Seorang teman yang dibohongi anaknya pernah berkata, “Bukan dustanya yang membuat saya sedih tapi penghinaan kepada kecerdasan saya yang membuat saya marah.” Perasaan siapa pun akan terluka bila tahu dirinya dibohongi, sedih karena dianggap tidak cukup berharga untuk mendapatkan kebenaran, atau karena dikira terlalu bodoh untuk mengetahui bahwa itu adalah dusta.
Ketika seseorang menemukan bahwa anaknya berbohong, dia akan mencap anaknya “pembohong” atau “licik”. Bila anak itu terus berbohong, dia akan dicap sebagai anak “bandel” dan “tidak menghargai” orangtua. Dari sisi si anak, ada keinginan agar dia dicintai orangtuanya. Ketika orangtuanya menuduh bahwa dia nakal karena berbohong, dia akan makin sering berbohong ketika melakukan hal yang dia pikir akan membuat orangtuanya marah. Walau dia bandel, pada dasaarnya si anak tidak ingin membuat orangtuanya kecewa.
Berbohong dari Kecil
-- Anak Balita
Anak balita (bawah lima tahun) bisa berbohong tanpa diajari. Bahkan anak yang baru berusia dua atau tiga tahun bisa menyangkal telah melakukan suatu tindakan yang dia tahu tidak boleh dilakukan (misalnya; memberikan daging yang tidak disukainya kepada anjing). Jika ketahuan dia akan mengatakan bahwa anjingnya yang meminta. Tidak ada gunanya memarahi dia karena anak itu tidak tahu dia berbuat salah. Katakan saja, dia tidak bisa tumbuh karena makanannya tidak dia makan. Anjingnya pun bisa sakit karena memakan makanan manusia.
Michael Brody, M.D, psikiater anak dari Maryland mengatakan, anak-anak yang masih sangat muda tidak tahu membedakan kenyataan dengan khayalan. Menurut Brody, jika dipaksa mengatakan kejadian yang sebenarnya atau dimarahi, si anak malah akan berbohong.
-- Anak Usia Taman Kanak-Kanak
Anak seusia ini suka berimajinasi. Anak yang ingin punya saudara mungkin berimajinasi dia memiliki saudara. Kadang-kadang imajinasi itu demikian kuat, sehingga bagi dia terasa sebagai kenyataan. Anak teman saya yang tidak suka makan brokoli mengatakan kepada ibunya bahwa “temannya” tidak dipaksa makan brokoli oleh mamanya.
Teman imajinasi anak-anak sering diberi nama oleh si anak, dan menjadi bagian dari proses anak belajar tentang hidup. Seorang anak yang mendengar tentang nenek temannya meninggal bisa saja mengatakan teman imajinasinya itu meninggal juga. Ada juga anak yang mengatakan pada ibunya bahwa dia baru melihat Superman terbang, lewat dengan sangat cepat. Itu hanyalah imajinasinya, dia tidak bermaksud berbohong.
-- Anak Usia Sekolah
Anak usia ini mulai memiliki kemampuan berbohong untuk menjaga perasaan orang lain. Anak kecil yang ingin melindungi abangnya agar tidak dimarahi mamanya akan mengatakan abangnya tadi latihan piano waktu mamanya keluar (padahal abangnya menonton TV).
“Saya dapat nilai 40 untuk ujian matematika. Mama pasti sedih. Lebih baik saya katakan saya dapat nilai 70, toh tidak akan menyakiti siapa-siapa,” begitulah cara mereka berpikir.
-- Remaja
Anak-anak yang waktu duduk di bangku Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar hingga sekitar kelas 3 atau 4 selalu bercerita panjang lebar setiap pulang sekolah, sewaktu memasuki usia remaja mulai jarang bercerita. Tidak perlu khawatir bahwa dia menyimpan rahasia. Itu hanyalah proses menuju kedewasaan. Mereka tidak suka dikontrol dan dicereweti. Mereka merasa mampu mengerjakan sendiri semua tanggungjawab.
