Kalimat inversi bukanlah kalimat unik yang sulit dipahami. Ia adalah kalimat yang pola pembentukannya, atau susunan unsur kalimatnya tidak versi --tidak mengikuti urutan subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK)-- dan penulisannya juga tidak sulit, walau tidak selalu mudah.
Batasan yang dipakai selama ini mengatakan bahwa kalimat inversi adalah kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Karena saya bukan ahli bahasa dan tidak pernah mempelajari bahasa secara keilmuan, tidaklah saya ketahui apakah hanya kalimat yang predikatnya mendahului subjek yang kalimat inversi. Atau adakah kalimat inversi yang subjeknya didahului keterangan, seperti yang diperlihat dua contoh berikut ini.
Berbekal Seadanya, TNI Berjibaku Melawan Asap
(Kompas, edisi cetak, 17 Oktober 2015)
In Egypt, angry talk of Western conspiracy over plane crash
Dalam beberapa tahun belakangan ini berbagai media gemar sekali menulis judul laporan berupa kalimat inversi seperti contoh itu. Konon ia dimaksudkan untuk memberikan penekanan pada aspek yang diharapkan mendapat perhatian dalam laporan yang disampaikan, yang ditulis di awal kalimat judul. Seperti biasa, kegemaran ini diawali oleh upaya tiru-meniru. Media asing membuatnya demikian, ditiru sebuah media terkemuka terbitan Jakarta, dan diikuti oleh media lain yang tak mau ketinggalan. Kadang-kadang pembalikan struktur kalimat itu memang baik, pas, dan berhasil memberi penekanan, tetapi adakalanya pula pembalikan itu terasa dipaksakan tanpa timbulnya penekanan. Lebih celaka lagi, apabila pembalikan pola kalimat itu menimbulkan kerancuan.
Tiru-meniru model begini, kalau tidak salah, mulai terjadi pada 1970an, bukan untuk judul, melainkan untuk teks dalam tubuh laporan. Tampaknya ia diilhami oleh penulisan laporan majalah luar negeri dengan bahasa yang “berwarna” dan dengan uraian deskriptif. Pola terbalik seperti itu, sering berhasil membuat cerita atau uraian lebih menarik.
Antara lain, kalimat terbalik itu diawali dengan “keterangan” yang seringkali berupa deskripsi yang memberikan warna pada kisah.
-- Dengan kebaya ungu muda yang dipadu dengan batik berwarna senada, penyanyi X datang sendirian ke resepsi pernikahan X dan Y, sehingga gosip perihal keretakan rumahtangganya kini kian santer.
Juga ada “keterangan” yang jadi pembuka kalimat berupa alasan atau penyebab untuk hal yang disebut predikat.
-- Tiga pekan sudah berlalu, tanpa ada jawaban yang pasti dari Dinas ABC, membuat X jemu menunggu dan menganggap birokrasi mempersulit usahanya.
Untuk menulis kalimat dengan pola terbalik, wartawan atau penulis, harus berhati-hati agar “tidak tersesat” dalam kalimat yang dia buat sendiri, yang sering menjadi kalimat yang tidak logis. Berikut ini ada sebuah berita yang judulnya berupa kalimat dengan pola terbalik itu. Saya merasa ada yang tidak beres pada judul berita ini.
"Ngaku" Kurir, Wanita Ini Ditangkap Bawa 1 Kilogram Sabu
Apakah karena mengaku sebagai kurir dia ditangkap? Menurut isi berita, tidak. Apakah dalam keadaan memberikan pengakuan sebagai kurir dia ditangkap. Juga tidak, karena yang terjadi sebetulnya dia ditangkap, diinterogasi, dan dalam interogasi dia mengaku baru sekali mengantarkan barang terlarang itu.
Menulis agak bergaya itu bagus. Tiru-meniru tidak dilarang, asalkan tidak membajak. Walau begitu, karena ini menyangkut bahasa, dan persoalan pokok dalam berbahasa adalah logika, kemampuan berpikir jernih dalam berkata-kata dan menulis menjadi syarat yang mutlak.
Add new comment