Dalam perjalanan pulang, anak saya selalu menceritakan kejadian yang dialami hari itu di sekolah. Dia juga sering bercerita tentang teman-temannya. Saya jadi tahu, si Anu nakal, si Polan pandai, Adi bandel, si Atik tukang nangis dan lain-lain. Setiap saat ada pertemuan orangtua murid dengan guru atau acara lain, saya tidak tahan untuk tidak bertanya kepada anak saya, yang mana si Anu, yang mana orangtuanya.
Pada waktu bayi, semua orangtua melihat anaknya memiliki lingkaran putih bagaikan cincin Saturnus di kepalanya dan sayap besar di punggungnya. Sulit bagi orangtua untuk menerima bahwa akan tiba satu saat, anaknya melakukan kenakalan, terutama bila orang lain yang memergokinya.
Setelah mereka sekolah, bagi yang memiliki anak nakal akan mulai mendapat laporan baik dari guru maupun teman anaknya atau orangtua teman anaknya bahwa anaknya telah melakukan satu hal yang awalnya terasa mustahil. Apa yang harus dilakukan agar hal ini tidak terus terulang? Kata teman saya, “nip it in the bud” - “patahkan selagi masih berupa kuntum”, jangan tunggu sampai mekar. Jadi hentikan kelakuan tak baik sebelum menjadi kebiasaan.
Karakter Baik
Menurut Josephson’s Institute of Ethics, ada enam tiang utama karakter.
1. Jujur dan dapat dipercaya.
2. Hormat kepada orang lain dan bertoleransi.
3. Bertanggungjawab dan bisa mengontrol diri sendiri.
4. Adil dan tidak suka memanfaatkan orang lain.
5. Baik, pemaaf dan tahu berterimakasih.
6. Peduli sosial dan lingkungan.
Orangtua harus mengetahui nilai-nilai yang penting dalam keluarga sebelum mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari yaitu memberi contoh dengan perbuatan sendiri. Mendidik anak agar mengerti konsekuensi positif maupun negatif dari satu tindakan.
Ingatlah bahwa apa yang kita lakukan dan tidak lakukan diperhatikan oleh anak kita. Apa yang kita ijinkan, sama artinya dengan mendorong dia untuk melakukan hal itu lagi.
Membangun karakter anak adalah satu proses yang panjang. Sebagai orangtua yang bertanggungjawab, kita wajib mendidik dengan menjadi teladan.
1. Setiap saat, mawas diri untuk selalu bertingkahlaku sebagaimana anda inginkan anak anda bertingkahlaku.
2. Michelle Borba, doctor dalam bidang Educational Psychology and Counseling, menganjurkan agar kita menggunakan setiap kesempatan yang muncul untuk menerangkan kepada anak, nilai-nilai yang kita anut dan percayai serta mengapa kita memilih nilai-nilai tersebut.
Jika anda percaya, semua manusia adalah sama berharganya, maka anda tidak akan memandang rendah siapapun juga, walau bagaimanapun status sosialnya, jenis kelamin, asal usul, kepercayaan, kecenderungan seksual maupun penampilan fisiknya.
3. Bila anak anda melakukan hal yang tidak baik, minta dia bayangkan keadaannya bila dia yang diperlakukan tidak baik.
Kesempatan yang paling tepat untuk mendidik anak tentang etika dan moral, adalah waktu kita berada bersama dengan mereka pada satu suasana yang tepat, misalnya, sewaktu menonton film atau berita di mana ada kejadian seseorang yang berkelakuan negatif. Selain menerangkan bahwa kelakuan demikian adalah tidak benar, saya juga berusaha menyodorkan beberapa contoh keadaan yang mungkin menjadi penyebab orang tersebut melakukan tindakan itu dan kemungkinan apa saja yang akan terjadi karenanya. Dengan demikian, anak akan mendapat gambaran keseluruhan yang lebih jelas dan kelak tidak akan cepat menghakimi orang lain.
Tambah komentar baru