Satu Bulan Keliling Eropa II

Berlin, Jerman

Ketika kami tiba, Berlin diguyur hujan dan dinginnya melebihi Amsterdam, dengan nama stasiun kereta yang benar-benar asing sama sekali. Hampir satu jam kami mencari rumah kost di Alt Moabit, padahal sebelumnya sudah search di internet. Namun kesan tentang Jerman yang kaku dan dingin menjadi sirna ketika ada seorang wanita yang baik hati menemani mencari rumah kost kami, bahkan bersedia mengantar kami dengan mobilnya sampai ketemu. Akh, ternyata hanya satu blok di depan, rupanya kami memutarbalikkan kode pos dan nomor rumah. Kami bahkan lupa menanyakan nama wanita yang baik hati ini.



Cuaca cerah di pagi hari dengan matahari yang bersinar garang, walaupun udara tetap dingin, 3℃ di bulan April. Kami naik bus ke Nordbahnhof dengan tujuan Berlin Wall Memorial.

Tiket bus untuk satu hari penuh harganya €7, bisa dipakai untuk naik kereta maupun commuter train. Pertama kami agak bingung membedakan antara Hauptbahnhof (Central station), Nordbahnhof (terletak di Utara) dan Ostbahnhof (terletak di Timur). Tetapi setelah setengah hari menghafal, akhirnya menjadi terbiasa.

Train Station Berlin

Di setiap halte (H) jelas tertulis nomor bus, tujuan dan waktu kedatangan. Google map Karin juga sangat membantu. Commuter train inisialnya adalah S dan kereta bawah tanah inisialnya U. Tercantum cukup jelas di setiap halte di pinggir jalan.



Berlin Wall Memorial didirikan untuk mengenang sejarah dibangunnya tembok pemisah Jerman Barat dan Jerman Timur. Setelah Perang Dunia kedua , Jerman terpisah karena paham yang berbeda. Sejak berdiri tahun 1961 dinding ini telah menelan korban paling sedikit 136 orang. Saya mencoba membayangkan bagaimana rasanya dipisahkan dari keluarga, kekasih, saudara oleh sebuah dinding yang tidak seberapa tinggi tetapi selalu dijaga ketat. Tahun 1989, Jerman Timur dan Barat akhirnya memutuskan untuk bersatu kembali dan dinding itupun diruntuhkan. Rasanya masih segar dalam ingatan ketika televisi menyiarkan peristiwa yang sangat bersejarah tersebut.

Memorial Wall Berlin

Tidak seluruh tembok Berlin dirobohkan, East Side Gallery dipenuhi dengan lukisan para seniman dunia, sayangnya sekarang ditimpali dengan coretan iseng para turis seperti, I love you Henry,  Mary and David, Mama Daddy and I. Akh....sangat disayangkan sekali.



Untuk ke East Side Gallery, kami harus naik kereta bawah tanah Ostbahnhof. Stasiun ini pada masa sebelum Jerman bersatu, merupakan salah satu alternatif pintu pelarian yang paling sering dipakai karena melintasi dua wilayah. Oleh karenanya kemudian ditembok dan ditutup. Rasanya dingin mencekam, dinding-dindingnya seperti menyimpan banyak cerita pilu.

East Side Gallery Berlin
East Side Gallery

Malamnya kami mengunjungi Reichstag (gedung parlemen). Untuk mengunjungi Reichstag harus reservasi minimal dua hari sebelumnya melalui internet. Tiap reservasi diberi tiga kesempatan waktu berkunjung. Kami tiba 15 menit sebelum waktu yang dipilih, nama kami sudah ada di daftar tamu. Setelah menunjukkan paspor dan melalui screening yang ketat, kami dipersilakan masuk. 

Tujuan kami adalah Reichstag dome yang terletak di puncak bangunan. Dome ini dirancang oleh arsitek Inggris, Norman Foster. Keseluruhan dome terbuat dari kaca, memberi akses 360 derajat pemandangan kota Berlin dengan sungai Spree yang menawan. Dirancang agar ramah lingkungan, puncaknya terbuka dengan corong raksasa di tengah dome yang berfungsi sebagai alat sirkulasi udara, menarik udara segar dari luar dan mengeluarkan udara pengap dari dalam bangunan. Corong ini juga berguna untuk menampung air hujan yang dialirkan ke tangki air dan kemudian didaur ulang.


