Parenting Indonesia yang Sebenarnya

Saya masih ingat ibu-ibu menyusui di desa tempat saya bekerja pada tahun 1993-1996. Anak mereka digendong dengan selendang ke mana-mana. Saya tak pernah melihat satu pun kereta dorong bayi di sana. Ibu-ibu selalu tidur bersama bayi mereka. Tak satu pun dari bayi itu yang mempergunakan popok sekali pakai (disposable diapers seperti Pampers ataupun merek lain).

Ibuindo1

Di bawah ini saya coba rangkumkan secara singkat sejarah mengasuh anak dan perbandingannya dengan di tanah air. Tidak mewakili satu daerah tertentu, hanya gambaran umum saja.

Menyusui bayi

Awal sejarah manusia, ibu menyusui bayi sendiri. Ini tidak selalu bisa dilakukan, misalnya karena air susu si ibu tidak memadai, ibu sakit dan makan obat tertentu ataupun meninggal. Karena itu ada ibu susuan (wet nurse), yaitu perempuan yang menyusui bayi orang lain. Ibu susuan sudah dikenal sejak 2000 SM. Awalnya karena dipaksa oleh alasan-alasan tadi, tetapi pada sekitar tahun 950 SM ibu susuan menjadi suatu pilihan ketika ibu-ibu dari kelas sosial tinggi di Yunani meminta agar bayi mereka disusui wanita lain. Pada masa itu ibu susuan menjadi pekerjaan yang menghasilkan uang dan banyak dilakukan oleh wanita dari kalangan sosial rendah. Lama kelamaan ‘menyusui’ dipandang sebagai hal yang hanya dilakukan oleh orang dari keluarga yang tidak sanggup membayar ibu susuan. Pada perkembangan berikutnya, perempuan mulai lebih memperhatikan tubuhnya dan payudara bergeser fungsinya dari untuk menyusui menjadi lebih untuk kebutuhan kecantikan. Hal ini mengakibatkan banyak perempuan yang menolak menyusui bayinya dengan pertimbangan bahwa menyusui bayi dapat membuat payudara mereka kehilangan bentuk.

Pada akhir abad XIX, perkembangan susu buatan untuk bayi dimulai dan ini menggeser posisi ibu susuan. Awal abad XX, sudah hampir tak ada lagi yang namanya ibu susuan. Perempuan yang bekerja di luar rumah juga mulai bertambah banyak sehingga kebutuhan akan susu buatan meningkat. Perpaduan antara ingin tetap cantik, harus bekerja di luar rumah dan minimnya pengetahuan akan pentingnya air susu ibu (ASI) bagi bayi, membuat menyusui makin tidak populer. Meningkatnya mutu susu formula, pemasaran dengan promosi yang gencar dan kerjasama dokter dengan pabrik susu formula membuat orang percaya akan keamanan penggunaan susu formula. Akibatnya, jumlah ibu yang menyusui bayinya menjadi berkurang.

Untunglah kemudian ilmuwan menemukan bahwa air susu ibu adalah yang terbaik. Tahun 1970an, menyusui mulai digalakkan dan dipromosikan kembali.

Sebagai perbandingan : Dalam dekade terakhir ini terjadi penurunan pemberian ASI eksklusif di banyak daerah Indonesia karena kurangnya pengertian akan ASI eksklusif dan adanya pikiran bahwa minum susu formula meningkatkan kecerdasan dan kesehatan. Ini disebabkan gencarnya iklan susu formula dan kurangnya promosi menyusui secara eksklusif.  Di kota-kota besar dan kalangan orang terpelajar ini bukan masalah, tapi jumlah mereka dibandingkan dengan yang tidak mengerti jauh lebih sedikit. Saya menyadari bahwa sekarang sudah mulai gencar promosi ASI eksklusif, saya hanya berharap tulisan ini mengingatkan teman-teman di kota besar, bahwa masih terlalu banyak yang tidak mengerti terutama saudara-saudara kita di daerah.

Ibuindo2
Foto oleh Martin Hardiono

Menggendong Bayi Versus Kereta Bayi

Gendongan sudah dipakai manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Bentuk gendongan dan cara menggendong bayi berbeda di tiap daerah di dunia tergantung kebutuhan (misalnya, iklim, kebiasaan, jenis pekerjaan ibu dan lain-lain).

Berbagai jenis gendongan bayi dapat dilihat di sini. Klik gambar untuk membaca keterangannya.

