Dokter Jatuh Sakit (Bagian 1)

Sebelumnya: Miskin Itu Relatif (Bagian 2)

Ada old wives’ tale (kepercayaan yang diyakini kebenarannya secara luas tapi sekarang dianggap tidak ilmiah/tidak benar) yaitu seorang perempuan yang fisiknya lemah, sering sakit-sakitan, jika diberi makan bergizi tinggi (yang dimasak dengan obat-obatan tradisional) dalam masa nifas (40 hari pasca melahirkan), kesehatannya akan membaik. Dalam masa sekitar enam bulan sejak saya mulai kerja sebagai dokter PTT di desa S hingga saat saya punya anak, saya jatuh sakit tiga kali. Yang pertama sudah pernah saya ceritakan, disentri. Yang kedua, sebulan sebelum saya menikah, saya terserang hepatitis A, saya muntah-muntah dan merasa ada yang tidak beres. Rasanya kesadaran saya mulai mengabur. 

Sakit dan sendirian di rumah dinas bukan hal yang menyenangkan. Saya memutuskan pulang ke rumah orangtua di Padangsidimpuan. Karena bagian belakang rumah dinas saya hanya dibatasi pagar bambu dengan rumah Bu Nur (bukan nama sebenarnya), mereka rupanya mendengar saya muntah-muntah. Mungkin bodat-bodat (monyet) di pohon juga merasa kasihan melihat saya. Bu Nur bertanya apa saya ada makan obat. Saya katakan saya mau ke Padangsidimpuan saja. Saya minta tolong suaminya mengantar saya dengan sepeda motor ke warung Pak Lubis untuk naik mobil Pak Bollang. Tapi ternyata mobil Pak Bollang tidak datang. Akhirnya suami Bu Nur mengantar saya hingga ke jalan lintas Sumatera (takkan saya lupakan kebaikan kedua suami istri ini, ingin sekali bertemu mereka kembali). 

Monyet

Perjalanan dengan bus hingga Padangsidimpuan bagaikan mimpi yang kabur. Saya hanya ingat dibangunkan oleh bapak yang duduk di samping saya. Dia bilang, “Bu, Ibu mau turun di Padangsidimpuan bukan? Kita sudah masuk Padangsidimpuan.” Saya terbangun dan melihat ke arahnya dengan heran. Sekejap saya bingung sedang berada di mana. 

Bapak: Ibu dari tadi tidur nyender ke saya. Saya lihat Ibu seperti sakit. Jadi tak saya bangunkan. 

Saya memandang keluar. Tampak perumahan yang familiar. Ah, beberapa menit lagi saya sampai di rumah. Saya melihat ke arah Bapak itu dan sangat berterimakasih bahwa dia begitu baik tidak mengganggu saya dan membiarkan kepala saya menyender di bahunya. Bukan tidak jarang saya bertemu orang kurang sopan di bus umum. 

Saya harus beristirahat 10 hari sebelum kembali ke desa S. Berat badan saya turun tiga kilogram dan Papa sampai memohon saya untuk menunda pernikahan karena dia dengar old wives’ tale bahwa perempuan yang barusan sembuh dari hepatitis tidak boleh menikah. Kalau memaksa menikah juga, bisa meninggal. Saya tentu tidak bisa mengikuti permohonannya karena pernikahan tinggal beberapa minggu lagi. Lucunya, pakaian pengantin yang dari berbulan yang lalu sudah dipesan menjadi kebesaran dan terpaksa dikecilin lagi. Saya bahkan harus memakai bra dua lapis. Ha ha ha… 

Baca lanjutannya: Dokter Jatuh Sakit (Bagian 2)

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.

Awal Maret 2024, untuk merayakan 30 tahun pernikahan kami, saya dan suami memutuskan untuk…

Rose Chen

Baca juga tulisan sebelumnya:…

Rose Chen

Hari pertama di Chiang Mai dimulai dengan shopping di Maya Lifestyle Shopping Center

Rose Chen

Pulau Keelung (Keelung Islet) adalah pulau kecil yang terletak lima kilometer dari…

Rose Chen

Di Taiwan sayur paku sarang burung adalah kegemaran orang lokal. Biasanya mereka tumis dengan…

Rose Chen