Yang Satu Peribahasa, yang Satu Lagi Laporan Media Massa

Ketika membaca peribahasa saya mendapat pelajaran. Saya diingatkan pada sesuatu yang sebaiknya tidak diabaikan. Pada saat membaca berita, saya sering mendapat pelajaran tentang penguasaan Bahasa Indonesia oleh orang Indonesia, dan diingatkan bahwa sebagai wartawan penguasaan bahasa itu haruslah baik – walau tak mungkin sempurna.

I

Peribahasa Minangkabau mengenal “permainan” makna, berupa pernyataan yang tidak masuk akal, alias melawan logika. Dalam peribahasa itu pertentangan makna kata sengaja dibuat untuk menunjukkan suatu keadaan. Pertentangan makna, atau ketidak-masuk-akalan itulah yang menyiratkan pesan yang hendak disampaikan.

Antara lain ada peribahasa sebagai berikut;

Takuruang nak di lua
Taimpik nak di ateh
Jalan baduo nak di tangah

(Terkurung maunya di luar; terhimpit/tertindih maunya di atas; berjalan berdua maunya di tengah).

Peribahasa ini melahirkan dua tafsiran: negatif dan positif.

Tafsiran negatif timbul terutama karena pemakaian kata “nak” yang artinya “hendak”, “mau/maunya”. Kata “nak” menunjuk pada kehendak/keinginan, yang dimaui, atau bahkan sifat seseorang. Kalau harus terkurung, seseorang itu hanya mau di luar, dan hanya mau di atas kalau harus tertindih. Artinya; mau enaknya saja, mau enak sendiri, culas, alias licik.

Tafsiran positif tampaknya timbul lewat pemahaman bahwa isi peribahasa selalu berupa ajaran baik. Padahal sebetulnya ada peribahasa yang sifatnya ejekan, kritik, atau peringatan tentang sesuatu yang buruk. Menurut tafsiran positif, peribahasa itu mengingatkan agar orang tidak mudah menyerah pada keadaan, selalu berdaya upaya melepaskan diri dari segala bentuk kesulitan. Ringkasnya, akal harus digunakan seoptimal mungkin.

Kapan peribahasa itu ditafsirkan positif, dan kapan ia bermakna negatif, tergantung pada konteks pemakaiannya ...

II

Berikut ini juga ada pertentangan --paling tidak ketidak-selarasan-- makna kata. Tapi ini bukan permainan makna. Ia bukan peribahasa, bukan pula petuah. Ini adalah kalimat berita.

Kompas.com hari ini (Jumat, 25 Desember 2015) menyajikan berita berjudul “12 Wisatawan Kepulauan Seribu Terdampar di Tengah Laut”. Lead (paragraf pertama) berita tersebut berbunyi, “Sebanyak 12 wisatawan Kepulauan Seribu terdampar di tengah laut, tepatnya di perairan Pulau Bokor, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.” Paragraf kedua: “Mereka terdampar di tengah laut karena kapal KM Anugerah yang ditumpangi mereka mengalami kerusakan mesin.”

Terdampar di tengah laut? Apa bisa? Di situ ada kata yang maknanya “berkelahi” (karena tidak berkesesuaian) dengan makna kata yang lain. Saya mencurigai diri saya. Jangan-jangan saya keliru memahami makna kata “terdampar” selama ini. Untuk mencari jawabannya, tentu saja Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang saya pilih sebagai sumber penjelasan. Menurut KBBI, “terdampar” bermakna hanyut dan tercampak ke darat; terlanggar pada dasar laut (karang dan sebagainya); kandas.

terkatung-katung

KM Anugerah yang ditumpangi para pelancong itu tidak kandas, atau tidak terdampar di karang. Kapal itu berhenti dalam perjalanan karena mesinnya rusak. Maka di dalam hati saya berkata, “Rupanya yang dimaksud dengan ‘terdampar di tengah laut’ itu ‘terkatung-katung di tengah laut’”. Kata “terkatung-katung” menunjukkan waktu yang panjang/lama. Katerkatung-katungan KM Anugerah dan para penumpangnya itu memang tidak lama sekali, lebih kurang hanya dua setengah jam tak bisa berlayar. Tetapi dua setengah jam diombang-ambingkan ombak di tengah malam, tentulah menakutkan ... paling tidak mencemaskan, seperti kecemasan saya ketika menemukan kenyataan bahwa pemahaman wartawan akan Bahasa Indonesia kian memprihatinkan.

Catatan : Tulisan ini sebelumnya muncul sebagai note di akun facebook penulis.

SaveSave

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

Baca juga tulisan sebelumnya:...

Rose Chen

Hari pertama di Chiang Mai dimulai dengan shopping di Maya Lifestyle Shopping Center...

Rose Chen

Pulau Keelung (Keelung Islet) adalah pulau kecil yang terletak lima kilometer dari...

Rose Chen

Di Taiwan sayur paku sarang burung adalah kegemaran orang lokal. Biasanya mereka tumis dengan...

Rose Chen

Mungkin banyak yang belum pernah makan umbi bunga lily (bunga bakung). Umbi bunga lily bisa...

Rose Chen