Bila anda mendapat laporan dari guru bahwa anak anda sering tidak mengerjakan pekerjaan rumah sebulan belakangan, padahal dia mengaku selalu mengerjakan pekerjaan rumahnya, anda harus menunjukkan padanya bahwa anda tidak senang karena dia berjanji akan melakukan tugasnya tanpa dicereweti.
Remaja berusia 14 - 15 tahun yang masih menceritakan semua peristiwa yang dia alami adalah remaja yang tidak bertumbuh menuju dewasa.
Remaja yang berbohong biasanya tahu bahwa berbohong itu tidak boleh dan tidak baik, tapi mereka tidak mengerti bahwa itu bisa mengecewakan orangtuanya dan juga orang lain.
Remaja yang ingin dianggap hebat oleh temannya bisa juga berbohong kepada temannya dengan mengarang cerita seolah-olah dia telah melakukan suatu hal yang hebat padahal dia tidak pernah melakukannya.
Peraturan orangtua yang terlalu ketat juga membuat remaja berbohong. Anak yang dilarang memakai celana pendek misalnya, akan memakai celana panjang dari rumah tapi membawa celana pendek dalam tasnya dan akan memakainya begitu menemukan tempat bersalin pakaian.
Elizabeth Berger M.D, psikiater anak dan pengarang buku “Raising Kids With Character” (Membesarkan Anak Berkarakter) mengatakan bahwa remaja yang gelisah (anxious), yang tidak memiliki kepercayaan diri --terutama bila harus menghadapi satu situasi tertentu-- akan berbohong. Menurut beliau ada dua kemungkinan yang membuat remaja berbohong. Pertama, dia berada di bawah tekanan (stress). Kedua, dia adalah anak cerdas yang tahu bahwa berbohong adalah taktik yang menguntungkan.
Mendidik Anak Agar Jujur
1. Jadilah contoh yang baik sejak anak masih kecil. Jangan mengaku pada penjaga loket tinggi badan anak anda 115 cm agar tidak perlu membayar, padahal anak anda tahu tinggi si anak 120 cm. Bila mendapat hadiah, jangan katakan bahwa anda menyukai hadiah itu padahal tidak.
2. Tanamkanlah selalu bahwa berbohong bisa merusak kepercayaan dan hubungan dengan orang lain.
3. Hukuman yang diberikan untuk anak yang berbohong sebaiknya yang bisa membuat anak itu tidak akan berbohong lagi. Misalnya, bila dia berbohong, sita telepon genggamnya selama 24 jam. Bila kedapatan berbohong untuk hal yang sama, penyitaan telepon genggam menjadi 48 jam.
4. Tidak perlu menerangkan moralitas dari berbohong karena hanya akan menjadi debat. Katakan saja itu adalah peraturan keluarga. Tidak boleh berbohong, karena berbohong menyakitkan. Jika berbohong, akan ada konsekuensinya, yaitu penyitaan telepon genggam.
5. Tanyakan apa yang dia inginkan dengan berbohong, bukan mengapa dia berbohong. Lalu diskusikan apa yang bisa dilakukan agar apa yang dia inginkan itu bisa diperoleh.
6. Ubahlah cara berpikir. Berhentilah berpikir bahwa dia anak yang “payah”, nakal, dan selalu melukai hati. Jangan banyak bertanya tentang apa yang terjadi jika anda sudah tahu apa yang terjadi walau tidak jelas sepenuhnya. Tidak perlu meminta dia menceritakan secara terperinci apa yang telah terjadi. Hal itu hanya akan membuat si anak merasa perlu berbohong.
7. Walau begitu, akan lebih baik tidak menghukum si anak. Bila perlu terangkan mengapa anda membuat peraturan. Menghukum belum tentu membuat dia jera, malah dapat membuat dia makin takut dan makin sering berbohong.
Tambah komentar baru