Kalau orang Minangkabau berbicara dalam bahasa Minang dengan sesama orang Minang, “Bandung” (nama kota) dilafalkan dengan bunyi “Banduang”. Sesuka-sukanya ... “ung” dia lafalkan dengan bunyi “uang”, sesuai dengan lafal bahasa Minang, tidak peduli dengan cara orang Parahiyangan melafalkan “Bandung”.
Ketika saya belajar di sekolah dasar di Sumatera Barat, dalam pelajaran ilmu bumi kami --murid dan juga guru-- melafalkan nama “Pameungpeuk” (penghasil sarang burung walet di Kabupaten Garut), dengan bunyi “Pa-me-ung-pe-uk”. Tidak ada yang memberi tahu bagaimana seharusnya ejaan “Pameungpeuk” dilafalkan. Karena serba tidak tahu, semua itu menjadi seperti wajar adanya, tak disadari bahwa ada yang tidak tepat.
Untuk berapa penamaan dan penyebutan ini, kita orang Indonesia melanjutkan pelafalan yang kita buat sendiri (“semau kita sendiri”) tanpa hirau akan bunyi/lafal aslinya. Kenapa kita pakai ejaan dan penyebutan Belanda, Perancis, Inggris, Mesir, Yunani, Jepang? Sebagian ada yang memang menyerempet bunyi seperti bunyi aslinya, sebagian yang lain tidak. Sebagai suatu ketelanjuran yang sudah berumur panjang ia diterima tanpa melihatnya sebagai masalah yang harus diluruskan. Di negeri lain, dalam masyarakat yang lain, hal yang sama pun demikian ...
Hanya saja untuk nama orang, pelafalan yang keliru --“semau kita sendiri”-- kerap jadi masalah. Ada orang yang tidak mau jika namanya dilafalkan tidak sesuai dengan lafal yang asli. Karena itulah orang yang bertata-krama baik selalu bertanya tentang cara melafalkan nama orang asing yang baru dia kenal jika pelafalan untuk ejaan nama itu tidak dia ketahui dengan pasti. Tapi, tidak sedikit orang asing yang hantam kromo seperti hantam kromo penyebutan “pa-me-ung-pe-uk” tadi.
*
Kawan saya, wartawan Sri Lanka dengan nama belakang Rodrigopule, selalu memperbaiki pelafalan namanya yang disuarakan oleh orang Inggris dengan lafal “Rodrigopul”. Saya juga seperti itu ketika ada orang asing menyebut nama belakang saya dengan lafal “Menjiang” atau “Manjiang” ... Tetapi kawan saya yang lain, juga wartawan, dengan nama belakang Nadeak, menerima begitu saja (tanpa mengoreksinya) ketika orang Inggris memanggilnya dengan lafal “Mr. Nedik”. Sikap nrimo Nadeak itu membuat Rodrigopule bertanya, “Kenapa tidak kamu beri tahu pelafalan yang benar untuk nama kamu?” “Biar saja,” kata Nadeak, “bukankah orang yang dia maksud tetap saya.”
Pendapat di dalam masyarakat seperti pula itu kiranya. Ada orang yang tidak peduli dengan pelafalan yang asli, ada yang sangat hirau, dan ingin melafalkan nama (nama orang maupun nama kota/tempat) sebagaimana dilafalkan orang ataupun masyarakat si pemilik nama itu.
*
Koreksi pelafalan itu pernah terjadi dalam siaran TVRI beberapa tahun silam. Ketika Lech Walesa baru muncul (1980) sebagai tokoh pergerakan serikat pekerja indenpenden Solidarność di Polandia, dalam siaran berita TVRI penyebutan nama itu pada awalnya betul-betul seperti ejaannya -- Lekh Walesa. Selang beberapa waktu kemudian penyiar TVRI menyebut nama itu seperti orang Polandia melafalkan Lech Walesa. Entah dari mana datangnya koreksi waktu itu ... mungkin setelah mendengarkan siaran televisi/radio luar negeri.
Tahun berikutnya nama François Mitterrand muncul pula dalam siaran berita TVRI, sejak masa pemilihan umum sampai Mitterrand terpilih menjadi Presiden Prancis. Pada mulanya “Mitterrand” dilafalkan datar seperti ejaannya, sampai kemudian, salah seorang pembaca berita TVRI, Anita Rachman, memperbaiki lafal tersebut sesuai dengan lidah Perancis.
Beberapa tahun yang lalu, seorang kawan geleng-geleng kepala mendengar pembaca berita di sebuah stasiun televisi swasta melafalkan Los Angeles sebagai “Los Enjels”. Dia bahkan mencerca, dan berkata, “Bodoh sekali, tapi bisa jadi penyiar televisi.”
Ketika dalam dunia musik pop muncul nama Beyonce (Beyonce Knowles) penyebutan nama itu pun pernah simpang-siur.
*
Saya baru saja melihat video yang ditayangkan sebuah situs berita, feature pendek tentang pesawat terbang yang pertama mengudara (1903). Pembaca naskah antara lain memperdengarkan tiga kata, dua di antaranya nama --komersial, Boeing dan Seattle-- yang lafalnya menyimpang. Saya rasa ini agak memalukan, pada masa media informasi --tempat untuk mencari tahu mana yang benar dan mana yang tidak tepat-- begitu canggihnya sekarang. Saya tidak tega untuk mencerca, dan hanya bertanya dalam hati, “Kenapa tak ada semangat untuk cermat dalam banyak hal yang kita sampaikan kepada khalayak luas?”
Tambah komentar baru