Seorang sahabat mengajak saya membahas tentang apa dan bagaimana pengaruh usia paruh baya dalam keseharian dan dampaknya pada pasangan. Apakah kami akan mengalami krisis paruh baya seperti yang banyak dibahas di media? Semoga aman-aman saja ya… hahaha.
Istilah midlife crisis (untuk seterusnya kita sebut MLC) pertama kali dipopulerkan oleh seorang psikoanalis, Elliott Jaques pada tahun 1965. Ketika itu ia berusia 48 tahun. Di Indonesia, MLC sering disebut dengan istilah puber kedua. Puber pertama terjadi ketika masa peralihan dari kanak-kanak menjadi remaja. Biasanya disambut dengan senang hati karena masa remaja adalah masa yang ditunggu-tunggu. Sementara puber kedua adalah masa peralihan dari dewasa menjadi tua. Ini adalah masa saat kita mulai berpikir tentang apa yang sudah dicapai selama ini dan ke mana arah jalan hidup kita selanjutnya.
Menjelang usia 50 tahun, kita makin sering bertanya-tanya. Apa sih arti hidup ini? Apa saja impian-impianku selama ini? Akankah/sudahkah aku menemukan cinta sejatiku? Bagaimana aku harus menjalani sisa hidup ini? Bagaimana aku mengatasi rasa sakit? Mengapa aku kehilangan gairah?
Ketika berusia 20-30 tahun waktu kita katakan ingin menyelam, bungee jumping, naik roller coaster, mendaki gunung, berdandan ala rocker atau merubah gaya berbusana menjadi lebih dandy, semua dianggap hal yang biasa dan menunjukkan kita sebagai seorang yang ingin mencoba hal baru. Tapi ketika keinginan seperti itu muncul di usia 40 – 50 tahun, orang akan mengatakan kita sedang mengalami krisis. Aih….
Setiap tahapan kehidupan punya ciri khas masing-masing. Menurut Sigmud Freud, lima tahun pertama kehidupan seseorang adalah yang paling krusial (the golden years) karena menjadi dasar terbentuknya kepribadian seseorang. Jadi masa balita adalah masa yang paling penting.
Carl Gustav Jung membagi tahapan perkembangan menjadi empat tahap utama:
- Childhood (masa kanak-kanak) : Saat pembentukan ego. Pada tahap ini individu belajar beberapa struktur yang penting dalam pembentukan karakternya dari orang-orang yang hadir dalam masa kanak-kanaknya terutama orang tua dan pengasuhnya. Belajar dari simbol-simbol, punya mainan favorit, selimut kesayangan dan belajar mengikuti aturan ketika bermain dengan teman.
- Adolescence and Early Adulthood (Masa Remaja dan Dewasa Awal): Masa seseorang mencari pengalaman-pengalaman lain dalam pergaulan dan mencocokkan dengan nilai-nilai yang telah diajarkan semasa kanak-kanak. Pokok utama tahapan ini berpusat pada pengalaman baru dari interaksi dengan lawan jenis, dengan teman sekolah, teman kerja atau siapa saja dalam lingkungan yang lebih luas. Individu belajar dari ‘guru’ yang lebih jago, yaitu pengalaman hidup.
- Adulthood and Midlife (Masa Dewasa dan Dewasa Pertengahan) : Masa penentuan diri, menjadi seperti apa yang diinginkan, bukan lagi mencari pola diri dan memilih menjadi apa dan bagaimana. Menurut Jung, ini adalah tahapan yang paling kritis dan berpengaruh dalam diri seseorang. Pada saat ini individu sudah mengalami banyak hal, dari kesuksesan besar, kegagalan, jatuh cinta, kehilangan orang yang dicintai, dikhianati, mengalami krisis besar hingga terpuruk, atau bahkan menemukan cinta yang baru. Jika tahap ini terlewati dengan baik, maka kepribadiannya akan menjadi lebih tangguh dan hubungan interpersonalnya juga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama dari masa ini adalah menjadi manusia yang seutuhnya, menemukan arti kehidupan, perjalanan yang sifatnya lebih ke arah religius dan spiritual. Jung menyebutnya dengan istilah "individuation". Inilah tugas utama dari putaran kedua usia kita.
