Bakat tidak lepas dari minat dan kecerdasan karena ketiga aspek ini saling bergandengan dan saling menopang. Bakat akan berkembang lebih baik jika ada minat dan ditopang oleh adanya kecerdasan untuk menggali bakat tersebut.
John Holland, ahli yang banyak meneliti tentang minat, mengemukakan bahwa minat adalah aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan rasa ingin tahu, perhatian, semacam dorongan kuat dalam diri untuk melakukan sesuatu yang diinginkan. Minat dapat menjadi indikator kekuatan seseorang, sejauh mana ia termotivasi untuk mempelajari sesuatu dan menunjukkan kinerja yang tinggi
Sedangkan bakat adalah kemampuan bawaan atau potensi yang dimiliki seseorang untuk belajar dalam tempo yang relatif pendek dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Potensi ini masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya kemampuan berbahasa, bermain musik, melukis, dan lain-lain. Seseorang yang berbakat musik misalnya, dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut.
Bakat akan sulit berkembang apabila tidak ada minat. Tanpa minat untuk hitung menghitung, seseorang tidak akan berkembang menjadi seorang ahli matematika.
Bagaimana hubungan bakat dengan inteligensi atau kecerdasan?
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, kemampuan memecahkan masalah, menciptakan produk yang bernilai, kemampuan untuk mempelajari sesuatu dan juga kemampuan memanipulasi lingkungan atau kondisi. Dalam kemampuan umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik inilah yang disebut dengan bakat.
Menurut para ahli, untuk menggali dan mengembangkan bakat kita membutuhkan kecerdasan karena bakat merupakan potensi bawaan, sementara kecerdasan adalah kapasitas untuk menggunakan bakat yang dimiliki. Bakat memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu melalui latihan-latihan.
Berhubung karena tidak ada satu tes inteligensi khusus yang dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan spesifik ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi saja. Untuk ini kita membutuhkan tes lainnya, yang disebut dengan tes bakat (aptitude test).
Jadi untuk bisa memaksimalkan bakat yang dimiliki, dibutuhkan minat, latihan, pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan agar bakat tersebut dapat teraktualisasi dengan maksimal.
Perkembangan bakat pada tiap tahapan usia, menurut teori Feldman:
- 4–10 tahun: bakat berkembang dengan eksplorasi dan observasi
- 10–13 tahun: bakat diasah dengan bantuan pelatih, melihat contoh, ikut perlombaan-perlombaan, magang.
- 13–18 tahun: bakat semakin terarah dan anak lebih berkomitmen untuk berlatih.
- 18–22 tahun: kristalisasi bakat dengan pilihan karir yang sesuai
Daniel Coyle, jurnalis New York Times dan penulis buku best seller, The Talent Code dan The Little Book of Talent, mengatakan bahwa bakat akan menjadi luar biasa jika diasah dengan latihan-latihan yang terstruktur, ada motivasi dan mentor yang kompeten. Hal ini mencakup bagaimana anak bersikap ketika menghadapi kegagalan dan ketika dikritik atau mendapat pujian. Coyle mengunjungi tempat pelatihan para atlit atau orang-orang berbakat yang punya prestasi luar biasa dan mendunia. Ia mewawancarai pelatihnya dan melihat kondisi apa saja yang membuat orang-orang ini begitu spesial dan luar biasa.
Ia mendiskusikan dengan ahli saraf tentang efek latihan pada peningkatan produksi myelin dalam otak manusia. Myelin adalah selubung yang membungkus saraf dan berfungsi untuk memperkuat sinyal, ketepatan, dan kecepatan respons individu terhadap stimulus yang diperoleh dari luar dirinya. Semakin tebal myelin, individu akan semakin cepat dan tepat responsnya dalam menyerap sesuatu yang dipelajari. Jadi menurut Coyle, setiap kesalahan yang terjadi ketika latihan, justru akan memperkaya individu karena mereka belajar dari kesalahan. Pada latihan berikutnya diharapkan hasilnya akan lebih baik karena sudah mengerti di mana kendalanya dan di mana kesalahan sebelumnya.