Halaman Reichstag building ini pernah dipakai oleh Michael Jackson untuk konser.

Dari Reichstag building kami menyeberang jalan ke Memorial Park yang dibangun untuk mengenang para korban kamp konsentrasi. Sejarah yang sungguh kelam. Berjalan lurus ke depan sampailah kami di Brandenburg Gate yang terkenal.

Malam ini Karin punya ide cemerlang untuk makan malam, kami membeli nasi putih di kedai sushi, sayap goreng dari McDonald, ditambah sambel ABC yang kami bawa dari Indonesia, rasanya pasti cocok untuk mengimbangi udara Berlin yang dingin ini.

Prague, kota menara - Chekoslovakia



Salah satu kesulitan utama saat traveling adalah bahasa. Mengingat nama-nama tempat dalam bahasa asing membutuhkan kesabaran ekstra.

Prague adalah kota yang indah sekali. Bangunan berwarna pink, biru muda, coklat, dan kuning berderet-deret bagaikan macaron. Mata uang mereka adalah Czech Koruna (CZK), saat tulisan ini naik tayang di patahtumbuh (12 Juli 2015), €1 = 27 CZK. 

Makanan lokal yang terkenal adalah goulash, daging sapi yang direbus dengan bumbu-bumbu. Beef goulash dengan pork knee (paha babi yang dipanggang) yang kami makan semalam, masih terasa nikmatnya sampai sekarang. 

Tiket tram bisa dibeli di toko buku atau kios pinggir jalan, ada yang berlaku untuk 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Tiket divalidasi di yellow machine dalam tram. Harga tiket 30 menit adalah 24 CZK.

Daerah yang paling banyak dikunjungi adalah Old Town Square dengan  Astronomical Clock (jam astrologi) dan bangunan artistik di sekitarnya. Jam yang telah menjadi kebanggaan kota Prague sejak 600 tahun yang lalu ini telah direparasi dan dimodernisasi berkali-kali.

Old Town Square Prague
Old Town Square Prague

Tujuan kami berikutnya adalah museum coklat. Baru sekarang saya tahu bahwa coklat pertama digunakan secara eksklusif oleh bangsa Maya. Mereka menyebutnya "kakawa". Waktu itu coklat dipakai sebagai bagian dari persembahan kepada dewa.
Pada abad ke 15, coklat juga menjadi alat barter selain tembaga dan batu volkanik. 10 biji coklat bisa ditukar dengan 1 ekor kelinci, 100 biji coklat untuk 1 orang budak yang sehat.
Abad ke 17 coklat adalah minuman yang sangat digemari di Spanyol. Bahkan di gereja mereka tidak berhenti meminumnya sehingga mengganggu jalannya kebaktian. Pendeta melarang minuman ini, dan beberapa waktu kemudian pendeta ini didapati terbunuh karena racun yang ditaruh di minuman coklatnya. Nah lo, ternyata pendetanya suka minum coklat juga kan…
Abad 18, minuman coklat menyebar ke Prancis, para putri bangsawan bahkan memiliki pembantu yang khusus meracik minuman coklat ini. Tahun 1828, Coenraad Van Houten dari Belanda menemukan cara memisahkan lemak dari coklat yang menghasilkan tepung coklat rendah lemak.

Saya ingat dulu ada tour ke kebun coklat dalam paket tour Danau Toba untuk wisatawan Eropa. Indonesia merupakan salah satu negara yang ideal untuk ditanami coklat karena tanaman ini suka pada kelembaban dan suhu panas.


Di sebelah bangunan museum coklat ada museum penyiksaan. Kalau museum coklat menyajikan kisah kenikmatan, maka museum penyiksaan menghidangkan aneka cara penyiksaan sebagai hukuman atas kesalahan yang dilakukan.



Biaya hidup di Prague tidak semurah yang saya bayangkan. Apalagi untuk atraksi turis seperti museum, kastil maupun menara. Semuanya mengharuskan tiket masuk, rata-rata 250 CZK, walaupun ada discount untuk pelajar seperti Karin, dengan menunjukkan kartu pelajar tentunya.


Prague Castle
Prague Castle

Setelah mengalami kebakaran dua kali, hanya bagian luar Prague castle yang dibangun di abad 13 ini, yang masih indah. Arsitekturnya memang luar biasa, tetapi sudah tidak banyak yang tersisa di dalam. Seandainya dinding-dindingnya bisa berbicara, pasti banyak kisah tentang putri dan pangeran yang dapat diceritakan. 

