Banyak orang memakai kata --berbicara maupun menulis-- tanpa peduli makna kata yang dia pergunakan. Kata "mirip" bermakna hampir serupa. Dalam percakapan, dan juga dalam tulisan sering dijumpai kata “hampir mirip” yang tentunya bermakna “hampir hampir-serupa”.
Kata “balap” bermakna adu kecepatan. Tetapi dalam percakapan orang sering menyebut kata “adu balap” (adu adu-kecepatan). Wartawan yang menulis laporan pun tak mau kalah semberono oleh awam yang mengucapkan kata “adu balap” itu. Kompas.com pun tak mau ketinggalan. Adu Balapan Mobil Artis Korea di "Top Gear Korea" (judul laporan) ... ada segmen adu balap para artis tenar ... (isi laporan) ... hingga adu balap ke tiga host ...(isi laporan)
---Kompas.com, Sabtu, 8 September 2012 | 08:41 WIB
Belakangan ini, ketika berita tentang Pemilu dan Pilkada banyak disiarkan media massa, kerap dijumpai kata “jargon” yang dipergunakan dengan pengertian “slogan”. Untuk yang satu ini, bukan hanya awam yang keliru. Kalangan terdidik (entah terpelajar, entah tidak) bahkan menggunakan kata “jargon” untuk pengertian “slogan”. Maka kiranya perlu sekali lagi dipermaklumkan kepada anak negeri bahwa “jargon” bukan “slogan”. “Jargon” adalah kosakata yang spesifik digunakan hanya dalam bidang atau lingkungan tertentu.
“Bullish” (kata yang menunjukkan tingginya kegairahan transaksi di bursa saham) dan “bearish” (kata yang menunjukkan transaksi di bursa saham yang tidak bergairah) adalah jargon pasar modal. “Massa mengambang” adalah jargon dunia politik. “Low blow” adalah jargon dalam boxing, untuk pukulan di perut bagian bawah. Ketika SBY berseru pada pemilihan umum 2004 "bersama kita bisa", dan "lanjutkan" pada pemilihan umum 2009, kata yang dia serukan itu adalah slogan, bukan jargon.
Janganlah memakai kata asal pakai, dan jangan katakan kata secara asal-asalan.
Catatan: Tulisan ini pertama muncul sebagai note di akun Facebook Penulis tanggal 8 September 2012
Tambah komentar baru