- Maturity and Wisdom: Masa final dari semua tahapan. Tidak ada lagi yang perlu dibuktikan pada masa ini. Hal terpenting adalah kemampuan seseorang merefleksikan apa yang sudah terukir dalam dirinya dalam bentuk kebijaksanaan. Nilai-nilai apa yang bisa ditularkan pada orang lain.
Banyak peristiwa yang berpotensi menjadi bomb drop yang dapat memicu stres dan depresi ketika menginjak usia paruh baya seperti : meninggalnya orang yang dicintai (orang tua, pasangan, teman), kondisi fisik menurun, kemunduran karir, anak-anak meninggalkan rumah untuk kuliah atau menikah, kesepian. Awal MLC biasanya muncul di rentang usia 40 – 50 tahun.
Beberapa hasil riset pada wanita usia paruh baya menunjukkan timbulnya kecemasan ketika memasuki usia 40-an. Kecemasan menjadi berlebihan jika ditambah dengan perubahan kondisi fisik yang makin menurun, hormon juga amburadul. Cemas, galau dan mood swing. Kondisinya seperti sedang dalam masa transisi. Menurut beberapa penelitian, turunnya produksi hormon estrogen pada wanita dan hormon testosteron pada pria ikut berperan memicu timbulnya krisis ini. Daya tahan tubuh dan gairah seks juga menurun.
MLC berlangsung sekitar 2-5 tahun pada wanita, dan 6 – 10 tahun pada pria. Krisis berakhir setelah individu kembali kepada pikiran yang rasional dan normal.
Pertanda Timbulnya MLC
Apa sih gejala-gejala krisis paruh baya? Ada beberapa poin yang bisa dijadikan sebagai acuan.
- Mulai cemas dengan kondisi kesehatan. Takut sakit ini sakit itu, terlebih jika mendengar kabar ada teman yang sakit.
- Memberi perhatian lebih dari biasanya terhadap penampilan fisik. Resah dengan perut yang semakin tebal, garis pinggang yang makin hilang, rambut menipis, lengan atas yang makin berisi, pipi tembem, padahal sudah diet. Sibuk membandingkan penampilan dengan orang lain yang sebaya, ingin tampil lebih chic atau merubah gaya berbusana dan mulai rajin ke gym, resah dengan stretchmark di perut. Merasa terganggu dengan munculnya uban atau kerutan di wajah.
- Minder dan tidak percaya diri ketika bertemu dengan teman yang lebih sukses, lebih langsing, lebih muda.
- Ingin punya mesin waktu dan kembali ke suatu masa yang dirasakan menjadi penentu jalur mana yang akan kita tempuh di masa sekarang. Bisa jadi ingat kembali pada pacar lama, mulai sibuk mencari jejak pacar lama di facebook. Mulai berpikir, ‘jika dulu...’ Jika dulu jadi menikah dengan si A, mungkin jalan hidup akan berbeda. Jika dulu menerima tawaran bekerja di kantor X, mungkin saat ini sudah menduduki posisi yang diidam-idamkan. Banyak hal yang kembali muncul dalam pikiran.
- Kenangan masa kecil kembali muncul. Mencari foto-foto lama, mendatangi tempat-tempat yang mengingatkan pada masa kecil, menghubungi teman-teman lama.
- Stagnan dan bingung mau melakukan apa dan bagaimana. Seperti sedang berada di persimpangan jalan, bingung hendak belok ke kanan, ke kiri atau terus berjalan.
- Bosan dan jenuh dengan pekerjaan di kantor maupun rutinitas di rumah. Ingin berhenti bekerja dan mencari pekerjaan baru yang sesuai passion.
- Memiliki hobi baru, misalnya tiba-tiba ingin belajar musik, belajar memasak, menari.
