Apa yang membuat hubungan antar manusia tetap baik dan erat?
Psikolog K. Daniel O’Leary dan teman-temannya melakukan penelitian dengan pemilihan objek dan materi yang saksama pada tahun 2012 yang hasilnya dilaporkan dalam Social Psychological and Personality Science.
Mereka menemukan 12 faktor yang selalu dilakukan oleh pasangan yang paling langgeng:
- Selalu berpikir positif tentang pasangan.
(Sebab negatif berarti di bawah 0 derajat, artinya cintanya bisa jadi beku.) - Memikirkan pasangan di saat tidak sedang bersamanya secara fisik.
(Tidak perlu terus menerus kan? Kalau terus menerus, aku gak bisa bekerja atau belajar dong.) - Sulit konsentrasi bila sedang memikirkan pasangan. Ini terutama berlaku pada lelaki.
(Itu karena lelaki gak bisa multitasking.) - Menikmati hobby / petualangan yang menantang bersama-sama.
(Tapi pacarku takut ketinggian, gimana dong, padahal gua suka bungee jumping…) - Sering bersama-sama melakukan aktivitas sehari-hari.
(Sama-sama masak, makan, nyuci, gosok, ngepel, tidur, bak, bab.) - Mengekspresikan cinta dengan bahasa tubuh seperti cium pipi, menyentuh lengan atau menepuk pundak.
(Kalau lagi sebel, tinggal dipertinggi saja intensitasnya, menabrak pipi, memukul lengan dan meninju pundak.) - Merasakan chemistry saat bersentuhan dengan pasangan.
(Natrium klorida + 2-metilfenol + H2O … jangan sampai keringatnya mengandung zat toksik ya!) - Melakukan aktivitas hubungan suami istri.
(Bertengkar, mendiskusikan keuangan, membagi kerjaan rumah, menentukan siapa yang mengantarjemput anak.) - Merasa bahagia. Tidak bisa dipastikan apakah bahagia karena hubungan yang baik atau hubungan yang baik membuat bahagia. Yang jelas, jika anda merasa tidak bahagia, segeralah cari pertolongan sebelum merusak hubungan anda.
(Dulu kamu bilang bahagia dari dalam diri sendiri, jadi cari pertolongan juga pada diri sendiri ya, Rose?) - Selalu ingin tahu keberadaan pasangan anda.
(Kringggg… Kamu lagi di mana, say? … 5 menit kemudian…. Kamu masih di sana, say?…. 6 menit kemudian…Say… say… say…loh… kok teleponnya dimatiin?) - Selalu memikirkan pasangan anda.
(Orang paling gak ada kerjaan ini pasti…) - Mencintai semua aspek kehidupan.
(…no comments deh…)
Kalau dipikir, kecuali poin ke delapan mengenai hubungan seksual, kesebelas poin lain dapat juga diterapkan dalam hubungan antar saudara, keluarga maupun sahabat.
Dahulu, sewaktu mertua saya masih hidup, kami sering makan bersama dengan keluarga saudara suami saya. Tetapi sejak beliau meninggal, kesempatan itu semakin jarang dan mungkin akan hilang pada generasi berikut. Saya sering berpikir, apa yang mengikat anggota satu keluarga? Guru les musik anak-anak saya sering memuji mereka anak yang sangat mencintai keluarganya. Karena tiga anak saya les di tempat yang sama, guru-guru di sana bisa melihat hubungan antara ketiga anak itu. Banyak guru mengatakan hal senada, tetapi saya sendiri tidak percaya karena dalam rumah, mereka sering bertengkar.
Minggu lalu, anak saya yang duduk di kelas enam SD pergi ke Yunani untuk 15 hari bersama guru dan teman sekelasnya. Kemarin, setelah seminggu mereka berada di sana, keluarga murid diundang ke ruang makan sekolah untuk bersama-sama memberi kejutan pada anak-anak itu. Rencana sudah disusun bersama para guru yang di Yunani. Kami akan berhubungan lewat skype. Orangtua akan bergiliran berbicara dengan anak masing-masing. Anak saya paling kecil yang bersekolah di sana juga, diizinkan gurunya untuk ikut serta. Sewaktu saya sampai di ruang makan yang besar itu, anak saya sudah di sana menunggu dengan antusias bersama beberapa orangtua yang sudah tiba terlebih dahulu. Ketika anak-anak di Yunani dipanggil guru untuk berkumpul setelah sarapan, mereka masih belum mengerti apa yang akan terjadi. Begitu sadar, saya melihat anak saya berjalan ke barisan paling depan, dan berdiri paling dekat ke lensa kamera. Dia terlihat jelas sedang menahan tangisnya. Hingga acara selesai, saya melihat anak saya duduk di lantai di depan kamera, tidak beranjak, sementara beberapa anak yang lain berjalan ke sana kemari. Tentu ada yang duduk diam dan merindukan keluarganya juga. Setelah semua orangtua mendapat giliran berbicara beberapa kalimat (didengar oleh seluruh orang yang hadir) murid-murid bubar untuk bersiap-siap berangkat ke tujuan perjalanan mereka berikutnya, tapi anak saya masih terus berdiri di depan kamera dan melambai-lambaikan tangannya hingga skype ditutup oleh gurunya. Perlu saya jelaskan, anak saya bukan anak yang cengeng, dia sangat berdikari dan tidak mempunyai masalah apapun juga baik di bidang akademik maupun sosial.
Jam dua dini hari waktu Taiwan (tempat kami tinggal), seperti telah dijanjikan, guru meminta murid-murid untuk menelepon orangtua yang sudah menunggu di rumah. Anak saya menanyakan, apakah adiknya baik-baik saja, apakah adiknya ada merepotkan saya, dan apa yang saya inginkan untuk oleh-oleh.
Saya bertanya-tanya, mengapa anak saya begitu? Bukan hendak menyombongkan diri, masih terlalu dini untuk menganggap kami sudah sukses, tetapi tentulah sikapnya begitu bukan melulu dipelajari dari sekolah, karena jika demikian, tentu semua anak yang lain juga bersikap serupa.
Sara, seorang psikolog yang bekerja mendidik anak yang memiliki kesulitan belajar, memperhatikan bahwa murid yang lebih mengenal keluarganya, lebih mampu mengatasi masalah dibanding murid yang tidak tahu banyak mengenai keluarganya. Hal ini dia ceritakan kepada suaminya Dr. Marshall Duke, seorang psikolog dari Emory University. Tertarik oleh hasil pengamatan istrinya, Dr. Duke kemudian melakukan penelitian bersama seorang koleganya pada pertengahan tahun 2001. Menurutnya, anak-anak yang mengetahui sejarah keluarganya, akan memiliki sense of belonging, bahwa mereka adalah bagian dari satu keluarga besar. Anak-anak demikian akan memiliki rasa kekeluargaan yang erat, percaya diri yang tinggi dan kemampuan mengontrol hidup mereka sendiri.
Sense of belonging karena mengetahui sejarah / cerita keluarga ini hampir sama dengan di bidang-bidang lain seperti perusahaan besar, kelompok ataupun badan-badan / instansi-instansi termasuk dalam instansi pemerintah atau militer.
Mungkin kesukaan saya bercerita membawa efek positif yang tidak saya sangka dalam membesarkan anak-anak saya. Mereka tahu semua yang saya tahu tentang nenek-neneknya, tentang paman dan bibinya. Saya bercerita mengenai baik keberhasilan maupun kegagalan hidup. Jarak yang memisahkan anak saya dengan sepupu mereka, tidak membuat mereka jauh di hati. Cinta mengikat manusia, satu dengan yang lainnya.
Leave a Reply