Dari hasil pengamatan dan survey yang dilakukannya, Coyle menarik kesimpulan utama sebagai berikut:
1. Dibutuhkan orang yang dapat mengenali dan menggali bakat seseorang.
2. Butuh mentor atau pelatih yang kompeten.
3. Latihan yang intensif (deep practice).
Coyle mengemukakan enam strategi untuk menggali bakat anak:
1. Perhatikan setiap momen kecil yang bisa menjadi pertanda atau pemicu apa yang menjadi minat anak. Misalnya ketika anak diajak menonton konser musik dan tiba-tiba saja ia mengatakan: Kalau nanti aku besar, aku ingin bisa main musik seperti itu.
2. Berlatih dan terus berlatih (deep practice). Anak yang mengerti di mana kesalahannya pada waktu berlatih, akan menjadi lebih mengerti dan maju lebih cepat.
3. Perlambat tempo latihan agar anak dapat lebih menyerap inti dan konsep yang sedang dipelajari. Jadi bukan seberapa cepat anak belajar, tapi seberapa lama mereka dapat melakukannya dengan benar.
4. Berikan pujian untuk usaha yang dilakukan anak ketika mencoba melakukan dengan benar. Dengan menghargai usaha yang dilakukan, anak menjadi lebih berani untuk bereksperimen, mengambil resiko, melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut. Inilah inti dari latihan berkesinambungan dan belajar.
5. Dorong anak untuk meniru bagaimana orang lain melakukan suatu keahlian yang ingin ia lakukan. Meniru (copying) adalah salah satu jalan pintas untuk mempelajari satu keahlian. Tim Gallwey, seorang pelatih tennis, memberikan waktu 20 menit untuk murid yang baru bergabung untuk berlatih sendiri dengan meniru permainan orang lain, tanpa instruksi apapun darinya.
6. Keinginan untuk terus berlatih berasal dari dalam diri si anak itu sendiri, bukan dari orang tua atau pelatih.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan orang tua:
- Berikan beberapa macam aktivitas untuk melihat bagaimana reaksi anak terhadap setiap aktivitas. Misalnya olahraga, les bahasa, les musik, dan lain-lain.
- Anak akan mengungkapkan kegiatan apa yang ia suka dan tidak suka. Dengarkan saja meskipun anda tidak setuju dengan apa yang ia katakan.
- Beri dukungan pada apa yang menjadi minat atau passion anak meskipun kadang-kadang menurut kita tidak realistis.
- Biasanya setelah anak mencoba satu aktivitas, mereka akan memutuskan suka atau tidak suka pada aktivitas tersebut. Anak harus berkomitmen mencoba satu aktivitas dalam satu periode dulu, misalnya satu semester, sebelum memutuskan untuk berhenti dan beralih ke aktivitas lainnya.
- Biarkan anak yang menentukan pilihan aktivitas apa yang ingin ia tekuni. Orang tua berperan menjadi pemandu.
Ajarkan pada anak untuk melihat kegagalan dari sisi yang lain. Kegagalan bukanlah kartu mati, tapi salah satu jalan untuk maju dan jangan malu ketika berbuat salah. Belajar dari kesalahan dan melihat langkah mana yang harus dibenahi dan berlatih kembali karena bakat tidak lahir dan berkembang dengan otomatis. Bakat harus dilatih dan diasah terus menerus. Peran dan tugas utama orangtua adalah memperhatikan apa yang menjadi minat anak dan memberi pujian atas usaha yang dilakukan anak untuk itu.
Komentar
refrensinya dari mana ini??…
refrensinya dari mana ini?? bisa di cantumkan
Terimakasih saudara Badrus…
Terimakasih saudara Badrus untuk komentarnya. Penulis kami, Lilian Gunawan adalah seorang Psikolog dan Hipnoterapis. Isi tulisan bersumber dari berbagai buku, terutama The Talent Code dan The Little Book of Talent, karangan Daniel Coyle. Sebagian lagi dari situs Psychology Today. Dan tentu saja dari pengetahuan, pengalaman dan pengamatan penulis sendiri.
Tambah komentar baru