Mengapa Bermain Itu Perlu?

“Anakku kerjanya mainnnnnnn trus. Susah sekali disuruh belajar”. Bu, jangan anggap remeh anak-anak yang bermain lho. Entah sudah berapa banyak orang tua yang mengeluh pada saya soal anaknya yang lebih asik bermain dan sangat sulit disuruh belajar, pergi les atau membuat pe er.

Coba anda hitung-hitung, berapa jam dalam seminggu anak anda punya waktu untuk bermain? Bermain sendiri ataupun bermain dengan temannya. Tuntutan lingkungan baik dalam masyarakat ataupun sekolah, membuat orang tua mengatur jadwal anak dengan kegiatan-kegiatan berstruktur hingga tidak ada lagi waktu anak untuk bermain bebas.

Bermain sering dianggap kegiatan yang menghabiskan waktu sia-sia, berleha-leha saja. Sebenarnya anak-anak yang bermain rumah-rumahan, main pedang-pedangan dan menganggap dirinya anggota Ultraman, atau mendandani bonekanya dengan beraneka macam model pakaian, adalah proses pengembangan life skills. Keahlian yang dibutuhkan untuk mengatasi banyak hal ketika mereka dewasa nanti. Bermain adalah kesempatan bagi anak untuk belajar tentang dirinya dan dunia. Melalui bermain anak bisa mempraktekkan kemampuannya berbahasa, kemampuan motorik halus dan motorik kasar, melatih rasa percaya dirinya dan tenggang rasa.

Mengapa Bermain Itu Perlu

Manfaat Bermain

Menurut hasil penelitian para ahli perkembangan anak, waktu untuk anak-anak bermain semakin sedikit dalam tiga dekade terakhir ini. Dari penelitian tahun 2009 yang dimuat dalam jurnal Pediatrics, siswa di kelas akan berperilaku lebih baik jika diberi jeda beristirahat dan bermain lebih dari 15 menit di antara jadwal pelajaran. Jadi menghukum anak dengan memotong jadwal istirahatnya dapat menjadi bumerang karena bisa menghambat produktivitas dan menurunkan semangat si anak.

The American Heart Association merekomendasikan anak-anak yang berusia dua tahun ke atas diberikan waktu bermain setidaknya satu jam setiap harinya. Bermain yang bersifat aktivitas fisik. Anak yang aktif akan tumbuh menjadi orang dewasa yang aktif. Anak yang mampu menyelesaikan banyak test aktivitas fisik biasanya memiliki nilai akademik yang baik. (dari hasil penelitian tahun 2009 yang dipublikasikan dalam Journal of School Health)

Kathy Hirsch-Pasek, psikolog perkembangan anak dari Temple University, melakukan riset tentang manfaat bermain bagi anak-anak dan menyimpulkan sebagai berikut:

  • Bermain yang bersifat fisik (seperti: main bola, lompat tali, bertukar aneka kostum, petak umpet, bersepeda) memberikan anak kesempatan lebih banyak untuk mencoba hal baru, cara baru, teknik baru, trik baru, dibandingkan dengan anak yang hanya duduk diam menonton TV atau bermain game di gadget atau komputer.

Bermain engklek (hopscotch) misalnya, anak dengan sendirinya belajar berhitung karena mereka harus menghitung berapa kotak yang harus diloncati. Bermain kasti, mereka harus memperhitungkan berapa keras harus memukul bola dan berlari. Pada waktu bermain, anak juga akan sibuk berbagi cerita dengan temannya atau ‘konsultasi’ dengan temannya tentang bagaimana teknik main game tertentu agar cepat naik level. Intinya, dengan bermain, anak menjadi aktif dan mengembangkan kemampuan bersosialisasi.

Mengapa Bermain Itu Perlu

Perkembangan Sosial dan Emosi (Social and Emotional Development)

Selama bermain, anak-anak mengembangkan kompetensi sosial dan kematangan emosinya dan mendorong anak untuk:

  • Melatih kemampuan komunikasi verbal maupun non-verbal dengan bernegosiasi dengan temannya untuk mendapatkan giliran bermain, memilih peran, atau sabar menunggu giliran.
  • Merespons teman bermainnya sambil menanti giliran atau berbagi perangkat bermain, meminjamkan mainannya, barter mainan dan sebagainya.
  • Belajar menerima pendapat atau pandangan temannya akan suatu topik atau kejadian.
  • Belajar mematuhi aturan bermain.

