Ketentuan pokok penulisan laporan jurnalistik mengharuskan wartawan menyatakan dari mana atau dari siapa dia mendapat fakta yang dia siarkan. Bagian dari kalimat di dalam laporan yang menyatakan dari mana/siapa fakta itu didapat --biasanya berupa frase-- disebut sebagai attribution. Dalam praktek sehari-hari oleh wartawan ia disebut sebagai “sumber/narasumber”. Tetapi sebetulnya, attribution adalah gabungan kata yang menunjuk sumber/nara sumber dan kata yang menyertai sumber/narasumber tersebut. Bentuknya antara lain sebagai berikut.
... katanya (nya = narasumber)
Dia menambahkan... (dia = narasumber)
Menurut X ... (X = narasumber)
BPS mengumumkan... (BPS = sumber)
... dinyatakan dalam buku Sarinah ... (buku Sarinah = sumber)
Semua kalimat yang mengandung attribution itu disebut sebagai kutipan. Ada kutipan langsung dan ada kutipan tidak langsung. Fakta yang disampaikan dalam kutipan tersebut diperoleh dari bacaan (dokumen); dan juga dari pernyataan yang diberikan narasumber, baik dalam wawancara maupun bukan wawancara (misalnya mendengar narasumber berpidato, mendengar uraian dalam seminar, dialog dalam sidang pengadilan, dan kegiatan lain yang menyerupai itu). Fakta yang diperoleh lewat observasi disajikan dalam bentuk paraphrase.
Untuk menghindari terjadinya monotoni (terulangnya --beberapa kali-- bunyi yang sama dalam sebuah naskah), wartawan biasanya memilih berbagai bentuk attribution, misalnya;
- katanya
- ujarnya
- dia menjelaskan
- menurut dia
- X menerangkan
- Y menegaskan
... dan berbagai variant lainnya.
Dalam kreasi membuat attribution inilah wartawan sering memperlihatkan kesalahan.
Menurut saya, attribution dalam beberapa contoh berikut ini keliru (catataan: cetak tebal dari saya -- MM)
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyampaikan pihak kepolisian siap menghadapi gugatan praperadilan Komisioner Komisi Yudisial atas penetapan tersangka terkait laporan Hakim Sarpin. Polri punya bukti kuat dalam penetapan tersangka itu.
“Boleh saja, haknya kan boleh,” terang Badrodin di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/7/2015).
... (sumber)
Mensesneg Pratikno menyampaikan ada permintaan kepada Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk menyelesaikan kasus itu.
“Pak Kapolri yang diminta untuk mengurus itu,” jelas Pratikno di Istana Negara kepada wartawan, Senin (13/7/2015).
... “Intinya diselesaikan secara baik-baik,” tegas Pratikno.
... “Ya silakan lah Pak Kapolri. Gimana toh itu ceritanya? Selesai. Nanti kita lihat lah perkembangan dalam beberapa hari ke depan,” tegasnya.
... (sumber)
Karena itu, pihaknya akan terus menjalankan proses hukum. "Kecuali yang melapor mencabut, baru kita hentikan," terangnya.
...
"Saya bilang ini bukan antara institusi atau lembaga. Tapi antara pelapor yang kebetulan pribadi Pak Sarpin dengan terlapor yang kebetulan Pak KY. Jangan sangkut pautkan," jelasnya.
... "Itu salah pandang tidak boleh, tidak fair. Penegakan hukum tidak fair. Kejadian sesungguhnya. Akan blunder," tegasnya.
(sumber)
Alasannya, panik begitu mendengar Andrew ditangkap. "Tujuannya melindungi kawan saya," terangnya.
Dia menambahkan, dokumen yang disembunyikannya menyangkut transaksi keuangan Andrew dan Adriansyah. "Pengeluaran uang dari Andrew kepada Adriansyah," jelasnya.
... (sumber)
"Kalah dan menang di pilkada itu, kan, risiko. Makanya, sejak awal harus serius. Kalau memang ingin jadi kepala daerah, ya harus sejak awal menyosialisasikan diri," tegas Ribka.
