Jumat, 7 November 2014 yang lalu saya ke Yogyakarta. Sesuai dengan informasi dalam undangan, saya akan menginap di Jogjakarta Plaza Hotel. Sekitar pukul 07:00 saya tiba di hotel itu, tentu saja untuk check in.
Dari pegawai di front office, saya mendapat penjelasan bahwa saya baru bisa masuk kamar pukul 14:00. Saya terkejut, kenapa saya harus menunggu tujuh jam untuk bisa masuk kamar, sedangkan rapat (dengan pengundang) akan dimulai pukul 10:00 di hotel yang sama? Receptionist mengatakan, kamar untuk saya memang di-book mulai tanggal 6/11, tapi karena tidak ada konfirmasi kedatangan saya, booking tanggal 6/11 dibatalkan hotel, dan hanya dihitung sejak tanggal 7/11.
Saya katakan, saya tidak bisa menunggu sampai pukul 14:00. Bagaimanapun risikonya (booking tanggal 6/11 yang tentunya harus dibayar) menjadi tanggungjawab saya. Karena hari masih terlalu pagi, jam kantor belum dimulai, pihak hotel tidak bisa melakukan konfirmasi dengan pengundang. Karena itu booking tanggal 6/11 menjadi tanggungjawab saya. Saya menandatangani form pemesanan kamar. Saya percaya bahwa pengundang akan bertanggungjawab untuk booking tanggal 6/11 dan saya bisa check in sebelum pukul 14:00 tanggal 7/11.
Semuanya beres. Saya mendapat kamar. Tetapi ternyata kamar yang saya peroleh adalah kamar yang tengah mengalami perbaikan (bagian kecil di langit-langit, di pojok). Petugas yang mengantar saya ke kamar minta maaf, dan dia kembali ke reception untuk meminta kamar pengganti. Saya pun mendapat kamar pengganti.
Kurang dari satu jam sesudah itu saya mendapat kiriman kartu dari petugas front office, berisi permohonan maaf atas kesalahan memilihkan kamar (kamar yang masih dalam perbaikan). Bersama kartu itu disampaikan pula beberapa potong kue kering. Semuanya itu saya terima dengan senang hati.
Ketika saya check out tanggal 8/11 pagi, permohonan maaf secara lisan disampaikan lagi kepada saya. Saya katakan, sambil tersenyum maklum tentunya, “Tidak ada masalah … Semuanya baik-baik saja. Terimakasih banyak.”
Hari ini (18 November 2014), saya menerima pesan singkat (SMS), berbunyi:
Selamat sore Bpk. Mimar. Mohon maaf mengganggu, kami hanya ingin courtesy mengenai masa tinggal bapak di hotel kami kemarin. Apakah bapak ada waktu?
-Jogjakarta Plaza Hotel-
Saya jawab;
Maksudnya apa, ya?
SMS berikutnya;
Kami ingin menjelaskan dan meminta maaf kepada bapak atas ketidaknyamanan saat bapak check in. Apabila ada kata-kata atau prosedur yg kurang berkenan dari salah satu staff kami, kami mohon maaf. Sejak kemarin kami berusaha menghubungi bapak tetapi sepertinya terkendala jaringan. Terima kasih.
-Jogjakarta Plaza Hotel-
Jawaban saya;
Ooo, OK … Nggak ada yang serius. Saya merasa dilayani dengan baik. Terimakasih banyak … ☺
SMS berikutnya;
Sama-sama pak. Terimakasih sekali lagi.
-Jogjakarta Plaza Hotel-
Saya terkesan oleh cara manajemen hotel ini melayani kosumen, yang merasa masih perlu menyampaikan rasa penyesalan beberapa hari kemudian. Padahal saya tidak pernah complain, dan tidak juga “berkicau” ke sana-sini perihal pengalaman tanggal 7/11 pagi itu. Maka saya tulis SMS berikutnya;
Saya senang melihat respons Anda … Padahal saya nggak complain. Sekali lagi terimakasih banyak.
Catatan ini boleh jadi spele. Anda bisa saja mengatakan tidak penting sama sekali, atau juga tidak menarik bahkan. Tetapi bagi saya, ini pengalaman langka, yang membuat saya merasa sangat dihargai sebagai pemakai jasa. Di tengah masyarakat yang sering mengabaikan kepentingan konsumen, di negeri yang negara sendiri tak kunjung mampu –mungkin juga tak begitu peduli– untuk memberikan pelayanan yang baik bagi publik, masih ada orang/institusi yang sangat peduli bahwa pemakai jasa, pemakai produk, atau khalayak luas yang berhak atas pelayanan janganlah sampai dikecewakan.
Kiranya, etos seperti inilah yang perlu dikembangkan …
Catatan Patahtumbuh:
Tulisan ini pertama muncul sebagai note di Facebook penulis dan blog lama patahtumbuh tanggal 19 November 2014.
Leave a Reply