Selama lima hari di Sumba, kami hanya mengunjungi tempat wisata di daerah Sumba Barat hingga ke Sumba Tengah karena waktu yang tersedia tidak cukup untuk meneruskan ke Sumba Timur. Selain itu waktu kami juga berkurang karena kami kembali ke Denpasar dari kota Tambolaka di mana kami memulai perjalanan.
Waikelo Sawah
Iklim Sumba yang agak berbeda dengan musim kemarau yang panjang-- sembilan bulan, sedang musim hujan hanya tiga bulan-- menyebabkan tanah Sumba cenderung kering, tandus dan di banyak tempat sering mengalami kesulitan air.
Waikelo Sawah yang dibangun pada tahun 1976 di desa Tema Tana, Wewewa Timur, Sumba Barat Daya adalah salah satu sumber mata air yang tidak pernah kering. Sumber airnya berasal dari sungai bawah tanah. Waikelo Sawah berfungsi sebagai irigasi dan pembangkit listrik. Ini merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pertama di Sumba. Debit air yang mengalir di Waikelo Sawah diperkirakan mencapai 1000 liter per detik.
Sekilas Waikelo Sawah terlihat mirip gua besar dan di mulut gua ada kolam dengan air jernih. Di sebelah hilir kolam kami melihat beberapa penduduk sedang mandi dan mencuci pakaian. Kami tiba di Waikelo Sawah dalam kondisi hujan gerimis sehingga bebatuan jadi licin dan mempersulit untuk naik sampai ke undakan paling atas.
Akses menuju lokasi Waikelo Sawah-- 12 kilometer dari Tambolaka-- cukup mudah dan jalanan sebagian besar sudah beraspal. Lingkungan sekitarnya sangat menawan, tenang dan mata dimanja dengan hamparan sawah hijau di sekitarnya.
Air Terjun Lapopu
Dari Waikelo Sawah, kami melanjutkan perjalanan ke air terjun Lapopu di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru, Desa Lapopu, Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat. Kunjungan ini nyaris dibatalkan karena cuaca tidak mendukung, mendung dan hujan pada malam sebelumnya. Butuh waktu sekitar 40 menit dari Waikelo Sawah untuk tiba di kawasan hutan Katikuloku Wanokaka. Area ini dijadikan sebagai Pembangkit Listrik Mini Hidro (PLTMH) dengan memanfaatkan air terjun Lapopu itu.
Bapak penjaga Taman Nasional menemani kami turun hingga ke lokasi air terjun dan membantu kami melewati jalan setapak. Batu-batuan cukup licin karena masih basah. Arus sungai saat itu deras dan airnya tidak jernih, berwarna kecoklatan, bukan hijau tosca seperti yang kami lihat di foto-foto yang beredar di internet-- mungkin karena hujan yang turun sejak malam sebelumnya hingga pagi hari itu.
Medan cukup berat bagi pengunjung paruh baya seperti saya dan kawan-kawan karena harus menyusuri jalan hutan yang penuh tanjakan dan turunan yang curam. Harus ekstra hati-hati agar tidak tergelincir menapaki batu-batuan yang basah terlebih ketika memanjat tangga bambu untuk naik ke jembatan. Ada jembatan bambu sederhana yang dibangun masyarakat setempat untuk membantu kita menyeberang sungai, namun harap bersabar dan antri, maksimum hanya dua orang yang boleh lewat jembatan bambu itu. Cukup menegangkan ketika menyeberang, seperti sedang ikut lomba outbound.
Setelah tiba di seberang, perlu berjalan kaki mendaki sedikit lagi untuk tiba di puncak dan melihat air terjun setinggi kurang lebih 92 meter. Airnya keluar dari gua dan mengalir melalui undakan-undakan ke sungai di bawahnya. Terbayar sudah semua lelah melintasi medan yang berat.