... (sumber)
”Notam tentang penutupan Bandara Ngurah Rai akibat meningkatnya aktivitas Gunung Raung hanya sampai pukul 16.00 Wita atau 15.00 WIB,” terang dia.
...
”Dengan situasi ini, kami memberlakukan kebijakan pembebasan biaya cancellation fee,rebooking/reroute fee, refund fee, ADM fee, dan biaya perubahan tiket bagi para penumpang,” tegasnya.
... (sumber)
Sebetulnya dapat ditafsirkan, apa yang dimaksud kata-kata “terang Badrodin, jelas Pratikno, tegas Pratikno, tegasnya, terangnya, jelasnya, tegas Ribka, maupun terang dia”.
Maksud si penulis pastilah; Badrodin menerangkan atau Badrodin memberikan keterangan; Pratikno menjelaskan atau Pratikno memberikan penjelasan; Pratikno menegaskan atau Pratikno menyampaikan penegasan; Ribka menegaskan atau Ribka menyampaikan penegasan; narasumber (nya) menerangkan, menjelaskan, menegaskan. Tapi apakah bentuk seperti itu dapat dibenarkan tatabahasa?
Dalam kasus ini, wartawan mengabaikan fungsi imbuhan (awalan dan akhiran) yang mengubah jenis kata dan makna kata. “Terang”, “jelas”, “tegas” adalah adjektiva (kata keterangan) yang dapat berubah menjadi verba (kata kerja) ketika mendapat awalan “me” dan akhiran “kan”. Untuk suatu keperluan adjektiva (“terang”) dapat diubah menjadi verba (“menerangkan’). Begitu juga dengan “jelas” dan “tegas”. Tetapi jika dalam keperluan yang sama imbuhan itu dibuang, verba akan kembali menjadi adjektiva. Karena itu, bentuk “terang Badrodin, jelas Pratikno, tegas Pratikno, tegasnya, terangnya, jelasnya, tegas Ribka, terang dia” adalah bentuk yang tak dapat dibenarkan secara gramatika, dan tidak bernalar.
Pembuangan imbuhan itu oleh wartawan mungkin saja untuk menenuhi tuntutan ekonomi kata. Bahasa jurnalistik harus hemat, ringkas, tidak bertele-tele. Demi penghematan bahasa, imbuhan verba hasil bentukan dibuang, dan terjadilah kecerobohan, menyamakan verba yang berasal dari nomina (kata benda) dengan verba yang berasal dari adjektiva.
Verba bentukan yang berasal dari nomina, untuk sebagian memang tetap dapat berperan sebagai verba walau imbuhannya dibuang. “Kata”, “tutur”, dan “ujar” adalah nomina yang juga dapat berperan sebagai verba dalam kalimat.
Karena itu tidak timbul masalah jika “dia mengatakan” diringkaskan menjadi “kata dia”, “katanya”; “dia berujar” dapat diubah menjadi “ujarnya”, “ujar dia”. Hanya saja, peringkasan seperti itu tidak dapat dilakukan pada verba bentukan yang berasal dari adjektiva, karena jika imbuhan pada verba itu dibuang, kata tersebut kembali ke bentuk asalnya: adjektiva.
Penulisan laporan jurnalistik menjadikan hemat kata sebagai salah satu prinsip. Tetapi dalam melakukan penghematan itu wartawan harus berhati-hati. Diperlukan pengetahuan bahasa yang mumpuni untuk melakukan itu. Jangan meniru sebelum diperiksa apakah yang ditiru itu benar atau tidak. Penghematan kata/bahasa dapat dilakukan selama prinsip yang lain dalam pemakaian bahasa untuk jurnalistik terpenuhi: bahasa harus jelas. Kejelasan bahasa bisa saja tidak terganggu walau ada pelanggaran tatabahasa. Tetapi ada pelanggaran tata bahasa yang merusak kejelasan bahasa, bisa berupa perubahan makna kalimat, dan dapat juga berupa kalimat tidak logis.
Pembuangan imbuhan dari verba yang berasal dari adjektiva, menimbulkan kerusakan pada tatabahasa, dan melahirkan kalimat yang tidak logis.
*Tulisan ini sebelumnya muncul sebagai note di akun facebook penulis.
Tambah komentar baru