Akhir-akhir ini, bullying menjadi topik yang semakin sering dibicarakan karena banyak kasus yang muncul dan berdampak pada perkembangan kepribadian anak. Ini bukan persoalan sepele dan sudah sewajarnya orang tua dan guru lebih peka dan mampu mendeteksi kemungkinan terjadinya bullying.
Saya tidak menemukan padanan kata yang pas dalam bahasa Indonesia untuk menggantikan kata bullying. Bullying bisa diartikan sebagai tindakan agresif yang mengancam, intimidasi, atau penindasan terhadap pihak yang menjadi korban. Biasanya tindakan ini sudah terjadi berulang kali yang dimaksudkan untuk melukai orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Tujuannya untuk menunjukkan kekuasaan yang lebih besar dari si korban.
Beberapa tahun yang lalu, salah satu anak les saya, ketika itu ia masih duduk di kelas 2 SD, terlihat murung dan menjadi semakin pendiam. Prestasi di sekolah menurun. Saya mencoba mengajaknya bicara baik-baik dan akhirnya ia mengatakan dendam pada temannya W dan ingin punya pistol dan menembak tepat di kening W, hingga berdarah-darah dan langsung meninggal. Duh….saya terperanjat mendengarnya karena ia mendeskripsikan dengan detil apa yang akan dia lakukan pada temannya itu. Ini menunjukkan ia sudah sangat terluka. Selama ini ternyata W sering mengganggunya. Mendorongnya di tangga, menjambak rambutnya, merebut alat tulisnya, menarik kursinya hingga ia terjerembab ke lantai dan pernah juga menusuk tangannya dengan pensil. Saya segera melaporkan masalah ini pada orang tuanya dan minta izin untuk melakukan tes psikologis pada puteranya. Dari hasil tes, terlihat banyak trauma dan emosi negatif yang muncul.
Saya menyarankan orang tuanya untuk segera menghadap wali kelas dan kepala sekolah untuk menggali lebih lanjut. Ternyata selama ini orang tuanya tidak pernah tahu jika puteranya mengalami bullying di sekolah. Ibunya justru menjadi sering marah karena nilainya merosot. Anak semakin terpuruk dan menarik diri. Tidak berani menyampaikan kejadian yang sebenarnya ia alami. Pernah beberapa kali si anak mengeluh sakit perut, sakit kepala, pusing, muntah-muntah di pagi hari dan tidak mau sekolah.
Pihak sekolah bersedia bekerja sama dengan memanggil orang tua W. W ditegur dan dipindahkan ke kelas sebelah, wali kelas menjadi lebih perhatian. Orang tua juga merubah sikap dan lebih perhatian pada puteranya. Selang beberapa bulan kemudian, anak menjadi lebih terbuka dan mau bercerita kejadian sehari-hari pada orang tuanya. Prestasi di sekolah meningkat dan si anak kembali ceria setelah kasus bullying ini ditangani dengan baik.
Karakteristik Bullying
Bullying biasanya dilakukan oleh orang yang lebih berkuasa terhadap korban yang lebih lemah atau rendah posisinya. Secara umum, bullying meliputi kekerasan secara verbal, emosional dan fisik.
Menurut data US National Center for Education Statistics (2007), sekitar 32% anak-anak sekolah di Amerika mengalami bullying. Di Indonesia belum ada data yang jelas karena sering korban tidak terdeteksi atau tidak melapor.
Pada dasarnya bullying dibagi dalam dua kategori:
1. Direct bullying – biasanya berupa penyerangan fisik seperti memukul, mendorong, melempar barang, menampar, meninju, menyepak, menusuk, menjambak , menggigit, dan lain sebagainya.
2. Indirect bullying – mengucilkan korban, menyebarkan gosip, memprovokasi teman lain untuk menjauhi dan tidak berteman dengan korban, mengkritik berlebihan segala perilaku korban seperti cara berpakaiannya, cara jalannya, dandanannya atau bahkan barang yang dipakai korban, memanggil korban dengan nama julukan yang tidak pantas didengar. Indirect bullying sering kita jumpai pada remaja.
Sekarang ini cyberbullying sudah makin sering ditemui. Korban diteror dengan kiriman-kiriman pernyataan yang mengganggu, mengunggah foto ke media sosial yang menyudutkan dan membuat malu korban. Dengan semakin berkembangnya teknologi di mana internet dapat dengan mudah diakses melalui telepon genggam, membuat cyberbullying lebih ‘mengerikan’ dari bullying di dunia nyata. Biasanya bullying di dunia nyata, seperti di masa-masa sekolah, akan berakhir ketika remaja itu meninggalkan bangku sekolah. Sedangkan cyberbullying akan terus berlanjut dan bahkan bisa menjadi semakin parah. Mungkin anda pernah mendengar kasus seorang gay yang diolok-olok temannya via internet hingga ia sedemikian tertekan dan akhirnya bunuh diri. Sungguh fatal akibatnya.
