Kuzoozangpo La, Bhutan

Kuzoozangpo La adalah salam dalam bahasa Bhutan (Dzongkha). Jawaban yang sama diberikan untuk salam ini. Artinya kira-kira seperti “Greeting!” atau “Hallo”.

Bhutan
Himalaya

Kerajaan Bhutan terletak di Asia selatan di ujung timur pegunungan Himalaya, berbatasan dengan Cina di utara dan India di selatan, timur dan baratnya. Per tahun 2002, dilaporkan luas Bhutan 38.394 km2 . Nenek moyang mereka kebanyakan berasal dari Tibet dan Nepal. Jumlah penduduk Bhutan saat ini (April 2015) adalah 771.750 orang.

Untuk dapat menikmati Bhutan secara maksimal, kita harus memahami bahwa di Bhutan, kehidupan spiritual adalah di atas segalanya.

Bagaimana Mencapai Bhutan

Tiket pesawat Druk Air ke Bhutan tidak murah. Berangkat dari Medan, Sumatera Utara, ada dua pilihan rute penerbangan, via Bangkok atau India. Total harga tiket hampir menyamai ongkos pesawat ke Eropa. Maskapai penerbangan milik kerajaan Bhutan ini adalah satu-satunya transportasi udara yg bisa membawa kita ke negara di antara awan-awan ini. Kerajaan menerapkan tarif US$ 200 - 250 per hari untuk turis demi mempertahankan GNH rakyatnya. GNH (Gross National Happiness) adalah istilah yang ditemukan dan dipakai Bhutan sejak tahun 1972.

Permohonan visa juga baru akan disetujui kalau kita telah memilih dan membayar lunas paket tour dari salah satu tour operator yang terdaftar. Dengan demikian, turis yang datang akan tersaring dan terkontrol.

Sekilas Bhutan

Pariwisata di Bhutan baru terbuka untuk dunia luar pada tahun 1974 dengan pembatasan-pembatasan yang berlaku ketat. Bhutan adalah satu satunya negara di dunia yang meng-ilegalkan penjualan dan konsumsi rokok serta tembakau secara umum. Turis yang perokok diizinkan membawa rokok atau tembakau dalam jumlah tertentu tetapi harus membayar pajak 200%. Hukuman untuk pelanggaran atas peraturan ini adalah penjara.

Penduduk Bhutan 99,9% adalah Buddhist. Mereka dibesarkan keluarga dalam ajaran spiritual yang ketat. Pakaian nasional dikenakan setiap hari di kantor, toko, restauran, hotel dan tempat kerja lainnya. Mungkin ini juga salah satu upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan dalam mencapai GNH.

Tingkat kriminalitas sangat rendah, hampir tidak ada kejahatan serius di Bhutan. Kriminal dilaporkan meningkat sejak masuknya televisi dan perluasan ekonomi dengan masuknya pekerja dan kebudayaan asing.

Televisi baru masuk ke Bhutan tahun 1999. Sebelumnya mereka menjalani kehidupan tanpa siaran televisi maupun berita suratkabar. Saat ini suratkabar yang beredar adalah suratkabar milik kerajaan.

Umumnya penduduk hidup bahagia dan sejahtera, merasa berkecukupan dengan apa yang tersedia. Mereka memilih makanan sehat dengan sayur-sayuran organik sebagai menu utama dan lebih banyak berjalan kaki. Kenderaan sedemikian sedikitnya sehingga Bhutan tidak memerlukan lampu lalu lintas. Menurut laporan hasil survei di majalah Business Week pada tahun 2006, Bhutan adalah negara yang penduduknya paling bahagia di Asia dan berada di peringkat ke delapan di dunia. Mereka sangat ramah dan murah senyum. Teh atau kopi selalu ditawarkan setelah makan atau sekembalinya dari bepergian di sore hari, kadang-kadang didampingi crackers keju.

Menurut pengamatan saya, orang Bhutan sangat suka makan keju dan susu, bahkan cabaipun dicampur keju. Mereka menyukai cabai melebihi segalanya. Mau coba kudapan Bhutan? Keju yak yang dipotong kecil-kecil dan diemut seperti permen. Rasanya tawar dan seperti karet yang keras.

Banyak orang Bhutan yang mengabdikan diri menjadi bhiksu bahkan pada usia yang sangat kecil (tujuh tahun). Mereka belajar di kuil, menghafal mantra. Setelah lulus akan menjalani meditasi di hutan selama tiga tahun.

Mata uang yang dipakai di Bhutan adalah Ngultrum, tetapi US dollar juga diterima. Saat in (April 2015) 1 US dollar bernilai lebih kurang 60 Ngultrum.

Alam Bhutan luar biasa indahnya dengan udara yang segar dan bersih. Walaupun matahari bersinar terik di siang hari pada musim semi dan musim panas, tetapi anginnya cukup sejuk. Bahkan pada malam hari, suhu bisa jatuh sampai 1℃.

