Belum seminggu anak saya masuk TK, gurunya melapor kepada saya bahwa hari itu dia menunjukkan upilnya kepada guru bahasa Inggris sambil berseru, “Booger!” Saya malu sekali dan berdoa semoga tidak berjumpa dengan guru bahasa Inggris itu hingga dia melupakan insiden tersebut. Setahun kemudian, pada usia empat tahun, anak saya bertanya, “Mami, mengapa booger suka masuk ke dalam hidungku?”
Dalam hidung kita ada bulu-bulu halus yang bertugas menyaring udara waktu kita menghirup nafas. Hebatnya bulu-bulu halus ini bergerak secara teratur ke satu arah yaitu ke lubang hidung. Ini penting untuk mengusir benda asing yang berusaha ikut masuk bersama udara. Selain itu, ada kelenjar-kelenjar sepanjang saluran pernafasan kita yang menghasilkan mukus, cairan kental untuk melembabkan saluran pernafasan dan membantu memerangkap serta menghancurkan partikel-partikel asing, termasuk bakteri dan virus yang ada di udara agar tidak ikut masuk ke paru-paru. Biasanya mukus dalam hidung ini tercampur dengan ludah, menetes ke kerongkongan dan tanpa sadar kita telan sepanjang hari. Pada saat-saat tertentu, misalnya waktu sakit, alergi, ada benda asing dalam hidung, perubahan cuaca dan lain-lain, mukus ini mengental dan terjadilah apa yang disebut postnasal drip. Kita akan merasakan perasaan tidak enak di kerongkongan, membuat kita berdehem atau batuk, ingus terasa kental dan sulit dikeluarkan melalui hidung sehingga kita menyedot dan kemudian menelannya. Postnasal drip juga bisa membuat kita sakit kerongkongan.
Mukus dalam hidung yang memerangkap banyak debu kemudian mengering menjadi upil yang garing dan gurih, setidaknya begitulah menurut orang yang pernah memakannya. Tentu pernah mendengar cerita tentang anak yang makan upilnya sendiri bukan? Tindakan makan upil ini disebut mucophagy. Menurut mereka, upil itu enak, demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidney Tarachow dari State University of New York.
Tahun lalu saya membaca tentang seorang asisten profesor biokimia bernama Scott Napper dari University of Saskatchewan di Kanada yang mengemukakan teori bahwa makan upil itu mungkin meningkatkan daya tahan tubuh anak terhadap infeksi sebab upil mengandung banyak bakteri, tepung sari, debu dan kotoran lain yang tersaring oleh bulu-bulu halus di rongga hidung kita itu. Napper, yang saya ragukan benar-benar tukang nap karena kalau dia tukang nap, mengapa masih punya banyak waktu untuk meneliti tentang upil, mengatakan bahwa upil itu manis. Apakah dia pemakan upil juga? Kalau benar, mungkin sebaiknya marganya dia ganti saja menjadi Mucophager.
Pagi ini saya teringat Mucophager eh, Napper karena anak saya mimisan lagi di mobil dalam perjalanan ke sekolah. Saya tanya apakah dia mimisan karena korek upil? Selain itu saya juga pusing karena adiknya terus menerus ingusan akibat alergi. Apakah dia alergi karena tidak makan upil? Saya berusaha mengingat-ingat semua anak-anak di desa tempat saya dulu menjalani masa bakti sebagai dokter. Anak di sana berjalan tanpa sandal, makan makanan yang dibiarkan terbuka begitu saja seharian di atas meja. Makan ikan asin yang lepas dari gigitan kucing yang mengeong keras karena dikejar dan dilempar dengan sandal jepit oleh ayahnya. Rasanya jarang ada yang alergi, tapi apakah mereka makan upil? Nah, itu saya tidak tahu.
91% responden satu survei yang dilakukan University of Wisconsin pada tahun 1995 mengaku mengupil setiap hari dengan tujuan membuang upil yang mengering di dinding rongga hidung. Di hampir semua kebudayaan, mengupil termasuk tindakan yang memalukan untuk dilakukan di tempat umum. Tentu saja saya mengerti, mengupil itu asssyiiik… Mungkin kita pernah memergoki diri sendiri saat sedang asik membaca, mulut agak menganga, bibir atas bawah ditarik masuk menutupi gigi agar lubang hidung terbuka lebih lebar, jari kelingking menari dan berputar dengan lincahnya dalam lubang hidung. Wah, dunia terasa milik sendiri. Tetapi teman-temanku sebangsa dan setanah air, percayalah, sebaiknya membersihkan rongga hidung dilakukan waktu mandi, di mana upil jadi lebih lembek dan mudah dikeluarkan untuk menghindari luka karena dinding rongga hidung adalah daerah yang cukup sensitif dan mudah berdarah. Sudah pernah tercatat, ada yang korek hidung sampai sekat rongga hidungnya tembus. Selain itu, jika dilakukan sewaktu mandi, tangan bisa langsung dicuci. Perlu diingat, mengupil dalam mobil waktu lampu merah termasuk mengupil di tempat umum!
Papa saya bekerja sebagai pegawai satu toko besi di kota kecil tempat kami tinggal. Suatu hari papa bercerita bahwa bosnya marah kepada anak tetangganya karena anak itu suka mengupil dan me”lekat”kan upilnya di dinding terdekat di mana dia berada. Akibatnya, dinding depan toko mereka bagaikan peta yang dilukis dengan upil.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, lebih baik anak tetangga bos papa saya itu makan upilnya daripada dia sapukan ke dinding rumah ya? Bedanya toh tidak banyak dengan postnasal drip.
Bukan hanya Napper, Friedrich Bischinger, spesialis paru-paru dari Austria juga mengatakan bahwa makan upil membantu sistem imun karena upil mengandung banyak enzim antiseptik yang dapat membunuh atau melemahkan bakteri.
Penelitian lebih jauh harus dilakukan lagi kalau mau membuktikan bahwa makan upil itu memang menyehatkan. Yang pasti, saya bersedia dibayar untuk jadi grup pembanding. Untuk grup pemakan upil, biarlah anda saja, sistem kekebalan saya sangat baik. Anda lebih memerlukannya.
Leave a Reply