Budapest, Hungaria



Awalnya Budapest tidak ada dalam rencana perjalanan kami. Ada beberapa kota yang mendapat lampu kuning karena dinilai kurang aman. Salah satunya Budapest. Jadi sebelum tiba sebenarnya hati sudah kebat kebit. Kekhawatiran kami semakin bertambah sejak tiba di stasiun, orang yang kami lihat rasanya aneh-aneh dan seram-seram. Tidak jelas apakah ini hanya prasangka.

Pertama, kami harus mencari bus nomor 30. Rasanya kami berkeliling lima atau enam kali baru ketemu. Tiket dibeli langsung dalam bus. Sudah supir tidak ada uang kembalian, ditambah lagi supir bus yang menutup pintu terlalu cepat sehingga lengan Karin terjepit; plus orang-orang di atas bus yang hanya bengong tanpa reaksi padahal mereka bisa membantu dengan menekan tombol untuk membuka pintu. Duh… pengalaman yang sungguh tidak menyenangkan.

Penderitaan belum berakhir, akomodasi yang kami pesan via airbnb ternyata jauh sekali. Sampai di alamat yang diberikan, kami tidak bisa menemukan nama host di depan pintu bangunan apartemen. Kami berusaha menelepon tapi telepon juga tidak tersambung. Akhirnya kami mengirim sms ke airbnb, ternyata nomor bangunan salah. Udara dingin, tetapi keringat kami sudah bercucuran karena stres.

Kami kemudian tahu, host kami pernah tinggal di Yogjakarta. Rumahnya sering dijadikan tempat ngumpul untuk belajar tarian jawa. Orangnya ramah, rumahnya penuh dengan barang seni dari mana-mana, terutama Indonesia. Saya baru ingat, Indonesia punya hubungan diplomatik yang baik dengan Hungaria. Walaupun agak kesal tapi kami merasa lega akhirnya berhasil menemukan tempatnya.

BudapestBudapest

Kami memutuskan untuk makan enak setelah pengalaman pahit ini. Ternyata Budapest tidak seburuk yang kami kira. Pepohonan yang gundul di sepanjang jalan menghadirkan pemandangan yang romantis. Gedung-gedung tua menampilkan keindahan arsitekturnya. Dan goulash Budapest luar biasa enaknya, menghangatkan perut yang kosong dan dingin sejak tadi. Mirip sup sapi di Indonesia, hanya kurang sambal kecap manis saja. Makanan tradisional di sini sama dengan Prague yaitu goulash daging sapi.

Goulash
Goulash

Rencana awal, setelah makan kami ingin naik cruise keliling sungai Danube yang terkenal itu. Sayang kami tidak berhasil menemukan pelabuhannya. Akhirnya kami hanya menyusuri jalan dengan banyak pedagang asesories dan cemilan sampai ke ujung pantai. Terlihat di kejauhan bangunan istana yang indah dan gemerlap. Restoran mahal menyajikan makanan dengan pemain biola yang berkeliling ke meja-meja.

Budapest

Kami pulang dengan persepsi yang berbeda dengan ketika datang, tidur di lantai atas yang berdinding gedek (saking cintanya mamak kost ini dengan Indonesia). Minum jus lavender yang selama ini saya pikir hanya bunga ungu pengusir nyamuk, tak mengira ternyata bisa dimakan.

 Makan sushi di Budapest seharga 9.800 Hungarian Forints (HUF) untuk berdua. Kalau dikurskan saat itu lebih kurang 40 euro. 1 euro = 250 HUF (Saat tulisan ini naik tayang di patahtumbuh, Juli 2015, 1 Euro = 312 HUF). Sushi mengakhiri perjalanan kami di Budapest yang secara mengejutkan telah mengubah image Budapest yang seram menjadi Budapest yang romantis.

Baca lanjutannya...

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

Mungkin Januari bukan bulan yang baik untuk berlibur ke Bali, apalagi jika tujuan pertama adalah...

Rose Chen

Air Terjun Shifen 

Rose Chen

Kuil ini terletak di distrik Zhungli, kota Taoyuan. Tempat ibadah seperti ini ada di setiap...

Rose Chen