Sebelumnya: Reminiscence (Bagian IV)
Saya suka mendengar musik dari smartphone sambil menyetir. Ada satu kalimat dari lirik lagu “Stressed Out” yang dibawakan Twenty One Pilots yang saya suka — Sometimes a certain smell will take me back to when I was young.
Saraf tubuh kita memiliki reseptor untuk indera penciuman jauh lebih banyak dari indera lainnya. Artinya, kita bisa membedakan banyak jenis bebauan walau kita tidak bisa mengungkapkan bau apa yang tercium. Bau-bauan akan masuk melalui hidung ke olfactory bulb - area dalam otak yang berfungsi menganalisa bau yang kita cium. Olfactory bulb berkaitan erat dengan amygdala dan hippocampus, bagian otak yang mengurus memori dan emosi. Itulah sebabnya suatu bau tertentu bisa membangkitkan kenangan akan kejadian yang telah lama berlalu. Ini disebut fenomena Proust, mengambil nama pengarang Perancis, Marcel Proust yang menulis buku “In Search of Lost Time”. Dalam buku itu diceritakan, tokoh utamanya mencelupkan sepotong biskuit ke dalam secangkir teh. Aroma biskuit itu membawa kenangan dia kembali ke masa kanak-kanaknya.
Makanan erat hubungannya dengan penciuman. Makanan terasa lebih enak saat kita mencium aromanya. Orang yang hidungnya sedang mampet, penciumannya menurun, rasa makanan pun terasa kurang enak. Saat menikmati hidangan tertentu, rasa dan aromanya bisa membuka pintu masuk terowongan waktu kembali ke masa lalu, seperti saat saya pulang ke Padangsidimpuan.
Malam pertama saya dan teman saya Dokter Neny tiba, kami berjalan-jalan di pusat kota. Ketika saya mencium harumnya kue pancong yang sedang dikeluarkan dari cetakannya, saya membujuk Dokter Neny untuk membelinya. Saat menikmati kue pancong panas-panas, terbayang kembali malam-malam makan kue pancong bersama saudara-saudara saya.
Esok paginya Dokter Neny mengajak saya makan lontong khas Padangsidimpuan, dengan tempe dan kacang merah, di pajak batu.
Saat makan, saya teringat seringnya dulu membeli lontong dengan rasa yang sama. Rasa dan aroma yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Waktu masih kecil saya sering ikut Mama berbelanja di hari Minggu. Kedai lontong dengan rasa yang sama dengan yang sedang saya makan itu ada di dekat kedai penjual ayam, karena itu kami menyebutnya “lontong penjual ayam”.
Dari lontong ingatan saya pindah ke ayam yang Mama pilih untuk dibeli. Karena Mama tidak berani memotong sendiri ayam itu, dia akan meminta penjual untuk memotongnya. Saya kagum saat pertama melihat cara penjual menggunduli ayam dalam panci besar yang berputar.
Hari itu kami makan siang dengan teman di Rumah Makan Batunadua Indah. Rumah makan ini terkenal dengan masakan ikannya. Enak sekali. Tempatnya juga sangat nyaman.
Kami memesan tiga jenis masakan ikan:
Ikan Bakar Sinyarnyar - makanan khas Tabagsel (Tapanuli Bagian Selatan) yang rasanya pedas getir. Bumbunya menggunakan andaliman.
Holat - makanan khas Padang Bolak yang rasanya sedikit kelat (holat artinya kelat). Ikan dimasak dengan pakkat (tunas rotan) dan kulit pohon Balakka.
Gulai Ikan Baung Asap - Rasanya enak. Dulu Mama tidak pernah membeli ikan yang hitam karena diasap ini. Mungkin beliau tidak tahu bahwa ikan yang warnanya tidak membangkitkan selera itu ternyata enak juga.
Di Taiwan tidak ada rambutan dan manggis segar. Sebelum saya pulang, saya sudah ribut mengatakan mau makan kedua jenis buah itu. Jadi waktu kami mengunjungi rumah teman kami yang halamannya sangat luas dan ditanami berbagai pohon buah, kami disuguhi hasil kebunnya. Saya seperti bisa mencium manisnya rambutan itu. Waktu kecil saya sangat suka makan rambutan, tetapi Mama sering menolak membelinya dengan alasan rambutan itu panas. Padahal dia tidak beli karena tidak punya uang.
Satu-satunya pisang yang saya mau makan adalah pisang berangan, tapi di Taiwan hanya ada pisang sejenis pisang Ambon dan baru beberapa tahun terakhir ini saya sering melihat pisang mas. Menikmati pisang berangan di Padangsidimpuan membuat saya teringat Mama yang sangat suka makan pisang raja sereh. Karena hanya dia yang suka, pisang sesisir lama habisnya. Papa suka meledek Mama yang tidak pernah berkesempatan makan pisang bagus karena dia selalu makan yang paling matang dan biasanya sudah menghitam dulu. Pisang yang masih bagus esoknya akan kematangan.
Di Taiwan tidak ada pete ataupun jengkol. Untuk mendapatkannya kita harus beli yang beku (impor) di toko Indonesia dengan harga berkali-kali lipat dari di tanah air.
Saya tidak habis pikir mengapa begitu banyak orang yang menyukai makanan dengan aroma sangat menyengat ini. Durian juga begitu ... Apakah kesenangan pada makanan itu disebabkan aroma yang dikenal sejak masa kecil? Aroma yang membangkitkan banyak kenangan?
Add new comment