“Titik balik adalah sebuah momen penting dalam kehidupan seseorang di mana mereka menemukan sebuah pencerahan melalui peristiwa-peristiwa dalam hidupnya dan membuat mereka bangkit dan berubah menjadi orang yang lebih baik serta menginspirasi orang lain. Seseorang tidak perlu terpuruk dulu untuk menemukan titik balik dalam hidupnya”, kata psikolog Alexander Sriewijono dalam satu acara.
Saya menemukan titik balik di usia 45 tahun, ketika suatu gelombang besar membuat saya megap-megap dan nyaris kehilangan pegangan, namun ternyata di saat saya tidak punya pilihan yang lebih baik, saya menemukan kekuatan yang besar dalam diri saya sendiri. Tidak ada kata penyesalan, tidak ada kata kalah dan sekarang setiap kali menoleh ke belakang, saya merasa mendapat kekuatan tambahan.
Seorang sahabat hanya menanyakan satu hal ketika mendengar kisah saya pada pertemuan terakhir dengannya (saya tidak akan pernah bertemu lagi dengannya karena dia telah dipanggil menghadap Yang Kuasa pada Juli 2013): “Bagaimana perasaanmu saat ini setelah semua berlalu?”. “Rasanya jauh lebih baik dan lega”, jawab saya. “Artinya, ini keputusan terbaik buatmu. Move on and you'll be stronger."
Sejak titik balik dalam kehidupan saya itu, saya punya kesempatan merajut kembali obsesi-obsesi yang tercecer selama dua puluh tahun terakhir. Salah satunya adalah menulis. Menulis menjadi salah satu penyaluran buat berbagi rasa dan apa yang ada dalam pikiran saya. Terapeutik buat saya sendiri, terlepas dari berguna atau tidak tulisan saya buat orang lain. Waktu dan emosi yang tercurah terbayar ketika ada yang berkenan membaca dan mengapresiasi tulisan saya, membuat semangat untuk menulis terus menyala. Dari kegiatan menulis, saya menemukan teman baru. Teman berbagi rasa dan harapan, menambah inspirasi. Dari menulis saya juga mendapat tambahan rasa percaya diri untuk terus berjalan mewujudkan obsesi lain.
Catatan: Tulisan ini pertama muncul di blog Patahtumbuh yang lama pada tanggal 25 Desember 2014.
Tambah komentar baru