Ada juga anak yang suka bermain pura-pura (pretend play). Mereka menggunakan banyak imajinasi dan bermain peran. Banyak penelitian yang menunjukkan pretend play memiliki banyak persamaan dengan counterfactual reasoning, kemampuan untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi dalam kehidupan nyata.

Menurut Piaget (1962)  anak akan belajar beberapa hal dalam pretend play:

  1. Menyederhanakan situasi dengan mengimajinasikan karakter, plot cerita atau setting dan menyesuaikan dengan kondisi dirinya pada saat itu. Jika anak takut gelap misalnya, ia akan skip bagian yang menceritakan soal kegelapan atau kegiatan di malam hari.
  2. Menjadikan saat pretend play sebagai kompensasi yang ia tidak dapat lakukan dalam kehidupan nyata. Misalnya, anak yang dilarang makan permen dan es krim oleh orang tuanya. Ia akan pura-pura makan permen dan es krim dalam permainan itu. Atau anak yang dilarang menonton TV, ia akan bermain dengan bonekanya dan memperbolehkan bonekanya menonton TV sepuasnya.
  3. Melampiaskan emosi yang tidak menyenangkan atau  pengalamanan menakutkan. Misalnya anak pernah ditonjok temannya di sekolah dan ia tidak berani membalas. Dalam pretend play ia akan membalas perbuatan temannya itu dengan memukul balik objek yang dijadikan bahan bermainnya.

Perkembangan Fisik (Physical Development)

Bermain yang bersifat fisik membantu perkembangan motorik kasar anak-anak. Belajar menggunakan alat tulis, menggunting, melompat, berjingkat, memanjat dan sebagainya. Anak melatih tubuhnya menjadi lebih lentur dan mendapatkan otot yang kuat dan menjaga staminanya agar cukup energi untuk bermain lompat tali atau kejar-kejaran.

Menarik garis, menggambar dan mewarnai membantu perkembangan motorik halus.

Perkembangan Kreativitas (Creativity Development)

Mengapa Bermain Itu Perlu

Bermain sering menggunakan banyak simbol dan anak dituntut untuk kreatif dalam menerjemahkan simbol-simbol itu. Mampu untuk mengimajinasikan seandainya ia yang menjadi Superman, asiknya punya kantong serba guna Doraemon, jadi Dora yang berpetualang ke banyak tempat, atau bergaun cantik seperti Puteri Elsa dalam Frozen. Anak-anak akan terpicu rasa ingin tahunya dan mencoba beberapa alternatif respons dalam situasi yang berbeda. Kemampuan menghadapi suatu situasi yang dipraktekkan dalam bermain seperti ini, akan membuat anak lebih percaya diri jika kelak dihadapkan dalam situasi yang nyata dan mampu segera beradaptasi.

Kreativitas dipandang juga sebagai kemampuan mencari solusi, berpikir out of the box. Jadi anak-anak yang sering menggunakan dan melatih imajinasinya dalam bermain, cenderung menjadi anak yang kreatif, memiliki prestasi yang  lebih baik dalam mengerjakan tugas dan mampu  memecahkan masalah dengan berbagai alternatif solusi.

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.

“Kamu! Ya, kamu! Aku tidak tahu apa kamu akan sanggup bekerja di sana. Mungkin seminggu di sana...

Rose Chen

Hampir semua orang merasa sudah berusaha seobjektif mungkin dalam menentukan pilihan atau...

Rose Chen

Seorang kenalan mengeluh tidak tahan dengan bau badan mertuanya yang berusia 81 tahun. Menurut...

Rose Chen

Hampir semua orangtua pernah menjanjikan dan memberi imbalan atas apa yang dilakukan/dicapai...

Rose Chen

Seorang teman mengeluh di grup ibu-ibu bahwa anaknya yang duduk di kelas dua Sekolah Dasar (SD)...

Rose Chen

Halaman sebelumnya: ...

Rose Chen

Halaman sebelumnya: Kolesterol (...

Rose Chen

Bagi orang awam, kata “kolesterol” terdengar seperti momok. 

A: Mengapa wajahmu muram...

Rose Chen

Tulisan ini pertama muncul di linimasa Facebook Penulis tanggal 15 November 2018.

Jonminofri Nazir

Halaman sebelumnya :...

Rose Chen