Pada tahun 1733, William Kent membuat kereta bayi pertama untuk Duke Devonshire. Sejak itu, kereta bayi mulai populer di kalangan bangsawan Eropa. Rancangan kereta bayi pertama itu dibuat untuk ditarik anjing atau kuda kecil. Dalam perkembangannya, rancangan kereta bayi disesuaikan supaya dapat didorong ibu. Tahun 1840, Ratu Victoria menggunakan kereta bayi dorong, ini kemudian menjadi tren bagi ibu-ibu kalangan elit. Rancangan kereta bayi ini semakin lama semakin canggih dan aman. Sesudah Perang Dunia I sekitar 1920an, terjadi peledakan angka kelahiran dan penggunaan kereta dorong bayi pun merambah ke kalangan menengah. Sekarang hampir semua ibu memiliki kereta dorong bayi.

Gambar kereta bayi dari masa ke masa dapat di lihat dengan mengklik di sini.

Dalam dekade terakhir ini, penggunaan gendongan menjadi tren di negara maju setelah hasil penelitian pakar mereka menunjukkan bahwa menggendong bayi mendekatkan bayi kepada ibu, anak senantiasa dapat mendengarkan denyut jantung ibu yang memberikan rasa aman seperti ketika ia masih berada dalam kandungan.

Sebagai perbandingan : Pada akhir tahun 1995 di Medan, Sumatera Utara, Indonesia, kereta dorong bayi hanya dijual di toko dalam mall ‘mewah’ dan pilihan juga tidak banyak.  Sekarang kereta bayi bukan barang mewah lagi. Seharusnya penggunaan gendongan digalakkan kembali dan kereta dorong hanya digunakan di saat-saat tertentu saja. Menurut pengalaman saya, hanya ring sling (dengan mengklik link ini anda bisa belajar membuat sendiri ring sling anda) yang bisa mengalahkan nyamannya memakai selendang batik Indonesia untuk menggendong anak.

Ibuindo3
Ayah Papua menggendong anaknya di punggung. Foto oleh Martin Hardiono.

 

ibuindo4

D.I.Y cara buat ring sling

Tidur Bersama Bayi

Sejak zaman dahulu, sebagian besar ibu tidur bersama bayi mereka. Beberapa dekade lalu, ibu-ibu modern mulai menolak tidur bersama bayi mereka dengan tiga alasan utama : untuk kenyamanan sendiri, untuk melatih anak berdikari sedini mungkin dan ketakutan bahwa tidur bersama bayi bisa menyebabkan kematian karena kecelakaan seperti tertindih atau terjatuh dari tempat tidur. Tetapi tren beberapa tahun terakhir justru sebaliknya, bahwa tidur bersama atau co-sleeping dipercaya adalah yang terbaik.

Sebagai perbandingan : Walau di negara Barat kebanyakan bayi tidur terpisah, sampai sekarang di Indonesia masih lebih banyak bayi yang tidur seranjang dengan ibu, tetapi yang tidur terpisah juga semakin banyak. Hal ini disebabkan cepatnya berita tersebar (mengenai kematian bayi akibat tidur seranjang dengan orangtua). Padahal manfaat yang didapat justru lebih banyak, kita hanya perlu mengetahui apa saja yang harus diperhatikan untuk keamanan.

Popok Bayi

Ribuan tahun manusia menggunakan berbagai jenis bahan sebagai popok bayi dari kulit binatang, daun-daunan hingga kain. Di daerah tropis, mereka bahkan tak memerlukan popok, karena bayi telanjang bukanlah masalah. Awal tahun 1800an, popok kain berkembang pesat dan terus mengalami perubahan desain hingga kemunculan popok sekali pakai pada tahun 1950an.

Awal 90an, popok kain kembali berkibar karena pertimbangan masalah lingkungan.

Sebagai perbandingan : Di Indonesia baru pada tahun 1980an orang memakai popok sekali pakai, itu pun lebih banyak dari kalangan ekspatriat. Baru pada tahun 1990an ia dipakai di semua kalangan. Tahun 1995 saya masih menggunakan popok kain tradisional untuk anak saya. Tetapi saat ini pemakaian popok sekali pakai sudah mencapai 85%!