- Kehidupan sosial juga berubah. Biasanya suka menghabiskan waktu di rumah, tapi sekarang justru ingin keluar rumah, rajin menghadiri acara, nonton bioskop, atau sekedar hang out dengan teman-teman. Mendadak kembali suka pada group band yang digemari kaum muda.
- Mengambil keputusan yang impulsif dan mendadak seperti tiba-tiba memutuskan menjual rumah, menjual mobil, mengundurkan diri dari pekerjaan atau bahkan minta cerai.
Apa Yang Sebaiknya Dilakukan?
- Berpikir positif: usia paruh baya merupakan waktu yang tepat untuk evaluasi dan menyusun kembali langkah selanjutnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Jangan terjebak oleh pikiran menjadi tua, kehidupan meredup, dan segala yang hal yang mengecilkan hati. Masih banyak hal baru yang dapat dilakukan, yang dulu tidak terrealisasi karena kesibukan mengurus anak dan rumah atau sibuk mengejar karir.
- Jangan terpaku oleh angka di atas kue ulang tahun anda. Ellen Langer, psikolog dari Harvard, pernah melakukan riset pada beberapa responden yang berusia 70 – 80 tahun. Mereka ditempatkan dalam satu rumah yang didekor dengan suasana seperti era 20 tahun sebelum usia para responden. Acara tv, musik, pakaian yang disediakan di rumah itu semua berasal dari 20 tahun sebelumnya. Responden diminta untuk masuk kembali ke masa lalu dan berlaku seperti usia saat itu.
Hasil penelitian sungguh menarik karena ternyata responden yang diminta untuk berlaku dan berpikir mereka lebih muda 20 tahun dari usia aktualnya, merasa tubuhnya lebih segar, lebih bersemangat, rasa ngilu sendi berkurang, postur tubuh lebih tegak, dan lebih percaya diri. Selalu berpikir tentang bertambahnya usia, justru membuat kita menjadi tua dalam arti yang sebenarnya. Jadi, jangan merasa kalah dan merasa kecil hati dengan usia yang bertambah. - Bersikap realistis: Sering kali kita mematok target bahwa pada usia 40 tahun kita hendaknya sudah punya rumah, sudah punya mobil mentereng, sudah punya keluarga, sudah plesiran ke berbagai penjuru dunia. Target-target ini menjadi beban jika belum tercapai ketika menginjak usia 40 tahun. Jadi, lebih baik fokus dan menghargai apa yang sudah diperoleh hingga saat ini.
- Maksimalkan fase paruh baya. Elliott Jaques, orang yang pertama kali memperkenalkan istilah MLC, pada rentang usia 48 – 86 tahun (meninggal tahun 2003), ia menikah, menulis 12 buku, dan menjadi konsultan di Gereja Inggris dan Angkatan Darat Amerika. Jadi usia paruh baya hendaknya menjadi pemacu semangat, saatnya memikirkan hal baru, bukan justru dianggap sebagai suatu bencana yang akan dihadapi
- Kenali kecemasan anda dan apa pemicunya dan kapan munculnya.
- Perhatikan tanda-tanda yang mungkin menjadi potensi timbulnya krisis.
- Bersikap lebih asertif (tegas) dan ungkapkan apa yang membuat anda merasa tidak nyaman.
- Cari kegiatan baru yang bersifat menambah keahlian (skill) seperti memasak, berkebun, menjahit, utak-atik kendaraan bermotor, belajar dansa.
- Masa lalu telah lewat, namun jika anda masih terus berkutat dengan pikiran dan kenangan masa lalu, anda akan terjebak dalam pusaran penyesalan dan nostalgia. Ayo, simpan kembali semua nostalgia masa lalu dalam sudut hati dan move on.
Masa paruh baya jangan menjadi momok dan akhirnya menenggelamkan kita dalam krisis. Nikmati setiap tahap kehidupan dengan hati lapang.
Baca juga: Menghadapi Pasangan Puber Kedua
Tambah komentar baru