Untuk mengisi libur akhir tahun 2016, putera saya memilih Singapura. Katanya, “Aku ga pernah bosan ke Singapura, Ma. Suasananya beda.” Jadilah kami menghabiskan waktu seminggu lebih keliling Singapura. Teman saya bertanya, “Ngapain selama itu di sana? Apa ga bosan shopping melulu?” Sepertinya bagi kebanyakan orang, Singapura identik dengan shopping, walau kenyataannya jadwal perjalanan kami semuanya termasuk dalam kategori non-shopping. Ke mana saja di Singapura kalau tidak shopping?
Museum Nasional Singapura (The National Museum of Singapore)
Sejak anak-anak masih duduk di bangku sekolah dasar, mereka sudah biasa ke museum. Ketika itu, museum yang paling mereka sukai dan sering kami kunjungi adalah Museum Zoologi di Bogor.
Museum Nasional Singapura (MNS) adalah museum tertua di Singapura (sejak tahun 1849). Awalnya ia merupakan bagian dari Raffles Library and Museum. Setelah beberapa kali relokasi, pada tahun 1887 museum dipindahkan ke lokasi permanen seluas 2.800 meter persegi di Stamford Road. Sejak tahun 1993, Museum Nasional berada di bawah manajemen National Heritage Board dan menjadi ikon utama dari empat museum nasional lainnya di Singapura.
Bangunan yang didisain bergaya Neo-Palladian dan Renaissance oleh arsitek Henry McCallum ini kemudian "disederhanakan" oleh J.F. McNair. MNS terdiri dari dua bangunan persegi panjang yang berdiri paralel dengan kubah di bagian depan gedungnya. Gedung dan dinding didominasi warna putih. Jika ingin mendapatkan foto yang indah berlatar belakang bangunan museum, kenakanlah pakaian bernuansa monokrom (hitam, putih, atau abu-abu) atau pakaian berwarna kontras untuk hasil foto yang instagramable.
Tiket masuk museum gratis untuk warga negara Singapura, Permanent Resident (PR) dan anak-anak berusia di bawah enam tahun. Turis harus membeli tiket seharga SGD 18 untuk melihat Singapore History Gallery dan Special Exhibition Gallery/Singapore Living Gallery.
Begitu memasuki galeri, kita akan disambut oleh lampu kristal indah yang berayun-ayun di atas jembatan penghubung kedua gedung. Lampu gantung yang terbuat dari 14.000 butir kristal Swarovski itu adalah instalasi permanen terbaru di MNS.
Di dalam museum ada dua rotunda kaca (The Glass Rotunda), layar berbentuk dinding silinder setinggi 15 meter tempat diproyeksikannya gambar dan film tentang sejarah Singapura sejak abad ke-14 yang ditayangkan dalam bentuk cerita. Kita dapat mendengarkan sejarah Singapura sejak zaman penjajahan Inggris, hubungan bilateral dengan Malaysia, juga tokoh-tokoh yang berperan dalam perdagangan dan pendidikan di Singapura. Pidato-pidato Lee Kuan Yew, sosok berpengaruh yang pernah memimpin Singapura selama 31 tahun, juga dapat dilhat dari rekaman video yang ditayangkan. Banyak dokumentasi bersejarah yang terekam dan tersimpan baik dalam museum ini. Selain dalam bentuk video, rekaman audio peristiwa bersejarah juga tersedia yang bisa kita dengar dengan memakai headset. Beberapa kisah dapat dibaca dalam pigura yang dipajang di dinding museum.
Gedung museum bersih, suasana tenang dan koleksi museum cukup lengkap. Tersedia juga kafetaria untuk sekedar duduk menikmati kopi dan melepas lelah setelah berkeliling museum. Kami menghabiskan waktu hampir 3 jam berkeliling di museum ini.
Lokasi National Museum of Singapore
93 Stamford Road, Singapore 178897
Stasiun MRT terdekat: Bras Basah MRT Station. Anda dapat melalui jalan pintas melewati gedung SMU menuju ke museum atau menyusuri Queen Street dan Stamford Road.
Jam Buka:
Singapore History Gallery - Setiap hari: 10.00 - 18.00
Singapore Living Galleries - Setiap hari: 10.00 - 20.00 (gratis jika masuk setelah pukul 18.00)
Museum dan Vihara Buddha Relik (Buddha Tooth Relic Museum)
Lokasi:
Dari Stasiun MRT Chinatown, berjalanlah menuju ke Pagoda Street kemudian belok kanan ke South Bridge Road. Vihara ada di sebelah kanan anda setelah berbelok ke Ann Siang Hill.
