Tentang Ivermectin, Ingat Hydroxychloroquine?

Beberapa hari yang lalu seorang sahabat bertanya, apakah Ivermectin bisa dipakai untuk terapi Covid-19. Kata suami saya, the Infectious Diseases Society of America (IDSA) tidak merekomendasikan kecuali untuk uji klinis. Uji klinis adalah penelitian/percobaan dengan tujuan mengevaluasi satu tindakan intervensi bisa membawa hasil yang diharapkan atau tidak. Bukan hanya IDSA, World Health Organization (WHO), United States National Institutes of Health dan European Medicines Agency (EMA) juga menyatakan ivermectin tidak direkomendasikan untuk pemakaian rutin penanganan pasien Covid-19. Kalau sampai ada yang mengatakan Ivermectin bisa dipakai untuk mengobati COVID-19, pasti ada sebabnya. Bukan hanya mengobati, menurut Front Line COVID-19 Critical Care Alliance (FLCCC) ivermectin bisa untuk pencegahan juga. Jadi saya putuskan untuk membaca sebanyak-banyaknya dan berikut adalah rangkuman tulisan yang saya baca.

ivermectin

Sejarah ivermectin dimulai saat Satoshi Ōmura mengisolasi dan mengultur bakteri Streptomyces dari sampel tanah untuk penelitian obat antiparasit. Ivermectin mulai dijual tahun 1981 sebagai obat cacing untuk hewan. Sejak itu, penggunaan turunan ivermectin terus berkembang. Ivermectin juga dipakai sebagai obat kutu rambut pada manusia dan obat luar untuk penyakit kulit seperti rosacea dan scabies. Penelitian terhadap ivermectin tidak pernah berhenti termasuk penelitian mengenai fungsinya sebagai antivirus. Maret 2020, hasil penelitian dari Australia yang diterbitkan di jurnal Antiviral Research menunjukkan bahwa ivermectin dalam dosis besar menekan replikasi virus corona in vitro (dalam laboratorium). Kemungkinan cara kerja ivermectin yang diajukan adalah mencegah virus menekan respon imun tubuh atau mungkin juga mencegah protein spike terikat ke reseptor di membran sel manusia. Selain itu, efek anti-inflamasi (seperti terbukti pada terapi rosacea) mungkin mengurangi peradangan pada serangan virus corona.

Penemuan ini lalu dijadikan dasar rekomendasi penggunaan ivermectin dan memicu banyak penelitian berikut di berbagai daerah. Sebuah meta-analisis dari empat percobaan kecil oleh peneliti di India yang diterbitkan November 2020 menyimpulkan bahwa ivermectin bisa dipakai sebagai terapi tambahan untuk pasien COVID-19. Tapi peneliti juga menyatakan dengan jelas, bahwa bukti sangat lemah karena jumlah observasi sangat kecil. Penulis paper itu juga mengusulkan agar ada penelitian lebih lanjut lagi untuk menentukan apa betul ivermectin memang efektif.

Satu artikel (meta-analisis) dari FLCCC Alliance (kumpulan dokter dan peneliti) membuat kesimpulan dari hasil beberapa penelitian kecil tentang efek ivermectin pada pasien COVID-19. Abstrak artikel dipasang di jurnal Frontiers in Pharmacology pada bulan Januari 2021.  Pada Maret 2021 artikel itu ditolak dan abstraknya dihapus dari situs jurnal tersebut. Editor jurnal menyatakan bahwa tulisan itu tidak memenuhi syarat tulisan ilmiah dan kesimpulan yang diajukan tidak berdasarkan dukungan yang cukup kuat. Tetapi abstrak tulisan tersebut sudah terlanjur ditangkap layar dan disebarluaskan.

Hasil percobaan klinis lain terhadap 400 pasien diterbitkan bulan Maret 2021 menyatakan tidak ada efek signifikan ivermectin pada lama gejala pada pasien COVID-19 dewasa. Peneliti mengatakan penemuannya tidak mendukung penggunaan ivermectin pada pasien-pasien ini tapi juga menganjurkan penelitian lebih lanjut. Beberapa hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ivermectin kelihatannya bermanfaat, tapi lebih banyak penelitian yang menyatakan sebaliknya. National Institutes of Health dan EMA menyimpulkan dari penelitian-penelitian ini, bahwa bukti tidak cukup mendukung. Selain karena sampel penelitian terlalu kecil, desain penelitian juga bermasalah. 

Badan pengawas obat dan makanan Amerika, Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa mereka sudah beberapa kali menerima laporan pasien yang masuk rumah sakit karena menggunakan ivermectin untuk kuda. Pabrik ivermectin sendiri memperingatkan bahwa tidak ada dasar ilmiah dari penelitian-penelitian bahwa ivermectin memiliki potensi mengobati COVID-19.

Badan-badan dan individu-individu yang “pro-ivermectin” di Afrika Selatan “memaksa” penggunaan ivermectin untuk COVID-19 walau SAHPRA (sejenis BPOM mereka) tidak setuju, sehingga harganya melonjak di pasar gelap. Negara Amerika Latin banyak yang menggunakan ivermectin untuk terapi COVID-19, mungkin hanya Peru yang menghapus ivermectin dari daftar obat untuk COVID-19 setelah mengizinkan pemakaiannya pada Mei 2020. BPOM Filipina juga mendapat tekanan yang sama dan terpaksa mengizinkan dua rumah sakit menggunakan ivermectin dengan pengawasan ketat. Sekarang Indonesia juga telah mengizinkan delapan rumah sakit sebagai lokasi uji klinis penggunaan ivermectin untuk terapi COVID-19.

Efek samping ivermectin termasuk: sakit kepala, pusing, sakit otot, mual, diare, sakit leher/punggung, bengkak daerah wajah/lengan/tangan/kaki, sakit daerah dada, denyut jantung meningkat, kebingungan, kejang, dan kehilangan kesadaran. Alergi parah jarang terjadi.

Tambah komentar baru

Teks polos

  • Tidak ada tag HTML yang diperbolehkan.
  • Baris dan paragraf baru akan dibuat otomatis.