Belajar dari Polandia

Saya pernah menulis mengenai ramalan pengarang dan sejarawan Amerika Serikat, Jared Diamond bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang menuju kehancuran. Hal itu beliau utarakan dalam ceramahnya di London tahun 2013. Dalam tulisan saya —“Runtuhnya Sebuah Negara”— saya mencoba membahas poin-poin yang menyebabkan Diamond berpendapat seperti itu dan bagaimana kita menghindarinya dan juga bersikap proaktif.

*
Sejak 1947 hingga 1989 Republik Polandia berada di bawah pengaruh Uni Soviet. Berawal sebagai negara komunis, pemerintah Polandia berusaha keras --jatuh bangun— memajukan Polandia. Kesulitan ekonomi dan ketidakpuasan masyarakat adalah hal yang biasa.

Oktober 1978 adalah momen yang sangat penting bagi penduduk Polandia, Kardinal Karol Wojtyla dari keuskupan Kraków terpilih menjadi Paus dengan nama Paus Johanes Paulus II. Negara komunis ini tiba-tiba menjadi negara dengan penganut Katolik yang paling saleh. Ketika Paus Johanes Paulus II (yang berkedudukan di Vatikan) mengunjungi Warsawa untuk pertama kalinya sejak terpilih, sekitar lima ratus ribu orang hadir mendengar pidatonya. Paus menyarankan agar lembaga-lembaga sosial terpisah dari pemerintahan yang menganut sistem sosialis itu. 

Setahun kemudian saya mulai bersahabat pena dengan Barbara dari Kraków. Surat Barbara dipenuhi keluh-kesah seorang remaja yang tidak puas dengan kehidupan yang tidak bebas walau caranya mengutarakan tidak dengan bahasa yang keras. Sementara itu Polandia terus bergolak, persaingan politik Partai Solidaritas Buruh dengan Komunisme. Perjuangan Partai Solidaritas Buruh berlangsung hingga 1989, saat mereka berhasil melakukan negosiasi dengan pemerintah yang berakhir dengan terpilihnya perdana menteri pertama dari Partai Solidaritas. Inilah awal dari demokrasi di Polandia. Perubahan terjadi bertahap. Tahun 1999 Polandia bergabung dengan NATO, dan tahun 2004 bergabung dengan Uni Eropa.

GDP (Gross Domestic Product) per kapita Polandia sejak dulu hampir tidak pernah melewati setengah dari nilai rata-rata GDP per kapita negara-negara Eropa Barat dan mencapai titik terendahnya pada tahun 1991, saat pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga pendapatan per kapita orang Jerman. Saat itu orang Polandia malah lebih miskin dari Ukraine, ataupun Suriname. Tapi setelah itu perekonomian mereka mulai maju pesat.

Tahun 1995 pertumbuhan perekonomian Polandia tercatat sebagai yang tercepat di antara negara-negara besar lainnya dan bahkan mengalahkan macan Asia seperti Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan. Sejak 1989, GDP per kapita Polandia naik hampir 150 persen, jauh lebih tinggi dari semua negara Eropa lain. Tahun ini Polandia menjadi mantan negara komunis pertama yang terdaftar dalam FTSE Russell List of Developed Countries.

*
Polandia tidak memiliki sumber daya alam. Semua kemajuan yang mereka dapat adalah murni lewat pertumbuhan ekonomi. Menurut pengarang buku Why Nations Fail, penyebab kegagalan satu negara adalah institusi politiknya, bukan kebijaksanaan ekonomi atau alasan yang lain. Lembaga negara yang “ekstraktif” adalah sekelompok individu yang menggunakan kekuasaannya untuk mengeksploitasi (memanfaatkan) rakyat. Lembaga yang “inklusif” adalah yang melibatkan rakyat dalam proses bernegara. Selama berabad-abad, masyarakat Polandia hidup dalam sistem masyarakat ekstraktif. Setelah keruntuhan sosialisme, masyarakat Polandia mulai membuka diri menjadi masyarakat yang inklusif.

Pengamat ekonomi Eropa, Marcin Piatkowski dalam bukunya yang terbaru mengatakan kesuksesan Polandia pasca 1989 adalah karena mereka menerapkan kebijaksanaan ekonomi yang baik.

Beberapa kemungkinan penyebab pertumbuhan ekonomi Polandia yang mencengangkan:

  1. Demokratis — Sejak transisi tahun 1990 Polandia telah mengalami 17 kali pergantian pemerintahan, semuanya terdiri dari perancang kebijaksanaan elit berkualitas tinggi, terutama menteri-menteri keuangannya dan para bankir.
  2. Reformasi ekonomi besar-besaran sejak awal 1990an — Penyesuaian hutang luar negeri dan penekanan serendah mungkin hutang negara dan hutang pribadi. Menaikkan gaji minimum, menerapkan pajak progresif, dan pembangunan lembaga-lembaga independen. 
  3. Fokus pada pendidikan — Sejak 1990, makin banyak orang muda Polandia yang belajar sampai level universitas.
  4. Investasi — Dalam bentuk infrastruktur modern.
  5. Mementingkan proses yang transparan — Tidak ada nepotisme. Semua miliarder baru Polandia sekarang sukses atas usaha sendiri. Tidak ada yang berhasil karena memiliki marga yang sama dengan penguasa atau keluarga dari orang kaya.

Open market dengan impor dari negara lain seperti Jerman terbukti memiliki benefit lebih besar dari subsidi. Hal ini jelas terlihat pada kasus Jerman Timur yang menerima jumlah yang sangat besar sewaktu bersatu dengan Jerman Barat, tetapi pertumbuhan ekonomi masih kalah dari Polandia yang menerima jauh lebih sedikit dari dana Eurozone.

Pertumbuhan ekonomi Polandia juga didukung oleh masyarakat yang kompak, terpelajar, egalitarian (percaya semua orang harus diperlakukan sama tanpa memandang suku, ras, gender, dan keyakinan), dan status sosial yang berubah terus sesuai kemampuan individu. Ini semua membuat keseluruhan populasi Polandia tumbuh dengan sangat baik.

Mari kita belajar dari Polandia.

John Pope II

 

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Lines and paragraphs break automatically.

Awal Maret 2024, untuk merayakan 30 tahun pernikahan kami, saya dan suami memutuskan untuk…

Rose Chen

Baca juga tulisan sebelumnya:…

Rose Chen

Hari pertama di Chiang Mai dimulai dengan shopping di Maya Lifestyle Shopping Center

Rose Chen

Pulau Keelung (Keelung Islet) adalah pulau kecil yang terletak lima kilometer dari…

Rose Chen

Di Taiwan sayur paku sarang burung adalah kegemaran orang lokal. Biasanya mereka tumis dengan…

Rose Chen