
Kaum perempuan Indonesia tampaknya harus berterimakasih kepada huruf L dan T. Kepada mereka –terutama remaja dan dewasa muda– kedua konsonan ini memberikan kesempatan berbicara dengan ekspresi wajah yang mendukung makna kata yang diucapkan dengan cara lebih feminin.
Ekspreasi wajah adalah alat komunikasi non-verbal. Komunikasi non-verbal berlangsung lewat sinyal yang disampaikan untuk dipahami. Senyum yang wajar adalah sinyal positif. Sebaliknya, cemberut adalah isyarat negatif, tidak suka, atau boleh jadi juga tidak setuju. Isyarat non-verbal ini berperan kuat dalam mendukung komunikasi verbal (lisan) tatap muka. Penerima pesan dapat memahami emosi yang mendukung makna kata maupun kalimat yang diucapkan si pemberi pesan. “Hilangnya” dukungan isyarat non-verbal itulah barangkali yang membuat orang terkadang sulit memahami konteks atau makna pesan yang disampaikan melalui metode elektronik, seperti e-mail dan pesan teks lainnya.
Adalah emosi manusia yang bersumber di lubuk hati dan bersifat spontan yang menggerakkan otot-otot wajah, alis, pelupuk dan bola mata, hidung, rahang, bibir, serta lidah yang melahirkan ekspresi wajah. Kebahagiaan, misalnya, ditunjukkan dengan mengangkat (menarik ke atas) otot pipi, diikuti peregangan otot bibir.
Para peneliti dari Ohio State University, Amerika Serikat, menemukan 21 kategori emosi yang dapat diekspresikan lewat paras, antara lain senang, sedih, takut, marah, tercengang, jijik, dan kaget. Ada juga kategori bahagia-terkejut, ketakutan-terkejut, marah-terkejut, benci, maupun terpesona. Untuk ini ada kecenderungan yang sama pada setiap orang. “Kami menemukan konsistensi yang kuat dalam cara orang menggerakkan otot wajah mereka untuk mengekspresikan 21 kategori emosi itu,” kata Dr. Aleix Martinez yang memimpin penelitian tersebut.
Walau begitu, terkadang latarbelakang budaya dapat mempengaruhi perbedaan makna. Ini membuat isyarat non-verbal seperti ekspresi wajah mudah disalahpahami. Kontak mata yang wajar antara pria dan wanita, misalnya, di Amerika Serikat dianggap sangat biasa.Tetapi di Libya kontak mata antara laki-laki dan perempuan dinilai tidak sopan.
Bagi kaum perempuan Indonesia L dan T, dua konsonan di antara 26 abjad Latin yang kita kenal memungkinkan mereka berbicara lebih menarik. Momen berbicara lebih menarik itu muncul ketika mengucapkan “kata terakhir yang diakhiri dengan huruf L maupun T” dalam sebuah kalimat. Ia juga dapat terjadi ketika mengucapkan hanya satu kata yang huruf akhirnya L atau T.
Kedua konsonan itu dilafalkan dengan mempergunakan ujung lidah (apical). Ketika L dan T sebagai huruf terakhir pada kata terakhir dalam sebuah kalimat dilafalkan, terbukalah kesempatan bagi sebagian kaum perempuan untuk berucap dengan kesan lebih feminin.
L terakhir itu biasanya dilafalkan dengan menaruh ujung lidah yang sedikit tesembul di antara gigi seri atas dan gigi seri bawah. Pada sebagian orang, ada upaya mendorong ujung lidah lebih jauh keluar, sesuai dengan penekanan makna yang dia inginkan. Itulah yang terjadi manakala mengucapkan kata seperti “gombal”, “centil”, “tolol”, ataupun “sebal”.
T terakhir sering dilafalkan dengan menaruh ujung lidah dan menjepitnya secara lembut di antara gigi seri atas dan gigi seri bawah, tanpa tarikan otot bibir yang membuat mulut lebih terbuka. Amatilah, apa yang terlihat ketika seorang perempuan mengucapkan kata “imut”, “sumpit”, “internet”, maupun “repot”.
Tetapi jangan gegabah … Ketika Anda –laki-laki– menemukan perempuan remaja, atau dewasa muda, membuat pelafalan seperti itu janganlah berinterpretasi secara sembarangan. Mungkin dia berbicara dengan ekspresi lebih feminin tanpa sadar sesuai dengan kodratnya. Boleh jadi dia sengaja berbuat demikian karena ingin terlihat manja, manis, atau menarik. Jangan serta-merta menafsirkan bahwa dia sedang menggoda, atau menganggap dia sengaja berekspresi “genit” dan ingin “dicubit” …
Leave a Reply