datang tepat waktu karena gaji dibayar per jam. 
  3. Murid belajar bertanggung jawab sepenuhnya. Mereka mempersiapkan dari awal apa yang akan mereka “jual” di bazaar. Mereka melakukan riset, “jualan” apa yang bisa laris. Mereka bertanggung jawab atas kebersihan selama dan setelah bazaar selesai. 
  4. Murid belajar bisnis dengan mengerti penggunaan kupon dalam acara seperti bazaar ini. 
  5. Murid belajar “team work”. Mereka harus bekerja dalam grup, tidak bisa bekerja sendiri.
Tutup
Setelah tamu pulang, mereka yang "pekerja" masih harus membantu guru.
Stand DIY
Satu ruangan khusus untuk stand-stand DIY. Tamu diajari memakai ulang barang-barang bekas (Reuse). 
Burung
Hiasan dinding DIY menggunakan barang-barang yang dibuang sayang...
Reuse
Pot gantung dari botol bekas. Anak saya bertugas di stand ini.

Memberikan pengalaman serta penghargaan seperti ini kepada anak-anak jauh lebih mendidik dibandingkan dengan menghujani telinga mereka dengan pesan-pesan seperti khotbah …

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

Mungkin Januari bukan bulan yang baik untuk berlibur ke Bali, apalagi jika tujuan pertama adalah...

Rose Chen

Air Terjun Shifen 

Rose Chen

Kuil ini terletak di distrik Zhungli, kota Taoyuan. Tempat ibadah seperti ini ada di setiap...

Rose Chen