Paro Airport adalah satu-satunya bandara Internasional di Bhutan. Terletak enam kilometer dari Paro dalam lembah ditepi sungai Paro Chhu dan dikelilingi pegunungan, lapangan udara Paro adalah salah satu bandara terindah di dunia dan sekaligus paling berbahaya. Sampai akhir 2009, hanya delapan pilot yang diizinkan untuk mendarat di bandara ini. Penerbangan hanya berlangsung di siang hari.

Thimphu

Ibukota Bhutan adalah Thimphu, terletak di bagian barat Bhutan kira-kira 54 km dari Paro (satu jam perjalanan dengan mobil).

Bhutan

Arsitektur di Thimphu hampir sama dengan bagian lain Bhutan dengan banyak bangunan kuil, dzong (benteng), dan chorten (stupa). Bagi saya yang paling menarik adalah Memorial Chorten (Thimphu Chorten) di Doeboom Lam, bagian selatan kota. Dibangun pada tahun 1974 oleh ibu suri kedua untuk mengenang putranya (raja ketiga Bhutan) yang meninggal tahun 1972 pada usia hanya 44 tahun.

Bangunan yang sangat indah ini sekarang menjadi tempat berkumpul para manula sebagai tempat bersosialisasi sambil berdoa. Praying wheel diputar terus menerus sambil bercengkrama ataupun melakukan aktivitas lain. Tempat ini bagaikan facebook bagi mereka.

Bhutan
Praying Wheel

Bangunan perumahan dan perkantoran hampir sama semua dengan bangunan yang tertinggi hanya empat lantai. Tidak terlihat macetnya sebuah ibukota walaupun per keluarga ada yang memiliki dua atau bahkan tiga mobil. Baru-baru ini pemerintah menerapkan pajak 200% untuk impor mobil untuk mengontrol pertambahan jumlah kenderaan.

Bila kebetulan berada di Thimphu pada akhir Minggu (Jumat - Minggu), kita bisa mengunjungi pasar yang sangat menarik. Perbedaan paling nyata dengan pasar tradisional di negara kita adalah pasar mereka sangat rapi dan bersih, lantainya terbuat dari keramik, tidak ada lalat dan tidak becek. Bagian penjualan sayuran adalah yang paling luas, disusul oleh bagian buah-buahan, cereal dan daging. Lebih sulit memperoleh daging. Waktu kami di sana, yang ada hanya sosis sapi dan bacon babi yang sudah dibekukan, besar dan keras. Ayam dan ikan tidak kelihatan. Semua daging ini berasal dari India karena di Bhutan yang penduduknya mayoritas Buddhist tidak boleh membunuh mahluk hidup.

Olahraga nasional Bhutan adalah memanah dan sepak bola. Saat ini Thimphu sudah memiliki klub sepakbola sendiri dan sedang berjuang menuju World Cup.

Punakha

Untuk sampai di Punakha kita harus berkendaraan tiga jam melewati Dochula pass yang melingkar, naik turun bukit dengan tebing di sebelah kiri dan lembah di sebelah kanan. Hampir menyerupai perjalanan ke Tele Samosir. Bedanya, Dochula pass jauh lebih sempit dan belokannya juga lebih banyak dan tajam.

Punakha lebih hangat dari Thimphu, dengan sawah terhampar di kiri kanan. Suara burung berkicau di pagi yang hening dan sepi menciptakan suasana yang penuh  kedamaian dan kebahagiaan. Tidak heran Bhutan juga disebut sebagai Shangrila terakhir (The Last Shangrila).

Sekolah terbaik di Bhutan ada di Punakha, rata-rata mereka belajar dari jam delapan pagi sampai jam empat sore. Di siang hari terlihat banyak orangtua menunggu di gerbang sekolah dengan rantang makan siang untuk anaknya. Dzongkha (bahasa nasional Bhutan) dan bahasa Inggris diajarkan mulai dari pendidikan dasar.

Punakha Dzong adalah dzong (benteng) terindah dan paling terkenal di Bhutan. Menurut legenda, awalnya benteng ini kecil dan biasa saja, hingga Zhabdrung Rinpoche (gelar yang diberikan penduduk Bhutan untuk Ngawang Namgyai, orang pertama yang menyatukan Bhutan) mendapatkan visi untuk membangun dzong yang lebih besar. Beliau memberi izin kepada seorang arsitek bermalam di dzong untuk mencari ilham. Pada malam itu arsitek tersebut bermimpi dikirim ke surga dan mendapatkan visi bentuk dzong yang akan dibangun. Hanya berdasarkan ingatannya, dzong akhirnya selesai dibangun sesuai dengan bentuk dalam mimpi pada tahun 1638.

Punakha Dzong terdiri dari beberapa hall. Hall utama dan yang terbesar berisi altar penyembahan. Dindingnya penuh dengan lukisan kisah perjalanan hidup Sidharta Gautama mulai dari kelahirannya hingga menjadi Buddha.