Danau Weekuri
Danau Weekuri di desa Kalenarogo, Kodi Utara, sekitar 60 km dari kota Tambolaka adalah salah satu danau terindah di Indonesia. Airnya yang berwarna hijau toska ini rasanya asin karena sebenarnya danau ini adalah laguna (sekumpulan air asin yang terpisah dari laut oleh penghalang yang berupa pasir, batu karang atau semacamnya). Danau tidak terlalu dalam dan airnya bening. Anda akan dengan mudah mengambang di permukaan danau karena kadar garam yang cukup tinggi. Waktu kami berada di sana, ada beberapa remaja setempat dan wisatawan lokal yang berenang di danau tersebut.
Saat ini sudah ada undakan jalan beton yang cukup lebar untuk turun ke danau. Di seberang danau ada menara sederhana untuk tempat melompat ke air. Untuk menikmati pemandangan yang lebih memukau, berjalanlah menyusuri karang hingga ke bagian yang agak tinggi. Anda dapat melihat laguna lebih jelas dan warna air danau yang hijau toska.
Tidak ada warung atau penginapan di sekitar sini, hanya ada dua lapak sederhana yang menjual kain tenun. Jadi sebaiknya bawa makanan dan minuman sendiri dari kota terdekat jika ingin berkunjung ke Weekuri. Toilet umum sudah tersedia jadi bisa membilas badan dan berganti pakaian setelah berenang di danau.
Bukit Ledongara
Selain pantai yang indah, Sumba juga terkenal dengan padang rumput atau sabana (savanna) yang memukau. Rencana awal sebenarnya ke sabana Wairinding di Sumba Timur, tetapi karena waktu terbatas, maka kami memutuskan untuk ke Bukit Ledongara di Goura, Sumba Barat Daya. Akses ke lokasi cukup mudah dan jaraknya hanya sekitar 20 menit bermobil dari Rumah Budaya Sumba tempat kami menginap.
Orang Sumba sering menyebut Bukit Ledongara dengan sebutan Bukit Teletubbies. Masih ingat dengan serial film anak-anak yang cukup terkenal itu? Berpelukan……☺. Bukit Ledongara di bulan Maret itu sangat indah dan subur. Sejauh mata memandang, semua hijau bagaikan permadani. Kami tiba di bukit Ledongara sekitar jam 10 pagi. Langit mendung dan beberapa ternak sedang merumput. Cuaca mendung tidak berlangsung lama, matahari mulai bersinar dan cahayanya membuat padang rumput terlihat sangat indah.
Tips Berkunjung ke Sumba
1. Tempat-tempat yang indah di Sumba kebanyakan belum tertata dengan baik dan tidak ada kendaraan umum yang melewati jalur ke sana. Penunjuk jalan dan arah juga sangat minim jadi saran terbaik adalah menyewa kendaraan dan ajaklah satu orang lokal yang tahu lokasi tempat yang akan dikunjungi.
2. Pastikan kendaraan yang digunakan dalam kondisi prima karena pom bensin atau bengkel tidak mudah ditemukan. Kondisi jalan tidak semua beraspal licin dan ada beberapa lokasi yang jalannya masih jalan tanah dan berlumpur. Harus ekstra hati-hati dan pastikan tanah tidak amblas ketika dilalui.
3. Cuaca di Sumba sangat panas, lembab dan cahaya matahari terik. Jangan lupa membawa krim pelindung/tabir surya ber-SPF tinggi . Bawa payung, topi, kacamata atau syal.
4. Pakailah sepatu yang nyaman dan tidak licin karena di banyak tempat harus banyak jalan kaki untuk mencapai lokasi.
5. Kasus penyakit malaria di Sumba masih tinggi dan disarankan untuk membawa selimut atau kelambu, memakai pakaian tertutup, mengoleskan lotion anti nyamuk atau bawalah plester nyamuk (mosquito patch) dan tempelkan pada tubuh atau pakaian anda.
6. Bawalah aneka macam obat-obatan lain karena di Sumba mencari apotik atau dokter tidak semudah di kota.
Baca juga: Rumah Budaya Sumba dan Pasola
Baca juga: Rumah Adat dan Pemakaman di Sumba
Baca juga: Pesona Kampung Adat Sumba
Baca juga: Pantai-Pantai Indah di Sumba
Tambah komentar baru