Berikut ini fakta-fakta hasil survei di Amerika tentang cyberbullying:
1. Hampir 43% anak-anak pernah dibully via internet dan 1 dari 4 anak dibully lebih dari sekali.
2. 70% anak melapor bahwa mereka sering melihat temannya dibully teman lain via internet.
3. 68% remaja mengakui mereka sangat tertekan jika menjadi korban cyberbullying.
4. Hanya 1 dari 10 korban yang berani melaporkan kepada orang tuanya bahwa mereka menjadi korban cyberbullying.
5. Anak perempuan dua kali lebih banyak menjadi korban.
6. Para korban bullying mengakui 2 hingga 9 kali lebih ingin bunuh diri karena dipermalukan di internet.
Ada dua alasan utama mengapa orang menjadi korban bully, yaitu penampilan dan status sosial. Seperti kasus salah satu keponakan saya yang pernah dibully teman-temannya ketika masih duduk di kelas 11 di salah satu SMA di Jakarta. Cantik, pintar, aktif dalam berbagai kegiatan, supel, dan tentu saja menjadi primadona di sekolah. Ada teman yang iri dan menjadi provokator teman-teman lain untuk memusuhinya, mengucilkan, menebar isu dan juga melakukan cyberbullying. Setiap kali ada tugas kelompok, tidak ada yang bersedia satu kelompok dengannya. Tidak diajak dan diundang ke pesta ulang tahun teman atau sekedar hang out. Bagi remaja, dikucilkan adalah hal yang paling memukul mereka. Ia jadi sering menangis, mengurung diri di kamar, mulai banyak alasan sakit perut, sakit kepala dan macam-macam agar tidak ke sekolah hari itu. Prestasi di sekolas jelas merosot tajam. Puncak dari semua tekanan itu, ia minta pindah sekolah.
Ketika orang tua melaporkan kasus ini ke pihak sekolah, guru BP justru dengan tegas menepis dan mengatakan tidak mungkin ada kejadian bullying di sekolah mereka yang terkenal dengan disiplin tinggi. Setelah disodorkan bukti berupa print out dari semua teror yang dilancarkan via sms, chat, dan Facebook; guru dan kepala sekolah terperangah dan tidak bisa berkelit lagi. Akhirnya kasus ini berhasil ditangani dengan baik atas kerjasama semua pihak. Memasuki kelas 12, keponakan saya ini sudah kembali ceria dan lulus dengan baik.
Tanda-tanda Korban Bully
Orang tua, guru, atau pelatih sebaiknya peka terhadap perubahan perilaku anak asuhnya.
Ada beberapa tanda umum yang biasa ditemui pada korban bully:
1. Mendadak murung dan menarik diri, sering menangis dan sedih (tanda depresi)
2. Menghindari hadir dengan alasan sakit perut, sakit kepala, pusing dan lain sebagainya.
3. Tanda-tanda fisik seperti lebam, kulit tertusuk, bekas cakaran di tangan atau bagian lain.
4. Pada anak usia SD, biasanya akan sering kehilangan kotak makanan, botol minum, alat tulis atau bahkan uang jajannya.
5. Anak tiba-tiba sering tergagap-gagap atau tampak ketakutan ketika ditanya.
6. Tidak lagi pergi ke kantin, perpustakaan atau bermain di halaman sekolah. Lebih suka menyendiri di kelas.
Tips Menghindari Bullying
- Hindari orang yang membully dan usahakan selalu berada dalam kelompok bersama dengan teman-teman yang lain.
- Ajarkan anak untuk bersikap tenang, tidak memperlihatkan rasa takut, berjalan dengan tegak dan tidak menundukkan kepala dan tidak tergesa-gesa jika melihat si tukang bully ada di sana. Biasanya tukang bully akan bereaksi jika anak kelihatan takut, lemah dan tidak berdaya.
- Jangan ajarkan anak untuk membalas serangan fisik karena kemungkinan si tukang bully akan menjadi lebih beringas. Lebih baik segera melaporkan kepada guru atau orang dewasa lainnya yang ada di lingkungan itu.
- Yakinkan pada anak bahwa anda selalu menyayanginya dan segala apa yang meresahkan atau membuatnya takut, lebih baik diceritakan agar bisa segera ditangani.
Baca juga: Tukang Bully
Catatan: Tulisan ini pertama muncul di blog lama patahtumbuh pada tanggal 26 April 2014
Tambah komentar baru