Bhutan
Punakha Dzong

Aktivitas kami berikutnya di Punakha adalah hiking satu jam ke Khamsum Yuelley Namgyal Chorten. Stupa di atas bukit yang dibangun ibu suri untuk melindungi anaknya, raja kelima yang bertakhta sekarang. Tebak siapa yang kami temui dalam perjalanan naik ke atas ? Yang mulia ibu suri dari raja ke empat! Wow... Yang Mulia juga sedang hiking dengan hanya ditemani tiga pengawal. Beliau menyempatkan diri berhenti dan menyapa setiap turis yang berpapasan, termasuk kami. Kami merasa sangat bangga dan “penting” mendapatkan kesempatan bisa begitu dekat dan berbicara dengan Yang Mulia. Beliau menanyakan negara asal kami.

Bhutan
Khamsum Yuelley Namgyal Chorten

Raja yang memerintah sekarang adalah Raja V - Jigme Khesar Namgyel Wangchuck yang sebelumnya menjalani pendidikan di Inggris. Tahun 2011, pada usia 31 tahun, dia mempersunting seorang gadis cantik berusia 21 tahun bernama Jetsun Pema.

Raja IV - Jingme Singye Wangchuk yang masih memegang kendali di pemerintahan secara tidak langsung, memiliki empat istri yang semuanya adalah saudara kandung. Tanggal 11 November tahun ini, beliau akan merayakan ulangtahun yang ke 60. Oleh sebab itu tahun ini dinobatkan sebagai Visit Bhutan Year 2015.

Paro

Perjalanan dari Punakha ke Paro melewati jalur yang sama yaitu Dochula pass dengan jalannya yang melingkar dan sempit, melewati Thimphu dan memakan waktu lebih kurang empat jam.

Di Paro, kami mengunjungi sekolah seni, sejenis sekolah kejuruan setelah menyelesaikan sekolah menengah. Kebanyakan anak anak yang sekolah di sini berasal dari keluarga tidak mampu. Ada jurusan melukis, menyulam, bordir, memahat dan membuat patung. Yang membuat saya heran adalah sekolah ini terbuka untuk turis pada jam belajar. Apakah mereka tidak merasa konsentrasinya terganggu dengan ocehan yang tiada henti, bunyi kamera yang diklik terus menerus, atau anak-anak yang melompat tepat ketika sebuah sentuhan akhir sedang ditambahkan. Dibutuhkan rata-rata enam tahun untuk menyelesaikan pendidikan di sekolah ini.

Perjalanan ke Bhutan belum sempurna sebelum mengunjungi Taktshang Monastery atau lebih umum dikenal sebagai Tiger’s Nest Monastery. Mereka percaya bahwa Guru Rinpoche sampai di tempat ini dengan diterbangkan oleh seekor harimau.

Waktu yang ideal utk memulai perjalanan adalah jam tujuh pagi. Perlu waktu setengah jam perjalanan dengan mobil untuk sampai di kaki bukit. Selain berjalan kaki, bisa memilih naik kuda tetapi kadang-kadang bisa sangat berbahaya. Saya memilih berjalan kaki, karena seperti yang dikatakan orang bijak, menikmati perjalanan itu sendiri lebih penting daripada sampai ke tujuan.

Perhentian pertama adalah cafeteria dimana teh dan kopi panas disuguhkan gratis dengan pemandangan Tiger’s nest di kejauhan. Bagi yang biasa hiking atau trekking seharusnya perjalanan bukan masalah, tetapi tipisnya oksigen membuat nafas kita agak berat dan terengah-engah.

Bhutan
Taktshang Monastery

Berdiri di ketinggian 2.950 m di atas ketinggian laut, Taktshang menawarkan pemandangan yang luar biasa. Lupakan bagaimana monastery ini bisa berdiri di pinggir tebing, lupakan tahun 1998 sebagian monastery ini habis terbakar, lupakan turis yang terus mengoceh dan jalan ke sana kemari. Lupakan 2,5 jam perjalanan naik turun yang memeras energy. Nikmati saja hamparan pegunungan Himalaya yang tertutup salju, izinkan jiwa kita menikmati keheningan dan kedamaian  dan tinggalkan semua persoalan nun jauh di bawah.

Sampai bertemu kembali Bhutan, mungkin pada waktu lain dimana semua lembah dan bukit menguning keemasan dan burung-burung mengicaukan cerita dan kerinduannya masing-masing. Tashidelek!

Catatan:

Tashidelek adalah bahasa Bhutan dari “good wishes”.

Komentar

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

Awal Maret 2024, untuk merayakan 30 tahun pernikahan kami, saya dan suami memutuskan untuk...

Rose Chen

Baca juga tulisan sebelumnya:...

Rose Chen

Hari pertama di Chiang Mai dimulai dengan shopping di Maya Lifestyle Shopping Center...

Rose Chen

Pulau Keelung (Keelung Islet) adalah pulau kecil yang terletak lima kilometer dari...

Rose Chen

Di Taiwan sayur paku sarang burung adalah kegemaran orang lokal. Biasanya mereka tumis dengan...

Rose Chen