Pendapat Saya

Dalam beberapa dekade terakhir, teknik pengasuhan anak lebih ditekankan pada pentingnya hubungan yang erat antara ibu dan anak sehingga muncullah istilah-istilah seperti “co-sleeping” dan “attachment parenting” terutama setelah peneliti menemukan bahwa menggendong anak dan tidur bersama mempunyai banyak dampak positif baik dari segi kesehatan fisik maupun psikologis.

Saya tidak bermaksud membahas pentingnya pemberian ASI, menggendong bayi, tidur bersama dan kontroversi pemakaian popok bayi sekali pakai atau popok kain. Yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa sementara peneliti-peneliti negara maju kini meyakini bahwa cara yang menurut saya adalah tradisi asli Indonesia (bukan berarti bangsa lain tidak ada yang menggunakan cara itu, sebaliknya, banyak bangsa lain menggunakan cara yang hampir sama), mengapa justru  banyak orang Indonesia meninggalkan cara itu.

Pengalaman Saya Melatih Anak Buang Air

Salah satu hal yang sering membuat teman saya di luar negeri kagum adalah cara yang saya pakai untuk melatih anak buang air.  Ini adalah cara yang dipakai ibu saya dan mungkin semua ibu Indonesia dulunya tetapi sudah dilupakan oleh ibu-ibu sekarang. Mungkin karena menggunakan popok sekali pakai jauh lebih mudah padahal menurut penelitian yang pernah dilaporkan di Wall Street Journal, anak yang menggunakan popok sekali pakai lebih lambat bisa menggunakan toilet sendiri. Belum lagi masalah alergi dan zat beracun yang terdapat dalam popok sekali pakai itu.

Saya mulai melatih bayi saya buang air kecil sejak dia belum berumur sebulan. Setiap selesai memandikannya, sebelum memakaikan popok, saya gendong dia menghadap ember tempat dia mandi tadi dan bersiul hingga dia buang air kecil (b.a.k) dan terus bersiul atau sekedar mengeluarkan suara ‘sshhhh…’ sampai dia selesai b.a.k. Saya juga bersiul setiap dia buang air kecil di celananya. Suatu hari sewaktu saya memandikan anak saya yang berumur empat bulan, seorang teman berkunjung. Alangkah kagetnya dia ketika melihat anak saya b.a.k setelah mendengar saya bersiul. Padahal tanpa bersiul pun, dia pasti akan b.a.k juga, karena b.a.k setelah selesai mandi adalah hal yang normal terjadi pada bayi. Jadi sebenarnya, saya hanya melatih agar anak mengerti hubungan antara bersiul dengan b.a.k. Untuk buang air besar juga, katakan ‘uuk, uuk…’ sebagai ganti bersiul, suara itu meniru suara orang mengedan.

Keuntungan yang saya dapat : Anak saya sejak masih muda sekali sudah bisa memberitahu kalau dia perlu buang air, saya tidak menghabiskan banyak uang untuk membeli popok sekali pakai dan tidak merusak lingkungan.

Popok kain (cloth diaper) yang dapat dicuci dan dipakai ulang sekarang banyak dipergunakan.

Bagi yang suka menjahit, dapat membuatnya sendiri. Caranya bisa dilihat di sini atau di sini.

Kebudayaan mungkin berubah, teknologi mungkin maju tapi perkembangan bayi manusia dari dulu hingga sekarang tak mengalami banyak perubahan. Mereka tetap memerlukan interaksi yang erat dengan orang tuanya, tetap memerlukan kehangatan dan cinta kasih untuk pertumbuhan fisik dan psikis yang optimal.

Sumber : 

History of Infant Feeding
Journal of The American Academy of Pediatrics
Library of Awareness
Diaper Jungle
History of Strollers

Kiranya bacaan ini memberi manfaat kepada adik-adik di Indonesia, yang mempunyai dan akan mempunyai anak balita.

 

SaveSave

SaveSave

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

Awal Maret 2024, untuk merayakan 30 tahun pernikahan kami, saya dan suami memutuskan untuk...

Rose Chen

Baca juga tulisan sebelumnya:...

Rose Chen

Hari pertama di Chiang Mai dimulai dengan shopping di Maya Lifestyle Shopping Center...

Rose Chen

Pulau Keelung (Keelung Islet) adalah pulau kecil yang terletak lima kilometer dari...

Rose Chen

Di Taiwan sayur paku sarang burung adalah kegemaran orang lokal. Biasanya mereka tumis dengan...

Rose Chen