Pengunjung vihara diharapkan berpakaian sopan dengan tungkai dan bahu tertutup.
Walau hujan, suasana di Chinatown tetap ramai dan hiruk pikuk saat kami tiba di sana siang hari itu. Tujuan utama kami ke Chinatown adalah membeli buku pesanan ibu saya dan mengunjungi Museum dan Vihara Buddha Relik (Buddha Tooth Relic Museum). Berjalan dengan memegang payung kecil di tengah hujan deras melewati lorong sempit dan ramai dengan lapak-lapak, kami harus ekstra hati-hati.
Di pelataran depan vihara banyak orang berkerumun untuk melihat atraksi barongsai tapi karena hujan sangat deras, atraksi dihentikan sementara dan para pemain duduk berteduh. Kami harus antri untuk masuk ke vihara karena sedang ada kegiatan sembahyang. dan ada beberapa biksu memimpin di depan.
Vihara terbesar dan termegah di daerah Chinatown bergaya arsitektur dinasti Tang ini selalu ramai dikunjungi. Berhubung suasana dalam vihara sangat ramai dengan kerumunan orang yang ikut sembahyang maupun turis yang merekam acara, kami memutuskan untuk tidak berlama-lama di dalamnya. Hujan belum juga reda ketika kami keluar dari vihara tapi kami memutuskan untuk berjalan kaki lewat gerbang belakang vihara menuju ke arah stasiun MRT Chinatown.
Setelah melewati Temple Street dan tiba di South Bridge Road, kami singgah di kedai kopi Nanyang Old Coffee and Museum. Kedai kopi yang sangat populer bagi turis lokal maupun internasional ini menyediakan kopi dan sarapan tradisional Singapura dengan harga yang terjangkau. Bila tiba di pagi hari, kita bisa duduk menikmati sarapan roti panggang serikaya atau telur setengah matang (sarapan tradisional Singapura) ditemani secangkir kopi yang terbuat dari biji kopi yang sebagian besar diimpor dari Indonesia dan dihidangkan dalam cangkir tradisional. Selain makan minum, kita juga bisa mengunjungi museum kopi di bagian belakang kedai.
Galeri Gillman Barracks (Gillman Barracks Arts Gallery)
Lokasi:
Bus stop terdekat no. 15059, tepat di seberang Alexandra Point di Alexandra Road. Jalan kaki dari bus stop ke arah Malan Road dan anda akan melihat papan nama Gillman Barracks.
Hari terakhir di tahun 2016, setelah makan siang di daerah Alexandra Road, kami mampir ke Gillman Barracks. Kawasan seluas 6,4 hektar dengan 14 bangunan yang terbentang dari Malan Road hingga Lock Road ini adalah bekas kamp militer Inggris yang dibangun pada tahun 1936 dan kemudian diambil alih oleh angkatan bersenjata Singapura pada bulan Agustus 1971 setelah Inggris mundur dari Singapura. Lokasi yang menggunakan nama jenderal besar Inggris saat itu, Sir Webb Gillman kemudian dikembangkan menjadi pusat penelitian Nanyang Technological University (NTU) dan diresmikan pada bulan September 2012. Tujuan utamanya untuk memajukan seni dan budaya lewat pameran-pameran seni, penelitian dan pendidikan dengan memperkenalkan seni komtemporer bagi generasi muda. Nampaknya Singapura sedang giat membangun jiwa seni masyarakatnya sebagai penyeimbang setelah maju pesat dalam bidang teknologi.
Kurangnya penyewa menyebabkan lima dari 16 galeri di bangunan tua yang telah direnovasi itu ditutup pada tahun 2015. Jadi hanya 11 galeri yang masih terus dipakai sebagai tempat pameran hingga saat ini. Berhubung kami datang tanggal 31 Desember, hanya sedikit galeri yang masih buka. Beberapa pekerja tampak sedang merenovasi bagian bangunan yang rusak untuk menyambut pekan seni yang akan dimulai sejak minggu pertama bulan Januari. Galeri akan buka sepenuhnya tanggal 3 Januari 2017. Umbul-umbul Art After Dark, tema Singapore Art Week 2017 sudah dipajang di sepanjang Orchard Road hingga daerah dekat Gillman Barracks sejak akhir Desember 2016.
Selain galeri, di dalam Gillman Barracks juga ada beberapa café, food truck, dan panggung terbuka yang pada saat-saat tertentu menyajikan live music. Tempat yang nyaman untuk bersantai dan nongkrong bersama teman-teman hingga tengah malam.
Baca juga-
Singapura: Tiong Bahru, Haji Lane, dan Orchard
Trekking di Singapura
Add new comment