meme oleh Tupai
Felisia: Seperti Aung San Suu Kyi, Tupai? Dia pernah melambung tinggi dan mendapat Hadiah Nobel Perdamaian. Kini dia mendapat tekanan dan kritik karena dianggap membiarkan Muslim Rohingya dibunuh oleh militer Myanmar.
Rose: Iya, Tupai. Saya tidak mengerti mengapa Aung San Suu Kyi yang dulu saya idolakan itu bisa tutup mata dengan keadaan ini? Malah ada yang menuduh mereka sedang melakukan genocide terhadap minoritas Rohingya. Saya masih ingat kata-kata bijak beliau yang banyak dikutip orang.
Setiap pemikiran, kata, dan tindakan positif adalah nilai tambah bagi kebajikan dan merupakan sumbangan bagi perdamaian. Kita semua mampu membuat sumbangan seperti itu. ~ Aung San Suu Kyi
Tidak ada yang dapat dicapai dengan kelakuan yang tidak pantas. Kekerasan membuahkan kekerasan. ~ Aung San Suu Kyi
Tupai: Coba kalian pikir, apa adil menyalahkan Aung San Suu Kyi, penerima Hadiah Nobel Perdamaian begitu saja tanpa mengetahui pasti latarbelakang kejadian ini dan APA yang sebenarnya sedang terjadi.
Lilian: Betul, Tupai. Berita yang ada di media terkadang tidak meliputi semua fakta dan pembaca langsung menyambar apa yang dibacanya tanpa merasa perlu menyelidiki lebih jauh. Mungkin karena terlalu cepat tersulut, mungkin karena malas membaca, mungkin memang tidak terpikir untuk mencari tahu lebih banyak.
Tupai: Begitulah, Lilian. Sebenarnya pemberontakan minoritas muslim Rohingya itu sudah berlangsung lama. Partai Demokrat Aung San Suu Kyi memang menang pada pemilihan umum 1990 tapi kelompok militer tidak mau mengakuinya dan melakukan penahanan rumah terhadap Aung San Suu Kyi selama dua dekade. Walau Partai Demokrat menang tahun lalu, Aung San Suu Kyi tetap tidak diizinkan menjadi presiden. Sebagai pemimpin Partai Demokrat, Aung San Suu Kyi adalah pemimpin de facto Myanmar, tapi Presiden Myanmar adalah Htin Kyaw.
Rose: Iya ya. Harusnya orang banyak terutama organisasi non-pemerintah yang berjuang untuk hak azasi manusia (HAM) tidak langsung menyalahkan Aung San Suu Kyi dan mencoba mengerti besarnya tantangan yang dia hadapi serta menghargai langkah-langkah yang telah dia ambil. Bagaimanapun dia belum lama memimpin Myanmar dan mungkin dia tidak memiliki kontrol terhadap kelompok militer.
Tupai: Ada peneliti bernama Mar dari Oxford University yang sedang berada di daerah perselisihan itu. Dia mengatakan, sulitnya akses ke Rakhine dan kurangnya pengertian akan hubungan penduduk mayoritas Rakhine dengan penduduk Myanmar mendistorsikan persepsi internasional akan krisis yang terjadi sekarang. Rakhine terletak di pantai barat Myanmar dan merupakan minoritas yang paling terpinggirkan di Myanmar. Mar menyaksikan bagaimana orang Rakhine juga menderita dan kondisi kamp pengungsian Rohingya lebih baik dari pemukiman orang Rakhine. Mar mengatakan, media luar hanya membahas tentang Rohingya tapi tidak pernah menceritakan keadaan orang Rakhine. Usaha kemanusiaan sepihak ini memperburuk suasana dan memicu makin banyak konflik di Rakhine.
Felisia: Negara kita sendiri juga banyak masalah, lebih baik kita berdoa saja semoga Suu Kyi mampu mengatasi masalah itu. Sekarang kita fokus ke masalah kita sendiri saja.
Rose: Iya, he he he. Apa masalahmu, Liz? Masalahku nih, anakku yang nomor tiga terlalu pendek. Diolok-olok temannya melulu. *Tinggi badannya bisa nambah sampai kapan, ya?
Lilian: *Sudah tahu ini?
Felisia: Tahu apa, Lilian?
Lilian: Ini… katanya anak yang dicintai dan sering dipeluk akan lebih baik pertumbuhannya, begitu juga orang dewasa yang dicintai akan lebih sehat. Jadi, set alarmmu bunyi tiap malam dengan lagu *Have I told you lately that I love you. Begitu bunyi, kamu langsung ingat bilang "I love you" sama orang-orang yang kamu cintai.
Rose: Ha ha ha, ide bagus, Lilian.
Tupai: Selain bilang, I love you, harus sediakan makanan bergizi juga, Rose, biar pertumbuhannya baik.
Rose: Saya selalu lakukan itu, Tupai. Tadi pagi saya kasih dia sarapan *wafel labu kuning. Pakai maple syrup dan bacon.
Tupai: Kok saya tidak dibuatkan?
Rose: Besok ya, Tupai.
Tambah komentar baru